Banjarmasin (ANTARA) - Ustadz Haji Walad Haderawi menganjurkan kaum Muslim (bagi yang tidak berhalangan) agar melakukan puasa Arafah dan memperbanyak berzikir kepada Allah SWT pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
"Sungguh sayang seorang Muslim yang berkemampuan atau bisa melaksanakan puasa Arafah dan memperbanyak zikir pada sepuluh hari pertama Zulhijjah, tapi tidak mengerjakan," ujarnya saat tausiyah di Masjid Al Falah Komplek Bumi Pemurus Permai Banjarmasin Selatan,. sesudah Shalat Subuh Senin.
Padahal, lanjut Ustadz bergelar Sarjana Hukum Islam (SHI) yang pernah menimba ilmu agama di "Darul Musthafa" Hadramaut Yaman itu, sepuluh hari pertama Dzulhijjah merupakan hari-hari yang Allah istimewaksn buat kaum Muslim.
Sebagai contoh puasa Arafah pada sembilan Dzulhijjah bagi yang melaksanakan dengan tulus dan ikhlas mendapat pengampunan dosa dua tahun dari Allah SWT, jelas Ustadz Walad dalam kajian "Kalam Hikmah" Ibnu Athaillah Askandari.
Ibnu Athaillah Askandari seorang tokoh Tarekat Syadziliyah yang merupakan salah satu tarekat sufi terkemuka dunia dan termasuk Indonesia, lahir di Aleksandaria Mesir Tahun 1260 dan meninggal dunia di Kairo Mesir Tahun 1309.
Dalam kajian Kalam Hikmah Ibnu Athaillah tersebut, Ustadz Walad lebih memfokuskan masalah kebenaran dan kebatilan, serta persoalan zahir dan batin.
"Sebagaimana menurut Ibnu Athaillah; bahwa ketika kebenaran datang, kebatilan akan hancur dan hilang " kutip putra Hajj Haderawi, seorang ulama terkenal di Kalimantan Selatan (Kalsel) atau Banjarimasin khususnya.
Namun, lanjut ustadz yang mengisi pengajian rutin (jika tidak berhalangan) tiap Subuh Senin itu, terkadang yang batil terselimuti dengan "kebenaran" (hak) sehingga sulit terlihat atau terhijab.
"Tetapi bagi Allah tidak ada hijab (dinding/pelindung), kendati bagi manusia tak melihat baik secara zahir (dengan mata) maupun batin (dengan mata hati)," demikian Ustadz Walad Haderawi.
Sebelum mengakhiri tausiyahnya, Ustadz Walad menganjurkan bagi kaum Muslim perbanyak bertaubat dan tak melakukan kesalahan kalau tidak bisa ikut berlomba dalam hal kebajikan.