Banjarmasin (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah membangun rute baru yang menghubungkan Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) di antara Pegunungan Meratus.
Jalan alternatif tersebut telah diresmikan Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor, bahkan diberi nama dirinya pada 24 Agustus 2024, sebagai rangkaian peringatan hari jadi ke-74 provinsi setempat.
Kini, masyarakat mulai ramai menjajal jalan bebas hambatan tersebut karena lebih cepat dibanding melintasi jalan lama, yakni Jalan A Yani.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menyatakan lewat jalan alternatif ini memangkas waktu hingga separuh jika dibandingkan lewat jalan lama.
Jika melewati jalan lama, yakni Jalan A Yani dari Kota Banjarbaru, Ibu Kota Provinsi Kalsel, jaraknya sekitar 226,3 kilometer, sedangkan jalan baru ini berkisar 152,1 kilometer.
Menurut Gubernur Kalsel yang sudah mencoba melintasi jalan baru tersebut, perjalanan dari Kota Banjarbaru ke Batulicin, Ibu Kota Tanah Bumbu, hanya berkisar 2,5 jam atau 3 jam, sedangkan jika melewati jalan lama butuh waktu sekitar 5--6 jam karena melewati Kabupaten Tanah Laut.
Pembangunan jalan alternatif ini menggunakan APBD Provinsi Kalsel sekitar Rp800 miliar. Jalan ini digagas pada 2016 lalu dikerjakan sejak 2019 hingga diresmikan tahun ini.
Tim LKBN ANTARA Biro Kalsel menjajal jalan baru yang disebut sebagai jalan bebas hambatan itu. Tim berangkat dari Kota Banjarmasin pada 16 September 2024.
Menggunakan mobil minibus, perjalanan dimulai menuju Kota Banjarbaru yang jaraknya sekitar 36 kilometer.
Di bundaran Simpang Empat Kota Banjarbaru-yang bertuliskan "Selamat Datang di Kawasan Geopark Pegunungan Meratus"-kendaraan tim berbelok ke Jalan Pangeran Muhammad Noor.
Melaju dari Jalan Pangeran Muhammad Noor lalu memasuki Kabupaten Banjar hingga Desa Awang Bangkal, Kecamatan Karang Intan, dengan jarak 19,8 kilometer.
Jika diteruskan, jalan tersebut berakhir di Waduk Riam Kanan, yang merupakan objek wisata. Di lokasi ini juga ada pembangkit listrik tenaga air atau PLTA.
Setelah sampai di Desa Awang Bangkal, mobil tim menyeberang jembatan penghubung Jalan Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor.
Di sinilah petualangan menjelajahi jalan baru Banjarbaru-Tanbu tersebut dimulai. Permukaan jalan memang beraspal bagus, namun kontur dan medan jalan cukup menantang.
Dari sana perjalanan sudah memasuki kawasan hutan atau perbukitan, hampir tidak ada permukiman penduduk setelah melewati berkilo-kilo meter.
Perjalanan pun mulai dirasakan bak naik wahana roller coaster karena tidak ditemukan lagi jalan lempang, yang ada meliuk-liuk dan turun naik.
Perjalanan memang dirasa cukup memacu adrenalin karena banyak menemui tikungan tajam, turun cukup curam, dan menanjak cukup tinggi.
Perjalanan tersebut menyajikan pengalaman berkendara yang cukup mendebarkan, karena itu pengemudi tidak boleh lengah, harus penuh konsentrasi.
Ada beberapa tanjakan yang cukup tinggi, di antaranya saat melalui Gunung Sianjal dan Gunung Tronton.
Bahkan saat melalui satu bukit yang dibelah untuk jalan, ada sensasi tersendiri lewat jalan baru ini. Memang jauh lebih cepat daripada lewat rute jalan lama.
Di luar masalah tersebut, kendala dalam perjalanan sebenarnya tidak terlalu banyak, sebab sepanjang jalan itu sudah beraspal bagus. Hanya ada kendala di beberapa titik karena pembangunan jembatan masih berlangsung sehingga harus melewati titian darurat. Namun, hal ini tidak begitu panjang.
Kendaraan bermotor roda dua atau roda empat yang melalui jalan tersebut harus dengan performa sangat baik, isi tangki BBM yang penuh, sebab tidak akan menemui SPBU di sepanjang jalan baru tersebut.
Memastikan kendaraan dalam kondisi prima itu juga untuk menghindari terjadi kendala teknis di ruas jalan itu karena akan sulit menemukan bengkel. Permukiman penduduk baru ditemui setelah melewati berkilo-kilo meter.
