Syarkawi bin Amit alias Syarkawi A dengan sapaan akrabnya Paman Awi, merupakan seorang seniman yang komplit, kemampuan berbagai bidang  karya seni dianugerahkan tuhan kepadanya. Dedikasinya di dunia seni dimulai sejak tahun 70-an, dan tetap lestari hingga kini. 

Sosok pemberi inspirasi, yang berjuang dengan caranya sendiri. Seniman kelahiran Paringin 16 April 1952 itu kini hanya terkulai lemah di pembaringan, dalam sebuah rumah tipe tiga enam. Di pinggiran kota kecil nan kaya raya bernama Paringin, ibu kota Kabupaten Balangan.

"Bapak sudah tiga tahun terakhir ini tidak bisa berjalan lagi. Duduk pun hanya bisa sebentar," ujar Norbainah, istri yang setia menemani.

Kendati kondisi menuntutnya demikian, semangat Paman Awi untuk tetap memberikan energi positif bagi orang-orang di sekitarnya tak pernah padam ditelan penyakit yang bersemayam di badan.

Saat disambangi seniman muda Balangan bersama para jurnalis media, dengan dibantu sang istri, ayah dari dua putra ini berjuang bangkit dari ranjangnya untuk  menyapa anak-anak yang ingin mengenal lebih dalam tentang dia dan semua karya-karyanya.

Pensiunan pegawai negeri sipil guru sekolah dasar ini, hampir menguasai semua ilmu kesenian. Mulai dari  jadi musisi, penyair, pelukis maupun penulis. Dia juga dikenal sebagai pemancing ulung.

Namanya mulai dikenal generasi milenial setelah lagu yang diantaranya berjudul Balawang Tujuh dan lagu Balangan Sayang yang dia ciptkan sejak 2003, dan diaransemen ulang pada 2007, kemudian lebih disempurnakan lagi pada tahun 2014 lengkap dengan video klip yang kekinian.

Balangan Sayang, lagu yang mengisahkan betapa kayanya tanah Balangan. Dari hulu ke hilir. Kaya akan sumber daya alam, budaya, kuliner, kearifan lokal, suku, agama dan ras. Semuanya ada di bumi berjuluk Sanggam.

Seniman tetaplah seniman, jiwanya "tersandera" oleh komitmen dan  idealisme. Hatinya nanar melihat kondisi Balangan. Ia gelisah akan nasib anak cucu di masa depan. Kegetiran itu ia tuangkan dalam tumpukan lirik di penghujung lagu Balangan Sayang, yang kini sudah hilang.

"Balangan Sayang, Paringin malang. Kini tanahmu baluang-luang. Rusak hutanmu ulih lubang harang. Sumur babanyu karing karuntang. Balangan Sayang, Paringin malang. Si amas hirang kukut batantan, ini titipan lain warisan. Si anak cucu diganang-ganang," inilah lirik dari lagu tersebut yang sengaja dihilangkan, demi sebuah kepentingan.

Fuad Ridha, saksi sekaligus pelaku utama yang tahu bagaimana proses hilangnya lirik asli di lagu Balangan Sayang tersebut, hingga akhirnya muncullah lagu Balangan Sayang seperti yang kini dikenal.

"Pada tahun 2007, kami diminta Pemkab Balangan melalui Kabag Humas saat itu, untuk mengedit video profil Balangan yang materinya tentang kekayaan khas daerah. Dalam prosesnya saya berpikir perlu backsound yang khas pula untuk melengkapi video profil ini," ceritanya.

Saat itu, kata Fuad, ia teringat pernah mendengar lagu Balangan Sayang dalam salah satu kesempatan, yang ternyata adalah karya Paman Awi dengan lirik aslinya yang belum direvisi.

Untuk keperluan pembuatan profil tadi, secara pribadi Fuad menemui Paman Awi untuk minta izin agar lagu itu disesuaikan baik lirik maupun style musiknya, sehingga lagunya betul-betul sesuai untuk melengkapi kebutuhan video profil daerah.

"Kami minta izin kepada Paman Awi untuk mengaransemen ulang musik Balangan Sayang menjadi lebih modern beserta sedikit revisi pada liriknya, termasuk menghilangkan satu paragraf di lirik terakhir. Karena rasa kurang pas untuk lagu promosi daerah kalau itu tetap dimuat," ujarnya.

Tanpa banyak tanya, kata dia, Paman Awi mengizinkan tindakan tersebut dan hanya berkata "Apa yang tidak untuk Balangan? seiring berjalan waktu lirik yang hilang itu akan muncul dengan sendirinya dan diketahui anak cucu," tuturnya singkat.

Kini lagu itu bisa didengar dalam berbagai kesempatan, terutama acara resmi seperti peringatan Hari Jadi Kabupaten Balangan dan lainnya. Bahkan sudah dinikmati puluhan ribu viewer di youtube.

Tak hanya lagu. Salah satu karya tulisnya seperti cerita rakyat Si Pujung, sering dibawakan dalam lomba-lomba bercerita yang digelar oleh beberapa instansi dan organisasi. Puluhan lukisan landscape tentang Balangan pun pernah ia goreskan.

Akan tetapi, Fuad menyesalkan, beberapa karya buah tangan Syarkawi belum dibukukan, dicetak atau direkam, sehingga kurang bisa dinikmati masyarakat secara luas.

Fuad pun berharap ada perhatian semua pihak, khususnya Pemkab Balangan terhadap karya seni yang ditorehkan Syarkawi.

"Karya-karya Paman Awi sangat menginspirasi. Sudah sepatutnya, Balangan berterima kasih dan mengapresiasi lewat pengabadian karya beliau," imbuhnya.

Menurut Norbainah, suaminya di lingkungan sekitar dikenal sebagai sosok yang inovatif, penuh semangat membawa pembaruan di mana pun berada.

"Beliau seakan tak pernah lelah berkarya. Setelah pensiun sebagai pegawai negeri pun, beliau tetap produktif menulis buku, menciptakan lagu hingga melukis," paparnya.

Sebagai seniman, Paman Awi selalu menyempatkan diri untuk membaca. Puluhan buku tampak berbaris di lemari pojok ruang tamu. Di antara buku-buku itu ada catatan hariannya, pada halaman pertama buku harian tersebut tertulis "Hidup di Dunia Tidak Untuk Sial!,".

Pewarta: Roly Supriadi

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019