Kalangan dunia usaha meminta pemerintah segera menyelaraskan berbagai kebijakan
sebagai antisipasi penurunan pertumbuhan ekonomi global, yang diprediksi Bank Dunia dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen pada 2019.
"Pemerintah harus membuat regulasi yang betul-betul dapat meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri. Negara-negara maju saat ini memasuki era proteksi pasar masing-masing, maka Indonesia harus meresponsnya dengan hal yang sama," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospects edisi Juni 2019, kembali memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global dari 2,9 persen turun menjadi 2,6 persen. Sejumlah kalangan menilai penurunan tersebut terkait dengan semakin memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Namun, ekonomi Indonesia diperkirakan stabil di kisaran 5,2 persen.
Menurut Hariyadi, dalam kondisi seperti ini masing-masing negara adiekonomi tersebut aktif melakukan proteksi terhadap pasar dalam negeri negaranya.
"Amerika Serikat gencar mengenakan tarif produk-produk impor, sementara China berpikir keras bagaimana produk-produk mereka harus diekspor masuk ke pasar global," ujarnya.
Salah satu langkah dalam meningkatkan daya saing produk-produk nasional, tambah Hariyadi, pemerintah harus memberikan perhatian khusus terkait insentif fiskal untuk sektor-sektor usaha yang memiliki potensi nilai ekspor besar dan dalam jumlah besar.
Misalnya, industri yang terkait dengan petrokimia, sektor turunan industri baja yang sifatnya dapat menjadi subsitusi barang-barang impor.
"Ekonomi kita selama ini digerakkan oleh konsumsi dalam negeri, di satu sisi ekspor tidak terlalu besar-besar amat," ujarnya.
Untuk itu, diperlukan langkah yang protektif terhadap pasar dalam negeri dengan meningkatkan daya saing produk nasional, sehingga pasar yang besar ini tidak mudah dimasuki produk-produk impor.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pendanaan ekspor melalui instrumen keuangan yang sudah ada seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
"LPEI harus lebih diaktifkan kembali untuk mendanai modal kerja yang pada ujungnya dapat meningkatkan kapasitas produksi industri baik untuk pasar lokal maupun untuk pasar ekspor," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
sebagai antisipasi penurunan pertumbuhan ekonomi global, yang diprediksi Bank Dunia dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen pada 2019.
"Pemerintah harus membuat regulasi yang betul-betul dapat meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri. Negara-negara maju saat ini memasuki era proteksi pasar masing-masing, maka Indonesia harus meresponsnya dengan hal yang sama," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospects edisi Juni 2019, kembali memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global dari 2,9 persen turun menjadi 2,6 persen. Sejumlah kalangan menilai penurunan tersebut terkait dengan semakin memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Namun, ekonomi Indonesia diperkirakan stabil di kisaran 5,2 persen.
Menurut Hariyadi, dalam kondisi seperti ini masing-masing negara adiekonomi tersebut aktif melakukan proteksi terhadap pasar dalam negeri negaranya.
"Amerika Serikat gencar mengenakan tarif produk-produk impor, sementara China berpikir keras bagaimana produk-produk mereka harus diekspor masuk ke pasar global," ujarnya.
Salah satu langkah dalam meningkatkan daya saing produk-produk nasional, tambah Hariyadi, pemerintah harus memberikan perhatian khusus terkait insentif fiskal untuk sektor-sektor usaha yang memiliki potensi nilai ekspor besar dan dalam jumlah besar.
Misalnya, industri yang terkait dengan petrokimia, sektor turunan industri baja yang sifatnya dapat menjadi subsitusi barang-barang impor.
"Ekonomi kita selama ini digerakkan oleh konsumsi dalam negeri, di satu sisi ekspor tidak terlalu besar-besar amat," ujarnya.
Untuk itu, diperlukan langkah yang protektif terhadap pasar dalam negeri dengan meningkatkan daya saing produk nasional, sehingga pasar yang besar ini tidak mudah dimasuki produk-produk impor.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pendanaan ekspor melalui instrumen keuangan yang sudah ada seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
"LPEI harus lebih diaktifkan kembali untuk mendanai modal kerja yang pada ujungnya dapat meningkatkan kapasitas produksi industri baik untuk pasar lokal maupun untuk pasar ekspor," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019