Jakarta (ANTARA) - Di depan layar komputer, Truly Hutagalung berseru bangga saat menyaksikan tampilan puluhan desain fesyen hasil karya murid-murid istimewanya dari Komunitas Tuli Gresik, Jawa Timur.
Pengajar sekolah mode ESMOD Jakarta ini begitu terpukau dengan kemampuan anggota Komunitas Tuli Gresik (Kotugres), dalam mempresentasikan karya mereka. Karya tersebut menjadi tugas akhir dari seluruh rangkaian pelatihan fesyen bagi anggota Kotugres.
Sebagai guru senior di sekolah mode internasional, Truly tetap merasa takjub dan bersyukur atas hasil yang dicapai anggota Kotugres. Bagi dirinya bukan perkara mudah untuk menjalankan pelatihan bagi para penyandang tunarungu, terlebih dalam kondisi pandemi COVID-19.
Dengan segala keterbatasan, ternyata anggota Kotugres bisa melaksanakan pelatihan yang sebagian besar dilakukan secara daring dengan lancar. Semua yang diajarkan mampu dipahami dan diaplikasikan dengan baik.
Komunitas Tuli Gresik merupakan bagian dari kelompok difabel binaan Unit Pelaksana Teknis Resource Centre Gresik (UPT RC Gresik), lembaga pengembangan pendidikan anak berkebutuhan khusus di Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik.
UPT RC Gresik selama ini banyak menjalin kerja sama pengembangan masyarakat dengan berbagai perseroan dalam menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Termasuk untuk Kotugres, sahabat tuli ini menjadi penerima manfaat CSR dari PT Pertamina Gas, perusahaan afiliasi PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk.
Pelatihan fesyen anggota Kotugres yang difasilitasi oleh Pertagas bersama ESMOD Jakarta tersebut berlangsung selama tiga bulan. Tepatnya dimulai pada 20 Juli 2020 dan berakhir 14 Oktober lalu.
Seluruh pelatihan yang awalnya direncanakan melalui tatap muka harus disesuaikan karena pandemi COVID-19. Melalui berbagai inovasi, Pertagas dan ESMOD Jakarta berhasil mengubah sebagian besar modul pelatihan ke dalam konsep daring.
Lewat pertemuan secara daring, para pengajar ESMOD menyampaikan materi kepada para anggota Kotugres dengan dibantu penerjemah Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Satu dari sisi Kotugres dan satu lagi dari sisi ESMOD Jakarta, sehingga mereka bisa saling melengkapi.
"Sangat challenging bagi kami. Ini yang pertama kali, tapi bersyukur selalu ada solusi untuk mengatasi kendala yang ada," ujar Supervisor Sales Ambassador ESMOD Jakarta, Theresia Nastiti.
Sebanyak 6 dari 26 anggota Kotugres yang memiliki minat di bidang fesyen diikutsertakan dalam program ini, lainnya secara terpisah mendapatkan pelatihan di bidang kuliner dan kerajinan. Tak hanya belajar cara menjahit, lewat tangan dingin guru-guru ESMOD Jakarta, anggota Kotugres mendapatkan pelatihan fesyen dan bisnis mode secara utuh.
Enam anggota kelompok fesyen Kotugres dibagi ke dalam 4 kelompok sesuai dengan area minat masing-masing. Ada yang berminat menghasilkan karya seragam, karya busana muslim, dan karya busana anak.
Dalam presentasi tugas akhir, mereka diharuskan memaparkan bagaimana mereka menemukan ide, menuangkan ke dalam konsep desain, hingga mengimplementasikannya menjadi sebuah hasil akhir berupa produk baju siap pakai.
Selain menampilkan karya berupa desain dan produk jadi, mereka juga diminta mempresentasikan aspek bisnis dari produk yang dihasilkan. Alfa, salah satu peserta Kotugres, memilih untuk memproduksi pakaian seragam sekolah elite. Meski baru belajar di dunia fesyen, karya Alfa berhasil memukau para guru.
Melalui bahasa isyarat Indonesia atau Bisindo yang diterjemahkan, Alfa menyampaikan keinginan agar produk karyanya yang berasal dari namanya sendiri, bisa diterima di sekolah-sekolah maupun perkantoran.
