Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak pemboikotan terhadap produk Prancis seiring Presiden Emmanuel Macron yang masih bersikeras tidak meminta maaf kepada umat Islam atas pelecehannya terhadap Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam (SAW).
"Memboikot semua produk yang berasal dari negara Prancis serta mendesak kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan tekanan dan peringatan keras kepada Pemerintah Prancis," kata Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Ia meminta Pemerintah Indonesia untuk sementara waktu menarik Duta Besar Indonesia di Paris, Prancis, hingga Presiden Macron menarik ucapannya dan meminta maaf kepada umat Islam se-dunia yang melontarkan pernyataan bernada "Islamophobia".
Muhyiddin mengatakan umat Islam tidak ingin mencari musuh tetapi hanya ingin hidup berdampingan secara damai dan harmonis.
Waketum MUI itu juga meminta Presiden Prancis segera menghentikan segala tindakan penghinaan dan pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW, terlebih Komisi HAM PBB menyebut penghinaan terhadap Rasulullah bukanlah bentuk kebebasan berekspresi.
Ia juga mendukung sikap Organisasi Kerja sama Islam (OKI) yang telah memboikot produk-produk dari Prancis.
"Mendesak kepada Mahkamah Uni Eropa untuk segera mengambil tindakan dan hukuman kepada Prancis atas tindakan dan sikap Presiden Emmanuel Macron yang telah menghina dan melecehkan Nabi Besar Muhammad SAW," kata Muhyiddin Junaidi.
MER-C mengecam
Sementara itu pimpinan presidium organisasi sosial kemanusiaan untuk korban perang, konflik dan bencana alam yang bergerak dalam bidang kegawatdaruratan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee" (MER-C) Indonesia juga mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat segera merespon dan mengambil sikap atas pernyataan Presiden Prancis dengan mendorong permintaan maafnya kepada umat Islam.
"Hal ini agar polemik yang dapat menimbulkan perpecahan kerukunan umat beragama tidak berlarut,' kata Ketua Presidium MER-C dr Sarbini Abdul Murad menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebutkan Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia.
MER-C menyayangkan sekaligus mengecam pernyataan Macron itu sebagai pernyataan yang tidak bertanggung jawab dan memecah belah kerukunan umat beragama di dunia
"Kami turut menyayangkan sekaligus mengecam pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Itu adalah pernyataan yang tidak bertanggung jawab. Macron telah menyebarkan kesalahpahaman terhadap Islam. Sebuah penyataan yang dapat memecah belah kerukunan umat beragama di dunia," katanya Sarbini.
"Macron mestinya bijak dalam menilai Islam," tambah Sarbini Abdul Murad, dokter pertama Indonesia yang berada di garis depan perbatasan Rafah, Mesir-Palestina saat perang 22 hari Palestina-Israel akhir Desember 2008 .
Ia menjelaskan Macron mestinya bisa belajar dari sosok Vladimir Putin, Presiden Rusia yang bijak dalam melihat Islam. Meski di Rusia terjadi pemberontakan separatis Chechen, tidak berarti Putin menyudutkan Islam secara keseluruhan.
Sementara Macron sebagai orang nomor satu di Prancis memilih membiarkan dan menolak untuk melarang keputusan media di negara tersebut, Charlie Hebdo yang menerbitkan kembali kartun Nabi Muhammad SAW pada September 2020 dengan alasan kebebasan berekspresi, suatu sikap pemimpin negara yang sangat melukai dan menuai reaksi keras dari berbagai kalangan umat Islam di seluruh dunia.
Hal ini berbahaya karena menjadi modus menyebarkan kebencian terhadap Islam.
"Untuk itu, MER-C meminta kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk segera meminta maaf kepada umat Islam dunia. Kami pikir meminta maaf adalah jalan yang bijak, serta melarang kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW," demikian Sarbini Abdul Murad.