Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Satuan Tugas Kelapa Sawit International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah merampungkan analisa obyektif tentang dampak kelapa sawit terhadap keanekaragaman hayati secara global, serta menawarkan solusi untuk pelestarian lingkungan.

Kepala Satgas Kelapa Sawit IUCN, di Jakarta, Senin (4/2), mengatakan hasil studi menyimpulkan bahwa komoditas minyak nabati lainnya membutuhkan lahan sembilan kali lebih besar dibandingkan Kelapa Sawit.

"Mengganti komoditas kelapa sawit dengan komoditas minyak nabati lainnya, akan secara signifikan meningkatkan total kebutuhan lahan untuk memproduksi minyak nabati non kelapa sawit dalam rangka pemenuhan kebutuhan global atas minyak nabati," katanya, dalam keterangan pers usai menyerahkan hasil studi kepada kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Dijelaskan dia, di Indonesia alokasi pemanfaatan lahan untuk menunjang kehidupan seluas 33 persen atau 66 juta hektar dari total luas daratan Indonesia, dari luasan tersebut perkebunan kelapa sawit menjadi yang terluas dengan pemanfaatan sebesar 14 juta hektar, diikuti sawah yang menempati 7,1 juta hektar lahan, dan selebihnya pemukiman dan fasilitas publik lainnya.

Baca juga: UE dukung Indonesia capai target minyak sawit berkelanjutan

Hasil studi juga menyatakan bahwa wilayah tropis di Afrika dan Amerika Selatan merupakan daerah potensial untuk penyebaran kelapa sawit, wilayah tersebut merupakan habitat bagi setengah atau 54 persen dari spesies mamalia terancam di dunia dan hampir dua pertiga atau 64 persen dari spesies burung yang terancam.

"Jika kelapa sawit digantikan oleh tanaman penghasil minyak nabati lainnya, maka akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem hutan tropis dan savana di Amerika Selatan," katanya, yang juga penulis utama dalam studi tersebut.

Menurut dia, jika melihat dampak kerusakan terhadap keanekaragaman hayati yang ditimbulkan oleh kelapa sawit dengan perspektif global, maka tidak ada solusi yang sederhana.

Separuh dari populasi dunia menggunakan minyak kelapa sawit dalam bentuk makanan, dan jika ini dilarang atau diboikot, minyak nabati lainnya yang membutuhkan lahan lebih luas akan menggantikan kelapa sawit.

Baca juga: DPRD Kotabaru perjuangkan harga sawit petani

Menurut dia, Kelapa sawit akan tetap dibutuhkan dan kita perlu segera mengambil langkah untuk memastikan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan, memastikan semua pihak  baik pemerintah, produsen dan rantai pasok saling menghargai komitmen mereka terhadap keberlanjutan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengatakan menyambut baik hasil studi yang telah dilakukan oleh IUCN, di tengah berbagai tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit, utamanya di Indonesia.

"Fakta berbasis ilmiah seperti ini sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada publik, terkait pengembangan kelapa sawit di Indonesia,” katanya.

Dijelaskan dia, di tahun 2050 diperkirakan kebutuhan minyak nabati dunia sebesar 310 juta ton dan saat ini minyak kelapa sawit berkontribusi sebesar 35 persen dari total kebutuhan minyak nabati dunia, dengan konsumsi terbesar di India, RRT dan Indonesia.

Adapun proporsi penggunaannya adalah 75 persen untuk industri pangan dan 25 persen untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel dan menanggapi keanekaragaman hayati hutan hujan tropis menurut dia berbagai jenis habitat hutan inilah yang mesti dioptimalkan.

Baca juga: Tahun depan bakal dibuat pembangkit listrik tenaga sawit

"Selain memberikan kawasan perlindungan ke satwa, pemerintah juga telah mengalokasikan ruang lain diluar kawasan perlindungan sebagai areal habitat satwa seperti koridor satwa, Kawasan Ekonomi Esensial (KEE), serta High Conservation Value (HCV)," katanya.

Ia berpesan, agar studi ini terus berlanjut guna mendapatkan data dan informasi yang objektif berbasis ilmiah terkait komoditas kelapa sawit dan studi ini hendaknya tetap menggunakan pendekatan target-target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), sebagai kerangka pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati secara global.

Turut hadir, Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Muhammad Fachir, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman, Executive Director Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Mahendra Siregar, perwakilan dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, serta perwakilan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia/GAPKI.

Pewarta: Fathurrahman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019