Banjarmasin (ANTARA) - Batu bara, hasil Bumi sudah tidak asing bagi banyak orang, apalagi di kalangan pengusaha. Batu ini menjelma menjadi “emas” hitam semenjak melewati sejarah geologi 340 juta tahun lalu melalui proses pembentukan dari endapan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan.
Batu hitam yang bernilai ekonomi ini banyak ditemui di Kalimantan Selatan, umumnya di Kalimantan dan Sumatera. Dalam perjalanannya, batu ini menyumbang banyak hasil untuk pembangunan. Jika dikalkulasikan, batu bara menyumbang pendapatan Kalimantan Selatan 30 persen. Catatan ini menjadikannya terbanyak pertama dari semua sektor pendapatan.
Baca juga: Jejak sejarah di Museum Lambung Mangkurat situs "Geopark Meratus"
Sejak Kalimantan Selatan dikenal kekayaan alam batu bara, sudah jutaan kali kapal tongkang batu bara melintasi sungai-sungai menyeberang meninggalkan Pulau Kalimantan. Kapal ini umumnya melintas di Sungai Barito.
Sungai ini secara alami menjadi jalur lalu lintas utama kapal tongkang batu bara. Panjangnya sekitar 909 kilometer, membentang dengan lebar sekitar 1 kilometer membelah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banjarmasin Agustinus Maun menyebutkan sejak Januari hingga 6 Desember 2023, sudah ada 31.139 kapal tongkang melintasi Sungai Barito.
Meskipun tongkang ini berlayar setiap hari di perairan Sungai Barito, pemandangan itu tidak selalu dapat dilihat banyak orang.
Pada 24 April 1997, Presiden Soeharto meresmikan Jembatan Barito melintang di atas Sungai Barito dengan panjang lebih dari 1 kilometer. Bangunan itu masih kokoh hingga kini, terletak 15 kilometer dari Kota Banjarmasin, tepatnya di Kabupaten Barito Kuala.
Semenjak diresmikan Soeharto, kilau batu hitam itu terlihat jelas di bawah Jembatan Barito, apalagi jika turun hujan. Kilauannya semakin terpancar karena tongkang batu bara itu melintas setiap saat, dalam satu hari saja ada 100 lebih tongkang melintas.
Setibanya di jembatan ini, tampak di kiri dan kanan ada beberapa petugas disibukkan dengan gergaji besi, palu, dan alat tukang lainnya. Mereka adalah petugas yang sedang melakukan pemeliharaan jembatan.
Jika menoleh ke bawah, ketinggian dari jembatan hingga menyentuh air sungai sekitar 15-18 meter. Ruas sungai di bawah jembatan itu dibelah dua oleh salah satu Situs Geopark Meratus, yaitu Pulau Bakut, tempat kehidupan hewan endemik Kalimantan, Bekantan.
Baca juga: Pesona Geopark Meratus di kampung "Seribu Jukung" Pulau Sewangi
Memandang lalu-lalang "emas hitam" di Situs Geopark Meratus
Oleh Tumpal Andani Aritonang Sabtu, 9 Desember 2023 22:25 WIB