Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Biaya dana, dan biaya operasional serta produksi perbankan Indonesia tidak kompetitif dibanding negara-negara lain di ASEAN, sehingga mendorong tingkat bunga pinjaman melejit dan menyulitkan masyarakat, kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara.
"'overhead cost' (biaya operasional serta produksi) di Indonesia dua kali lipat lebih tinggi dibanding perbankan di negara2 ASEAN," kata Mirza seusai penyerahan sertifikat Standar Organisasi Internasional (ISO) 9001:2015 kepada BI untuk layanan "Contact Center", di Jakarta, Senin.
Mirza mengakui beban tingginya biaya dana (cost of fund) dan "overhead cost" itu akhirnya memaksa perbankan untuk memasang bunga pinjaman yang tinggi.
Tingginya bunga pinjaman itu juga dipengaruhi laju inflasi yang rata-rata masih di atas 5 persen, meskipun pada 2015, secara tahunan inflasi berada di 3,3 persen.
"Suku bunga dana itu logikanya selalu ada di atas inflasi sedikit, jadi inflasi harus turun dulu," ucapnya.
Untuk memangkas "overhead cost", Mirza mengatakan perbankan perlu agar bisa lebih efisien dalam operasional dan produksi, seperti dalam pengadaan infrastruktur, penyediaan tenaga kerja dan beban operasional lainnya.
"Maka itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pendekatannya memberikan insentif," ujar dia.
Selain, biaya dana, "overhead cost" dan inflasi, Mirza mengatakan, perbankan juga masih kerap membutuhkan dana besar untuk pencadangan kredit macet.
Dana pencadangan kredit macet itu juga turut berkontribusi pada perhitungan suku bunga pinjaman.
Maka dari itu, menurutnya, rasio kredit macet harus ditekan dengan perbaikan pendapatan masyarakat dan secara keseluruhan struktur makro ekonomi.
"Setelah ekonomi melemah, kredit bermasalah (industri perbankan) 2,6-2,7 persen, jadi memang jika kita mencapai iklim makro ekonomi yang lebih stabil, maka biaya pencadangan kredit bermasalah ini bisa turun," kata dia.
Penurunan biaya dana, "overhead cost" serta risiko kredit macet (non-performing loan), menjadi sasaran insentif yang sedang dimatangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK menargetkan dapat mengeluarkan paket insentif itu pada Maret 2016. Tujuannya, agar perbankan lebih efisien, sehingga dapat menurunkan bunga kredit ke masyarakat.
Bunga kredit untuk semua sektor ditargetkan pemerintah dapat turun ke satu sigit. Wakil Presiden Jusuf Kalla menginginkan bunga kredit pinjaman dapat menjadi sekitar tujuh persen pada 2017./f