New York (ANTARA) - Wall Street merosot pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), menutup kuartal pertama dengan penurunan kuartalan terbesar sejak pandemi pada 2020, karena kekhawatiran berlanjut tentang konflik yang berkelanjutan di Ukraina dan dampak inflasinya terhadap harga-harga dan respons Federal Reserve.
Indeks Dow Jones Industrial Average kehilangan 550,46 poin atau 1,56 persen, menjadi menetap di 34.678,35 poin. Indeks S&P 500 tergelincir 72,04 poin atau 1,57 persen, menjadi berakhir di 4.530,41 poin. Indeks Komposit Nasdaq jatuh 221,75 poin atau 1,54 persen, menjadi ditutup pada 14.220,52 poin.
Sementara S&P memang mengalami kuartal terburuk sejak pandemi COVID-19 terjadi di Amerika Serikat pada 2020, saham agak rebound pada Maret.
Untuk kuartal tersebut, indeks S&P 500 turun 4,9 persen, Dow Jones kehilangan 4,6 persen dan Nasdaq anjlok 9,1 persen, tetapi untuk Maret S&P 500 naik 3,6 persen, Dow Jones naik 2,3 persen dan Nasdaq terangkat 3,4 persen.
Sementara optimisme tentang kemungkinan kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia membantu mengangkat saham awal pekan ini, harapan dengan cepat menguap dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (31/3/2022) mengancam akan menghentikan kontrak yang memasok sepertiga dari gasnya ke Eropa kecuali jika dibayar dalam rubel saat Ukraina bersiap untuk lebih banyak serangan.
Baca juga: Saham AS dan Eropa menderita kuartal terburuk
Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru terkait Rusia, dan Presiden AS Joe Biden meluncurkan pelepasan terbesar dari cadangan minyak darurat negara itu dan menantang perusahaan-perusahaan minyak untuk mengebor lebih banyak dalam upaya menurunkan harga bensin yang melonjak selama perang di Ukraina.
Harga-harga saham telah menjadi sensitif terhadap tanda-tanda kemajuan menuju pakta perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Inflasi AS yang sudah tinggi telah meningkat dengan melonjaknya harga-harga komoditas seperti minyak dan logam sejak perang dimulai.
Seiring kenaikan harga-harga, The Fed menjadi semakin mungkin untuk menjadi lebih agresif dalam menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi, yang berpotensi membatasi pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Wall Street berakhir menguat
Data pada Kamis (31/3/2022) menunjukkan harga konsumen hampir tidak naik pada Februari karena tekanan harga meningkat, sementara pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) tidak termasuk makanan dan energi naik 0,4 persen, sesuai dengan ekspektasi.
"Angka PCE keluar hari ini, yang merupakan angka pilihan Fed, dan meskipun itu tepat sasaran, itu lebih tinggi dari bulan lalu, dan perasaan itu akan terus naik, oleh karena itu Anda melihat beberapa pelemahan," kata Ken Polcari, Managing Partner di Kace Capital Advisors di Boca Raton, Florida.
"Itu hanya memperkuat (Ketua Fed) Jay Powell dan posisi Fed untuk lebih agresif sehingga akan ada beberapa kenaikan 50 basis poin."
Investor akan melihat ke laporan pekerjaan pada Jumat untuk konfirmasi lebih lanjut tentang kekuatan pasar tenaga kerja dan wawasan tentang kemungkinan jalur kebijakan moneter oleh bank sentral AS.
Volume transaksi di bursa AS mencapai 12,08 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 13,9 miliar saham untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.