Wamentan Sudaryono bongkar strategi Bulog yang ubah sejarah ketahanan pangan RI

Wamentan Sudaryono bongkar strategi Bulog yang ubah sejarah ketahanan pangan RI

Wamentan Sudaryono menekankan bahwa kedaulatan pangan bukan retorika belaka, tetapi kebutuhan strategis bangsa guna memenuhi pangan rakyat.

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono mengunkapkan bahwa swasembada pangan bukan sekadar ambisi politis semata, melainkan sebuah jalan penting untuk menuju kedaulatan bangsa.

Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar mengkritik pandangan yang menyebut impor pangan sebagai suatu hal yang biasa, karena dapat dikompensasi dengan ekspor komoditas lain seperti kelapa sawit.

“Ini opini yang menurut saya sangat berbahaya. Kenapa mesti swasembada? Karena hanya dengan memenuhi kebutuhan pangan dari produksi kita sendiri, kita bisa bicara tentang ketahanan, dan dari sana (bisa) menuju kedaulatan pangan,” ujar Sudaryono, Minggu (22/6).

Sudaryono menekankan bahwa kedaulatan pangan bukan retorika belaka, tetapi kebutuhan strategis bangsa guna memenuhi pangan rakyat.

“Kedaulatan artinya negara kita tidak mudah diintervensi oleh kekuatan lain—baik negara, NGO, maupun kepentingan asing. Dan kedaulatan itu dimulai dari perut rakyat yang terisi oleh hasil tani bangsa sendiri,” tegasnya.

Menurutnya, pandemi COVID-19 telah memberi pelajaran berharga bahwa dalam situasi krisis, tidak ada jaminan negara lain akan memenuhi kebutuhan pangan, meskipun negara tersebut memiliki anggaran.

“Ini jadi pengingat bahwa uang tidak selalu bisa membeli pangan di saat sulit. Maka, jangan sampai kebutuhan pokok seperti beras dan jagung menjadi titik lemah kita di hadapan dunia,” lanjutnya

Sudaryono juga mengulas tentang anjloknya harga saat panen raya beberapa tahun belakangan, dan saat ini pemerintah di bawah komando Presiden Prabowo Subianto telah hadir di tengah mengatasi permasalahan hal tersebut.

“Presiden sudah menetapkan HPP gabah kering panen di sawah sebesar Rp6.500 per kilogram. Dan jika pasar tidak mampu menyerap, maka negara hadir melalui Bulog yang ditugaskan membeli langsung dari pematang sawah,” tutur Sudaryono.

Perubahan kebijakan ini, lanjutnya, merupakan lompatan besar. Dulu, Bulog hanya membeli beras dari gudang, kini Bulog langsung menyerap gabah petani di sawah, sehingga kehadiran negara lebih nyata dan efektif menjaga stabilitas harga.

“Bulog bukan lagi ketemu beras, tapi ketemu sawah. Ini langkah yang sangat strategis untuk menjaga nilai jual petani,” tegasnya.

Sudaryono juga membeberkan capaian luar biasa dari program ini. Hingga pertengahan Juni 2025, Bulog telah menyerap lebih dari 2,5 juta ton gabah, yang setelah diolah menjadi beras kini memenuhi gudang negara. Jika ditambah stok beras dari tahun 2024, maka total stok beras nasional yang dikelola Bulog telah mencapai lebih dari 4 juta ton. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia.

Ia juga menjelaskan bahwa Bulog hanya menyerap sekitar 10 persen dari total panen nasional, artinya total panen padi nasional diperkirakan mencapai 25 juta ton.

"Kadang-kadang orang mikirnya bahwa semua panenan itu dibeli Bulog, bukan. Bulog hanya membeli kira-kira 10 persen di daerah-daerah yang sulit, di daerah-daerah yang di mana pasar tidak bisa membeli. Pedagang beras tidak bisa beli, di situ Bulog hadir," sambung Sudaryono.

Ia menegaskan, pemerintah Indonesia saat ini menargetkan tidak lagi melakukan impor untuk komoditas strategis seperti beras, jagung, gula konsumsi, dan garam konsumsi, dengan tiga di antaranya menjadi tanggung jawab langsung Kementerian Pertanian.

Lebih lanjut, Sudaryono menyebutkan, selama kepemimpinannya aduan yang didapatkan dari petani yang dipusatkan kepada permasalahan benih unggul, air dan irigasi, pupuk subsidi, serta jaminan harga saat panen.

“Petani butuh benih yang baik, dan sekarang kami sudah bekerja sama dengan kampus-kampus besar seperti IPB untuk memproduksi benih unggul,” jelasnya.

Selain itu, Sudaryono menyebutkan masalah irigasi pun tengah dijawab oleh pemerintah dengan investasi besar, yaitu Rp12 triliun untuk memperbaiki 83 ribu titik irigasi, dan tambahan Rp10 triliun disiapkan bila diperlukan.

“Air ini kunci. Tanpa air, percuma kita bicara tentang pangan,” sebutnya lagi.

Terkait persoalan pupuk, Pemerintah telah memangkas 145 regulasi distribusi pupuk subsidi guna mempercepat penyaluran pupuk kepada petani. Pemangkasan ini dilakukan untuk menghilangkan hambatan dan mempersingkat rantai distribusi pupuk. 

Sudaryono juga menyampaikan bahwa alokasi pupuk subsidi pada 2025 mencapai 9,5 juta ton, dua kali lipat lebih banyak dibanding 2023 yang hanya 4,7 juta ton.

“Kalau dulu petani yang cari pupuk, sekarang pupuk yang cari petani,” imbuhnya.

Data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) turut memperkuat klaim pemerintah. Pada kuartal pertama 2025, produksi padi dan beras tercatat meningkat 54 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara produksi jagung naik 39 persen, menandai keberhasilan strategi intensifikasi dan subsidi yang lebih tepat sasaran.

“Ini bukan kerja satu malam. Tapi kalau kita terus konsisten, bukan mustahil kita akan melihat Indonesia benar-benar berdiri tegak sebagai negara yang berdaulat secara pangan,” pungkas Sudaryono.

Pewarta : PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2025