Sementara itu, Wilda yang melahirkan brand Ilda memilih untuk fokus ke karya busana muslim perempuan. Harapannya bisa dijual di butik, bisa untuk santai dan acara formal, jelasnya juga melalui bahasa isyarat Bisindo.
“Kita ingin teman-teman Kotugres memiliki sense of business juga. Memilih materi produksi, menghitung biaya produksi hingga menentukan harga ritel terbaik dari produk mereka nantinya,” ujar Theresia Nastiti penuh semangat.
ESMOD sangat mengrapresiasi upaya Pertagas yang memberi kesempatan kepada sekolah mode ini untuk ikut serta berkontrubisi dalam pengembangan kemampuan diri anggota Kotugres.
Peluang ini sekaligus dijadikan tantangan bagi ESMOD untuk bisa menciptakan pelatihan di bidang fesyen terhadap semua kalangan, termasuk para penyandang disabilitas. Oleh karena itu, ESMOD kedepannya juga akan menyusun beberapa modul pelatihan dalam bentuk video tutorial, sehingga lebih mudah dipelajari ulang.
Siapkan kemandirian
Innik Hikmatin, Kepala UPT RC Gresik menceritakan bahwa Kotugres yang beranggotakan 30 orang penyandang tunarungu awalnya adalah anak-anak didik di lembaga yang dipimpinnya. Begitu beranjak dewasa dan berusia produktif maka perlu dibuat kelompok untuk menyiapkan kemandirian bagi mereka ke depannya.
Sebelum bertemu dengan Pertagas, Innik sempat merasa khawatir dan prihatin atas nasib kelompok sahabat tuli ini. Mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Belum lagi dengan keterbatasan fisik juga modal karena rata-rata berasal dari kalangan tidak mampu.
Namun Innik tetap yakin bahwa pertolongan dari Tuhan akan datang. Benar saja, ada tim dari Pertagas Operation East Java Area pada 2018 menemui dirinya di UPT RC Gresik terkait permasalahan sosial di sekitar wilayah operasi perusahaan.
"Saya yakin Pertagas ini adalah kiriman dari Allah untuk membantu kami," katanya saat wawancara via daring.
Tak lama kemudian, Kotugres terbentuk pada Mei 2019. Pertagas juga menggandeng Innik Hikmatin sebagai pembina Kotugres. Innik pun berharap anggota Kotugres bisa meningkatkan keterampilan serta menerima bantuan modal untuk mandiri.
Gayung bersambut, Pertagas memberikan bantuan mesin jahit, bahan-bahan kain hingga alat-alat sablon. Kemudian kaos dan bahan-bahan yang akan disablon juga diberikan. Pertagas juga memberikan pelatihan menjahit secara profesional. "Semua dalam bentuk barang dan jasa, bukan uang," ujar Innik.
Berkat pendampingan dari Pertagas, anggota Kotugres berangsur bisa meningkatkan kapasitas dan lebih percaya diri. Mereka bisa memperoleh penghasilan yang lumayan dari jasa menjahit pakaian. Sementara dari berbagai pelatihan dan ilmu yang mereka dapatkan, diharapkan bisa didesiminasikan ke orang lain termasuk adik-adik kelasnya.
"Ilmu bahasa isyarat, bisa mereka ajarkan kepada guru pendamping dalam pendidikan inklusi karena kami punya 275 binaan sekolah," tambah Innik yang dikenal sebagai local hero bagi para difabel di Gresik.
Hanya saja hambatan sempat dialami saat awal wabah COVID-19, dimana aktivitas Kotugres mengalami penurunan. Beberapa anggota Kotugres yang sebelumnya aktif di kegiatan menjahit dan sablon, terpaksa tidak bisa bekerja optimal.
Untuk mengatasi hal tersebut, Innik memberlakukan kebijakan kerja dari rumah (WFH) untuk kegiatan menjahit dan sablon, sehingga pendapatan anggota Kotugres tetap terjaga. Sekaligus juga mendukung imbauan pemerintah untuk mengurangi kegiatan berkumpul, termasuk kegiatan produksi Kotugres yang dipusatkan di UPT Resource Center.
"Di satu sisi kami tidak bisa mempertaruhkan risiko kesehatan teman-teman Kotugres, tetapi Kotugres juga harus tetap bisa berkarya untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka," ujar Innik.
