Martapura (ANTARA) - Target Angka Prevalensi Stunting (APS) menjadi 14 persen tahun 2024 di Kalimantan Selatan, berisiko tidak tercapai jika integrasi program yang lintas instansi pusat dan daerah tidak dilakukan.
Hal itu di sampaikan oleh Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan Rudy M Harahap dalam Rekonsiliasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan Penandatanganan Komitmen Bersama Percepatan Penurunan Stunting di Gedung Mahligai Sultan Adam, Martapura, Kamis.
Berdasarkan rilis BPKP Kalsel, yang diterima Antara, Jum’at (18/11) disampaikan, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, APS Kalimantan Selatan masih terburuk keenam, yaitu 30%. Karena itu, ungkap Rudy, harus ada penilaian risiko gabungan melibatkan lintas instansi pusat dan daerah dengan menerapkan Extended-Enterprise Risk Management (EERM).
Lebih lanjut Rudy mengungkapkan, EERM memungkinkan lintas instansi pusat dan daerah bersama-sama mengupayakan pencapaian target APS Kalimantan Selatan.
Dalam EERM tersebut, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan menjadi instansi yang memimpin percepatan penurunan stunting di Kalimantan Selatan.
“BKKBN harus berkolaborasi dengan dinas, balai, dan organisasi lain di Kalimantan Selatan agar tercipta sinergitas antar lembaga dalam mencapai target APS Kalimantan Selatan tahun 2024,” katanya.
Ia juga menambahkan, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan harus mulai mengidentifikasi berbagai instansi pemerintah yang berperan penting dalam penurunan stunting, mengidentifikasi dan menilai risiko lintas sektoral, dan kemudian memitigasi risiko-risiko lintas sektoral.
Rudy juga mengemukakan, dalam EERM, Perwakilan BPKP Kalimantan Selatan berperan mengintegrasikan, mengolaborasikan, dan mendorong sinergitas antar lembaga Dalam mencapai target APS Kalimantan Selatan.
“Untuk menjalankan EERM secara bersama, kita memerlukan fondasi behaviour, ethics, and values,” tambahnya.
Alumni Digital Leadership Academy Harvard Kennedy School itu juga mengungkapkan, dua isu strategis hasil evaluasi BPKP atas program percepatan penurunan stunting di Kalimantan Selatan, yaitu pemilihan lokasi Program Infrastruktur Berbasis Masyarakat (IBM) tidak selaras dengan lokasi APS yang tinggi dan intervensi sensitif berupa pendidikan keluarga tidak menjadi prioritas.
Atas isu strategis tersebut, Gubernur Kalimantan Selatan dan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan telah diminta agar bersama-sama dengan instansi pusat dan daerah di Kalimantan Selatan berkolaborasi dan menetapkan kesepakatan lintas sektoral.
Sebagai bentuk aksi nyata, pada acara tersebut juga dilakukan penandatanganan Komitmen Bersama oleh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan, Ketua TPPS Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan, dan Ketua TPPS Kabupaten/Kota se-Provinsi Kalimantan Selatan.
Komitmen Bersama Percepatan Penurunan Stunting di Kalimantan Selatan tersebut memuat delapan poin penting, di antaranya melakukan percepatan indikator RAN-PASTI, mengupayakan pendanaan APBD Kabupaten/Kota, mengedepankan bahan pangan lokal untuk pemenuhan gizi seimbang keluarga, dan menyediakan akses sarana air bersih dan sarana sanitasi bagi masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu.
Selanjutnya, Komitmen Bersama menyepakati peningkatan sinergitas kegiatan lintas sektor, memastikan akurasi data dan menjadi satu data dasar dalam melakukan intervensi terhadap keluarga berisiko stunting, mendorong pengembangan regulasi di seluruh tingkatan pemerintah, dan meningkatkan intervensi terhadap pendidikan keluarga.
“Hasil evaluasi BPKP dan Komitmen Bersama diharapkan dapat segera mendorong berbagai pihak menentukan langkah strategis yang integratif mengejar target APS Kalimantan Selatan tahun 2024,” tutupnya.