Kotabaru, (Antara) - Kalangan DPRD Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan mempertanyakan keabsahan sumber pendapatan daerah dari royalti Rp200 miliar yang dimasukkan dalam APBD.
"Kami masih merasa sangsi, apakah benar royalti dari pengoperasian Migas Blok Sebuku di Pulau Lari-larian itu sudah pasti dan bisa dimasukan pada pos pendapatan daerah," tandas Denny Hendro Kurnianto, Ketua Komisi III DPRD Kotabaru.
Penegasan itu disampaikan menyusul adanya informasi bahwa eksekutif telah mamasukan pos pendapatan sebesar Rp200 miliar.
Sementara kondisi di lapangan sebagaimana dari rapat konsultasi dewan ke SKK Migas menjelaskan saat ini masih dalam proses kelengkapan legalitas yang salah satunya penentuan Perusahaan Daerah (Perusada).
Dikatakan Denny, pihaknya mendapatkan laporan bahwa pemerintah provinsi baru memasukkan nama Perusda baru pada 11 Oktober, meski sebelumnya sudah mengajukan Perusda namun kemudian diganti.
Oleh sebab itu, sebagai bentuk pengawasan, dalam rangka transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah, dewan akan memanggil ekskeutif melalui instansi terkait guna konfirmasi dan kejelasan kebijakan tersebut.
"Kita ingin mengetahui sejelas-jelasnya, asal informasi dan bagaimana hitung-hitungannya sehingga bisa memasukan Rp200 miliar itu," tandas Denny.
Termasuk dalam rapat anggaran antara eksekutif dan legislatif melalui Badan anggaran (Banggar) dewan, akan meminta kejelasan yang sedetil-detilnya.
Denny mengaku sangat senang dan bersyukur jika hal itu benar dan terwujud, karena akan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan daerah.
Lebih lanjut politisi Partai PPP ini mengungkapkan, sebelumnya dia bersama anggota Komisi III telah melakukan rapat konsultasi ke Kementerian ESDM.
Menurutnya, pembahasan yang disampaikan ke kementerian juga terkait dengan royalti hasil pertambangan bagi Kabupaten Kotabaru.
"Namun hal yang mengejutkan kami ketahui, bahwa Kotabaru merupakan satu dari sekian daerah di Kalsel yang sebenarnya termasuk daerah yang disubsidi khusus 2017 dan 2018," kata Denny seraya menyebut kalau tahun-tahun sebelumnya memang Kotabaru mensubsidi dan bukan disubsidi.
Padahal lanjutnya, selama ini kita beranggapan bahwa Kotabaru merupakan daerah yang sumber daya alamnya begitu besar sehingga penghasilan dari sektor tambang juga besar, namun nyatanya tidak demikian.
Hal ini diperkirakan akibat menurunya produksi sejumlah perusahaan pertambangan di Kotabaru akibat pelemahan ekonomi secara global.
Masih dari penjelasan kementerian, Denny menyebut daerah penghasil dari sektor tambang terbesar di Kalsel adalah Kabupaten Balangan.
Pertanyakan keabsahan sumber royalti
Jumat, 26 Oktober 2018 6:12 WIB