Memang, di beberapa titik ada ditemukan warga yang membuat warung untuk melayani pengendara yang mau rehat atau semacam rest area, dengan sajian menu sederhana.
Warung-warung itu, antara lain, di persimpangan ke arah Objek wisata Bukit Batu Waduk Riam Kanan atau Desa Sungai Luar, di persimpangan masuk ke Desa Rantau Balai, keduanya masih wilayah Kabupaten Banjar.
Memasuki wilayah Kabupaten Tanah Bumbu di antaranya ada tempat rehat saat memasuki kawasan Desa Tamunih, Kecamatan Teluk Kepayang. Di sini terdapat beberapa warung minum dan makanan ringan.
Saat mengobrol dengan salah seorang warga di sana, dia menyampaikan rasa syukur adanya jalan tersebut karena membuka akses bagi perekonomian mereka yang tinggal jauh dari kota.
"Tidak pernah bermimpi, bahkan rasanya mustahil ada, tapi ini kenyataannya sekarang ada. Kami sangat bersyukur," ujar Andrias, warga tersebut.
Sebelum ada jalan lintas ini, masyarakat di sini harus berjam-jam menuju ke Kota Batulicin atau sekitarnya untuk membeli kebutuhan hidup dan lainnya.
Karena harus melalui jalan setapak di hutan dan naik gunung. Sekitar 70 persen penduduk di sini dari Suku Dayak.
Dengan adanya jalan ini, warga sekitar sudah bisa memiliki kendaraan, bahkan bisa membawa hasil perkebunan mereka untuk dijual ke kota. Sebagian besar warga di sini bertani dan berkebun, selain itu ada pula yang mencari emas secara manual.
Permukiman penduduk
Kembali ke perjalanan Banjarbaru-Tanbu, setelah melalui perjalanan sejauh hampir 105 kilometer di Jalan Gubernur H Sahbirin Noor, bertemu pertigaan, yakni, satu arah menuju ke Kota Batulicin dan satunya lagi ke arah Kabupaten Hulu Sungai Selatan atau tembus ke arah Jalan Loksado.
Jalan ke Kabupaten Hulu Sungai Selatan itu sudah lama ada untuk jalur cepat juga ke Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru, demikian juga sebaliknya.
Sepanjang perjalanan setelah pertigaan itu mulai banyak menemukan permukiman penduduk dan perkebunan kelapa sawit hingga diperkirakan sekitar 50 kilometer sampai di Kota Batulicin, Ibu Kota Kabupaten Tanah Bumbu.
Pegunungan Meratus
Jalan alternatif bebas hambatan Banjarbaru-Tanbu melintasi hutan Pegunungan Meratus yang ditetapkan sebagai Geopark Taman Bumi Nasional.
Jalan tersebut berada di lereng pegunungan, yang dianggap sebagai pasak bumi Pulau Borneo, juga diklaim sebagai salah satu paru-paru dunia.
Pegunungan Meratus--dalam ilmu geologi-- terbentuk dari susunan kerak samudera yang disebut ophiolite, yang terangkat ke permukaan sejak 200--150 juta tahun lalu.
Di sepanjang jalan ini, pelintas mendapatkan pemandangan hutan yang rimbun, pepohonan tinggi, kebun-kebun milik warga, aliran deras air riam dengan bebatuan, hingga gunung-gunung yang menjulang.
Rasa lelah sepanjang perjalanan langsung terbayar dengan keindahan alam itu, bahkan tim bisa singgah di beberapa objek wisata, di antaranya objek wisata Bukit Batu yang berada di pinggiran Waduk Riam Kanan. Objek wisata yang dikelola Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel ini mulai menjadi ikon pariwisata Kalsel.
Tim juga melalui objek wisata Alam Roh 18 yang memberikan pemandangan air mengalir di antara bebatuan, yang ramai pengunjung.
Semua objek wisata itu jadi bagian wilayah Geopark Pegunungan Meratus yang kini menuju UNESCO Global Geopark.
Di sisi lain, adanya jalan lintas ini menjadikan hutan Pegunungan Meratus menjadi terjamah masyarakat umum hingga dikhawatirkan akan ada tangan-tangan jahil yang merusaknya.
Oleh karena itu, Pemerintah harus lebih ketat lagi menjaga kelestarian alam Pegunungan Meratus. Jangan sampai kemudahan akses jalan ini malah menjadi awal kerusakan alam Meratus.
Oleh Sukarli
Editor: Achmad Zaenal M