Saat mengalami hambatan, anggota Kotugres berinsiatif memproduksi masker. Ide pembuatan masker, muncul dari adanya kegelisahan karena banyak tamu yang bertandang ke UPT RC Gresik tidak memakai masker. Sehingga mereka membuat 25 masker dari sisa kain perca bantuan Pertagas. Sebagian masker buatan Kortuges dipakai sendiri dan sisanya dibagikan ke tamu dan masyarakat sekitar.
Tanpa disangka kegiatan membuat masker tersebut malah mendatangkan berkah. Ada perusahaan yang memesan 1.000 masker. "Ini rezeki dari Allah yang awalnya tidak punya modal dan berusaha membantu orang lain, ternyata alhamdulilah diberikan rezeki dapat order buat 1.000 masker. Pesanan ini langsung dikerjakan secara merata dengan teman-teman difabel lain," kata Innik.
Kegiatan pembuatan masker terus berlanjut hingga sekarang karena banyaknya permintaan. Mereka juga tetap mengikuti kegiatan pelatihan fesyen termasuk bersama ESMOD baik secara daring dan luring dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Innik bersyukur dalam situasi pandemi yang sulit seperti sekarang, anggota Kotugres bisa menghasilkan pendapatan rata-rata sekitar Rp 5,3 juta per orang setiap bulannya dari kegiatan menjahit pakaian dan pembuatan masker.
Pemetaan sosial
Keberhasilan anggota Kotugres dalam mempertahankan bahkan meningkatkan penghasilan di tengah pandemi tidak terlepas dari andil Pertagas yang cepat melakukan adaptasi dalam program pengembangan masyarakat bagi mitra binaan.
Thendri Supriatno, seorang konsultan CSR, juga menyebutkan bahwa dalam masa pandemi perlu ada penyesuaian inisiatif CSR. Hal ini terkait adanya penyesuaian sistem kerja perusahaan dalam seluruh value chain perusahaan, dengan penerapan protokol kesehatan, sebagai tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan.
Zainal Abidin, Manager Communication, Relation dan CSR Pertagas, mengakui selama pandemi COVID-19, menjadi tantangan bagi Pertagas dalam melakukan pendampingan mitra binaan karena kondisi yang tidak biasa.
Untungnya, program Community Development di sekitar wilayah operasi Pertagas selalu berdasarkan pada pemetaan permasalahan sosial atau social mapping hingga penyusunan peta jalannya.
Dari peta jalan tersebut, perusahaan bisa mengasumsikan jangka waktu pelaksanaan program. Misalnya 3 tahun atau 5 tahun, agar bisa berkelanjutan hingga ke fase kemandirian. Dengan begitu, program dapat terus memberi manfaat bagi masyarakat penerima manfaat. Bahkan, ketika Pertagas tak lagi mendampingi karena perusahaan juga sudah memiliki exit strategy.
Selama pandemi tahun ini, seluruh program CSR Pertagas juga dilakukan pemetaan ulang dan dievaluasi lagi. Disesuaikan dengan peta jalan dari masing-masing program. Setelah ini, baru diputuskan apakah tetap jalan, ditunda dulu atau bahkan disetop.
Sebagai contoh program untuk Kotugres, semula ada rencana tahun 2020 ingin buat ajang fashion show. Jadi pihak ESMOD akan memfasilitasi teman Kotugres ikut menampilkan karyanya dalam ajang fashion show di Jakarta. Tetapi karena pandemi dievaluasi lagi.
Namun, Pertagas patut berbangga karena bersama ESMOD mampu merumuskan modul pelatihan yang bisa menjadi cara baru di masa kenormalan baru nanti. Bahkan ke depan, tidak menutup kemungkinan konsep ini bisa ditularkan ke kelompok difabel tuli lain yang ingin belajar fesyen.
Bagi Pertagas dan juga perusahaan lain, melaksanakan program CSR di tengah pandemi memang bukan pekerjaan mudah, banyak tantangan yang dihadapi.
Jika dijalankan dengan tepat dan mengedepankan protokol kesehatan. program CSR dapat menjadi kontribusi perusahaan untuk ikut mengurangi kesulitan masyarakat terdampak COVID-19, sekaligus sebagai investasi jangka panjang yang berkelanjutan bagi perseroan.