Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Meski hingga kini belum ada kepastian dirinya maju dalam pencalonan sebagai Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Banjarmasin, namun kabar rencana Wakil Walikota Banjarmasin Hermansyah bersaing sebagai kandidat menggantikan Drs H Djumadri Masrun menuai polemik.
Sejumlah pihak mempertanyakan syarat yang tak bisa dipenuhi oleh Hermansyah jika dia ikut maju dalam pencalonan, mengingat dia sebagai pejabat publik.
Seperti yang diungkapkan pengamat olahraga Kalsel Drs Sarmidi M.Kes. Dia jelas melihat Hermansyah tidak bisa ikut maju dalam pemilihan jika merujuk pada aturan perundang-undangan.
Sarmidi menyebut, ada dua aturan hukum yang jelas harus dipatuhi. Pertama, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) pada Pasal 40 menyebut pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
"Pada intinya Pasal 40 UU No 3/2005 tentang SKN ini mengatur larangan rangkap jabatan pengurus KONI dengan jabatan publik," tegasnya.
Kemudian juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 28 mengenai larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk turut serta dalam suatu perusahaan baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun.
"Jadi apabila seorang pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat atau melalui mekanisme pemilihan di DPR/DPRD, mereka tidak diperkenankan menjabat sebagai Ketua KONI. Kalau tetap maju berarti pelanggaran Undang-Undang," papar Ketua Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Sarmidi pun berharap tim penjaringan dan penyaringan bakal calon Ketua KONI Kota Banjarmasin masa bakti 2019-2023 bisa konsisten dengan aturan yang ada.
"Satu-satunya jalan tim penjaringan harus menolak jika memang yang tidak memenuhi syarat ikut mendaftar. Panitia pemilihan harus berani kalau mau menegakkan Undang-Undang," tegas mantan Sekretaris Umum KONI Kalsel ini.
Sarmidi menambahkan, pengurus cabang olahraga (cabor) juga harus kritis. Karena, kata dia, KONI dibentuk oleh masyarakat olahraga, yakni para cabor itu sendiri. Sehingga KONI bisa saja bubar jika terjadi arogansi di level atas.
"Yang harus disadari pula, kalau tidak ada cabor tidak ada juga yang namanya KONI," tandasnya.
Di sisi lain, jika pun misalnya tetap dipaksanakan orang yang sebenarnya dilarang untuk memimpin KONI tetap mulus melenggang menjadi nakhoda, maka kedepannya mengalami sejumlah kesulitan.
Misalnya soal anggaran yang sulit diperoleh jika dianggap kepemimpinan ilegal dalam tatanan administrasi negara.
"Karena tidak semua struktur di atasnya mengiyakan. Misalnya bantuan dana APBD, maka harus disetujui provinsi dan sebagainya. Kalau yang di provinsi berpegang teguh pada Undang-Undang maka pasti tidak akan menyetujui. Itu berarti KONI harus berdiri sendiri alias tidak boleh menggunakan APBD. Tentu ini jadi konsekuensi yang awalnya dipaksakan tadi," pungkasnya. Sementara Biro Media dan Humas KONI Kota Banjarmasin Edyansyah mengungkapkan, hingga Rabu (26/12) siang, sudah ada empat orang yang mengambil formulir pendaftaran.
Mereka adalah Jurmansyah dari pengurus Cabor Sky Air, Aris Eko Hayati dari Cabor Panahan, Hamzah Noor dari Cabor Bridge serta Djumadri Masrun dari Cabor Pencak Silat.
"Namun yang mengambil formulir ini mereka hanya perwakilan bukan berarti yang bersangkutan untuk mendaftar. Nanti baru ketahuan dari pengembalian formulir tertulis siapa namanya," jelas Edyansyah.
Panitia penjaringan dan penyaringan memberi batas waktu hingga Kamis (27/12) untuk pengembalian formulir pendaftaran.
Kemudian pada Jumat (28/12) pada pukul 10.00 hingga 14.00 WITA dilakukan verifikasi dan pada pukul 15.00 WITA diumumkan siapa bakal calon memenuhi syarat.
Sebelumnya, sebanyak 76 peserta dari 38 cabang olahraga hadir termasuk 2 peninjau cabor pada Rapat Anggota Koni Kota Terbatas (Rakonkottas) Banjarmasin tahun 2018 yang digelar 17 Desember lalu.
