Isu perlindungan tenaga kerja pada sektor perkebunan sawit kerap dijadikan alat negara-negara Eropa untuk menyerang produk komoditas ekspor Indonesia tersebut.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Sumarjono Saragih di Palembang, Senin, mengatakan, Indonesia sebagai pihak yang diserang harus berupaya melawan sembari terus melakukan pembenahan terhadap kesejahteraan tenaga kerja bidang perkebunan sawit.

“Ada tuduhan global yang mengatakan bahwa perkebunan sawit Indonesia kurang melindungi tenaga kerja. Ini harus dibuktikan, salah satunya perusahaan-perusahaan harus memastikan bahwa memang pekerja-pekerja mereka sudah masuk program jaminan sosial,” kata Sumarjono.

Ia mengatakan berdasarkan data BPJS Kesehatan di Provinsi Sumatear Selatan disebutkan dari 2,8 angkatan kerja diketahui hanya 657.000 yang sudah terlindungi program jaminan sosial.

Menurut Sumarjono, data BPJS Kesehatan ini perlu dibedah lagi sehingga bisa diketahui apa yang menjadi penyebab banyak perusahaan tidak melaksanakan kewajibannya. Apalagi, kepesertaan dalam program jaminan sosial baik di BPJS Kesehatan maupun di BPJS Ketenagakerjaan merupakan mandatory Undang-Undang.

Bukan hanya BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Apindo Sumsel sebagai organisasi yang menaungi para pengusaha juga akan membuka data asosiasi sehingga dapat diketahui dan diketemukan secara pasti perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya.

“Ini penting, jika semua pekerja telah dijamin maka tidak ada alasan lagi negara-negara Eropa untuk menyerang produk sawit kita,” kata dia.

Data Kemendag menunjukkan bahwa Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan CPO ke Eropa. Setiap tahun rata-rata ekspor CPO Indonesia ke Eropa mencapai 3,5 juta ton sedangkan kebutuhan CPO Eropa mencapai 6,3 juta ton. Sedangkan, Malaysia di tempat kedua dengan nilai ekspor mencapai 1,5 juta ton.

Potensi Indonesia dalam menghasilkan minyak nabati ini menjadi ancaman sendiri negara-negara di Eropa karena mampu menjadi penyuplai utama kebutuhan.

Eropa sendiri tidak bisa berbuat banyak karena perkebunan sawit jauh memiliki keungulan dibandingkan produk minyak nabati miliknya dari biji matahari dan kedelai. Dalam satu hektare perkebunan sawit bisa menghasilkan 8 ton minyak sawit per tahun, sementara untuk biji matahari hanya 0,3 ton per tahun.

Oleh karena itu, tak heran jika dimunculkan isu-isu berbau kampanye hitam seperti produk yang tidak aman untuk kesehatan, merusak lingkungan, hingga pengeksploitasian tenaga kerja anak-anak.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada tingkat diplomasi mengatakan Indonesia telah menggandeng Malaysia untuk melawan kampanye hitam ini.

Selain itu, Delegasi Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada November tahun lalu kembali minta Uni Eropa (UE) untuk menghentikan pelabelan produk "bebas minyak sawit" secara sukarela karena diskriminatif dan hanya menguntungkan salah satu pihak.

 

Pewarta: Dolly Rosana

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019