Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Tanggal 28 Oktober 2018, tepat peringatan 90 tahun Sumpah Pemuda dibacakan serentak oleh para pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928 silam.

Dimana salah satu petikan kalimatnya, yakni "Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia".

Kalimat ini tentu mengingatkan kembali kepada generasi muda betapa pentingnya kedudukan Bahasa Indonesia yang jadi perekat utama bangsa sebagai bahasa nasional di tengah jumlah bahasa daerah di Indonesia yang mencapai 652 bahasa.

Namun faktanya, mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah kerap dipandang sebelah mata oleh sebagian siswa. Hingga pada akhirnya berujung "pelemahan" kedudukan Bahasa Indonesia secara luas dalam kehidupan.
Menjaga marwah Bahasa Indonesia itulah yang kini menjadi pelecut semangat Rusma Noortyani untuk terus belajar dan membagikan ilmu yang diperolehnya kepada banyak orang, termasuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM).

Ya, sebagai dosen bergelar Doktor (S3) Pendidikan Bahasa Indonesia, Rusma tentu punya tugas tak ringan. Dia mendapat amanah mencetak calon tenaga pendidik yang nantinya kelak menjadi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

Sembari mentransfer ilmu yang sudah dimiliki, dia pun terus belajar dan belajar untuk merajut mimpi menjadi Guru Besar Bahasa Indonesia. Gelar profesor yang kini dicita-citakannya itu sebagai bukti kecintaannya kepada apa yang telah dipelajarinya selama ini, yakni Bahasa Indonesia.

"Saat ini merupakan Bulan Bahasa dan Sastra yang diselenggarakan setiap bulan Oktober karena berkaitan dengan Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928. Mari momentum ini untuk kita menjaga kedaulatan bahasa, karena Bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri," kata wanita kelahiran Banjarmasin 14 Juni 1979 ini.
Lalu apa yang harus dipelajari dalam Bahasa Indonesia, toh semua orang Indonesia sudah bisa Berbahasa Indonesia? Pertanyaan ini kerap muncul di benak para siswa yang pada akhirnya tersugesti untuk meremehkan mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.

Bagi Rusma, sikap seperti itu wajar kalau melihatnya dari satu sisi saja, yakni berbicara menggunakan Bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari. Padahal faktanya tidak sesederhana itu. Bidang ilmu atau mata pelajaran Bahasa Indonesia wajib dipelajari secara sungguh-sungguh jika ingin menguasai Bahasa Indonesia secara komprehensif.

"Pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan agar siswa mampu memahami tata bahasa (kaidah) dan menguasai empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara,  membaca, dan menulis," tutur ibu dari Adhwa Ramadhina dan Reany Fathinah Nuraini ini.
Apalagi jika melihat hasil Ujian Nasional (UN) bahwa siswa jarang mendapatkan nilai sempurna pada Bahasa Indonesia, tentu membuat Rusma miris dan prihatin. 

Hal itu dikarenakan siswa menganggap sepele dan malas membaca, ditambah alasan atau argumen soal bersifat mengecoh dengan pilihan jawaban dianggap mirip hingga ada saja kesalahan dalam menjawab.

Semua itu menurut Rusma tidak terjadi jika siswa benar-benar belajar dan menguasai kaidah dan keterampilan berbahasa, termasuk rajin mencari arti kata istilah-istilah asing yang jarang dipakai dalam keseharian berkomunikasi seperti verbal, deduktif, konotasi, homonim, polisemi, sinestesia dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kemudian dia juga melihat keberterimaan suatu kata justru masyarakat lebih mengenal duluan bahasa asing daripada Bahasa Indonesia. Contohnya, mikropon yang dalam Bahasa Indonesia pelantang. Online sebenarnya lebih tepat daring atau singkatan dari dalam jaringan.

Ada lagi download yang mengalahkan kata unduh istilah dalam Bahasa Indonesia. Laundry yang harusnya binatu serta efektif dan efisien yang lebih populer ketimbang mangkus dan sangkil.

"Jangan sampai Bahasa Indonesia asing di negara kita sendiri. Selalu tanamkan sikap positif dalam Berbahasa Indonesia, yakni setia bahasa, bangga bahasa dan sadar bahasa," ucapnya menekankan.
Rusma pun sepakat dan mendukung penuh upaya Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berusaha mengembalikan kejayaan Bahasa Indonesia melalui tagline ‘Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing’.

Linieritas pendidikan yang ditempuh dari sejak jenjang Program Sarjana (S1), Program Pascasarjana (S2) hingga Program Strata 3 (S3), menjadi bukti dia mengutamakan Bahasa Indonesia sejak awal kuliah dulu sampai meraih gelar Doktor. 

Kemudian bukti dia ingin melestarikan bahasa daerah dengan mengangkat penelitian untuk tesis berjudul Fonologi Bahasa Dayak Meratus serta judul disertasi "Narasi Aruh Adat Perkawinan Masyarakat Dayak Maanyan".

Sedangkan beberapa artikel ditulis di jurnal ilmiah internasional seperti Arab World English Journal (AWEJ) dan Medwell Journals serta menjadi pembicara di berbagai seminar internasional, menggambarkan penguasaan bahasa asingnya yang baik.
Bakat alami putri pasangan H Abdul Kadir Mahlan BA (alm) dan Hj Mastikah ini memang sudah terlihat sejak di bangku Sekolah Dasar (SD). Oleh sang bunda yang merupakan guru SD, Rusma kecil dilatih baca puisi hingga kerap menang lomba.

Kecerdasannya di mata pelajaran Bahasa Indonesia terus diasah hingga di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 4 Banjarmasin yang jadi sekolahnya mengambil jurusan Perhotelan.

Alhasil, ketika mendaftar sebagai calon mahasiswa di Universitas Lambung Mangkurat pada jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK), Rusma melangkah mulus hingga berhasil menyesaikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (PBSID) di FKIP angkatan 1997 dengan nilai terbaik yang lama studi 3,5 tahun.

Program S2 PBSID ULM juga dilalui dengan mulus pula hanya 2 tahun hingga berhasil lulus pada seleksi CPNS dan resmi tercatat sebagai dosen PNS ULM sejak 2005.

Tak puas sampai di situ, sosok dosen murah senyum serta memiliki pembawaan rendah hati dan menyenangkan ini juga menyelesaikan gelar akademik tertinggi, yakni Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia paling cepat pada angkatannya di tahun 2015 di Universitas Negeri Malang.
Di tengah kesibukannya sebagai dosen, Rusma juga dipercaya sebagai Ketua Unit Penjaminan Mutu (UPM) FKIP ULM sejak tiga tahun terakhir.

Bekerja sama dengan surat kabar harian Kalteng Post, dia kini didaulat sebagai penulis artikel tetap untuk kolom Pemerintah Kabupaten Kapuas. Kemudian Yayasan Nur Amalia yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan juga dinakhodainya sebagai ketua sejak 2008.

Kedepan, dosen yang kerap menulis ini menginginkan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP ULM mempunyai desa binaan literasi guna mengedukasi masyarakat secara masif yang pada akhirnya dapat membantu pengurangan kemiskinan dengan peningkatan literasi untuk kesejahteraan.

Pewarta: Firman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018