Rakonkottas untuk membahas tata tertib penjaringan bakal calon Ketua Koni Kota Banjarmasin periode berikutnya, menggantikan Drs H Djumadri Masrun yang telah dua periode memimpin hingga tak bisa lagi maju dalam pemilihan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
Sejumlah pihak mempertanyakan syarat yang tak bisa dipenuhi oleh Hermansyah jika dia ikut maju dalam pencalonan, mengingat dia sebagai pejabat publik.
Seperti yang diungkapkan pengamat olahraga Kalsel Drs Sarmidi M.Kes. Dia jelas melihat Hermansyah tidak bisa ikut maju dalam pemilihan jika merujuk pada aturan perundang-undangan.
Sarmidi menyebut, ada dua aturan hukum yang jelas harus dipatuhi. Pertama, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) pada Pasal 40 menyebut pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
"Pada intinya Pasal 40 UU No 3/2005 tentang SKN ini mengatur larangan rangkap jabatan pengurus KONI dengan jabatan publik," tegasnya.
Kemudian juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 28 mengenai larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk turut serta dalam suatu perusahaan baik milik swasta maupun milik negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun.
"Jadi apabila seorang pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat atau melalui mekanisme pemilihan di DPR/DPRD, mereka tidak diperkenankan menjabat sebagai Ketua KONI. Kalau tetap maju berarti pelanggaran Undang-Undang," papar Ketua Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Sarmidi pun berharap tim penjaringan dan penyaringan bakal calon Ketua KONI Kota Banjarmasin masa bakti 2019-2023 bisa konsisten dengan aturan yang ada.
"Satu-satunya jalan tim penjaringan harus menolak jika memang yang tidak memenuhi syarat ikut mendaftar. Panitia pemilihan harus berani kalau mau menegakkan Undang-Undang," tegas mantan Sekretaris Umum KONI Kalsel ini.
Sarmidi menambahkan, pengurus cabang olahraga (cabor) juga harus kritis. Karena, kata dia, KONI dibentuk oleh masyarakat olahraga, yakni para cabor itu sendiri. Sehingga KONI bisa saja bubar jika terjadi arogansi di level atas.
"Yang harus disadari pula, kalau tidak ada cabor tidak ada juga yang namanya KONI," tandasnya.
Di sisi lain, jika pun misalnya tetap dipaksanakan orang yang sebenarnya dilarang untuk memimpin KONI tetap mulus melenggang menjadi nakhoda, maka kedepannya mengalami sejumlah kesulitan.
Misalnya soal anggaran yang sulit diperoleh jika dianggap kepemimpinan ilegal dalam tatanan administrasi negara.
"Karena tidak semua struktur di atasnya mengiyakan. Misalnya bantuan dana APBD, maka harus disetujui provinsi dan sebagainya. Kalau yang di provinsi berpegang teguh pada Undang-Undang maka pasti tidak akan menyetujui. Itu berarti KONI harus berdiri sendiri alias tidak boleh menggunakan APBD. Tentu ini jadi konsekuensi yang awalnya dipaksakan tadi," pungkasnya. Sementara Biro Media dan Humas KONI Kota Banjarmasin Edyansyah mengungkapkan, hingga Rabu (26/12) siang, sudah ada empat orang yang mengambil formulir pendaftaran.
Mereka adalah Jurmansyah dari pengurus Cabor Sky Air, Aris Eko Hayati dari Cabor Panahan, Hamzah Noor dari Cabor Bridge serta Djumadri Masrun dari Cabor Pencak Silat.
"Namun yang mengambil formulir ini mereka hanya perwakilan bukan berarti yang bersangkutan untuk mendaftar. Nanti baru ketahuan dari pengembalian formulir tertulis siapa namanya," jelas Edyansyah.
Panitia penjaringan dan penyaringan memberi batas waktu hingga Kamis (27/12) untuk pengembalian formulir pendaftaran.
Kemudian pada Jumat (28/12) pada pukul 10.00 hingga 14.00 WITA dilakukan verifikasi dan pada pukul 15.00 WITA diumumkan siapa bakal calon memenuhi syarat.
Sebelumnya, sebanyak 76 peserta dari 38 cabang olahraga hadir termasuk 2 peninjau cabor pada Rapat Anggota Koni Kota Terbatas (Rakonkottas) Banjarmasin tahun 2018 yang digelar 17 Desember lalu.
Rakonkottas untuk membahas tata tertib penjaringan bakal calon Ketua Koni Kota Banjarmasin periode berikutnya, menggantikan Drs H Djumadri Masrun yang telah dua periode memimpin hingga tak bisa lagi maju dalam pemilihan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018