Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Bank Indonesia wilayah Kalimantan Selatan menggandeng para ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) untuk menyosialisasikan program belanja bijak bagi masyarakat di Banjarmasin.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan Herawanto di Banjarmasin Senin mengatakan, setiap Ramadhan hingga menjelang Lebaran Idul Fitri, biasanya tingkat kebutuhan bahan pokok dan lainnya mengalami peningkatan cukup signifikan.

Hal itu terjadi, karena tingkat konsumtif masyarakat selama Ramadhan, baik di sektor makanan maupun barang jadi lainnya, juga melonjak tajam.

Kondisi tersebut, tambah dia, menjadi salah satu penyebab terjadinya inflasi, karena tingginya tingkat kebutuhan barang, memicu terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga.

Mengantisipasi hal tersebut, tambah dia, perlu adanya kampanye agar masyarakat bisa mengurangi kebiasaan untuk berbelanja secara berlebihan.

"Belanja bijak, bukan berarti melarang masyarakat untuk belanja, tetapi belanja sesuai dengan kebutuhannya, tidak berlebihan," katanya.

Sebab, tambah dia, daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat, juga menjadi salah satu faktor utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, sehingga tingkat konsumsi rendah juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Sehingga, tambah dia, yang perlu ditanamkan kepada masyarakat adalah, antara tingkat konsumsi dan produktivitas harus tetap seimbang dan seiring sejalan.

Pernyataan Herawanto tersebut, didukung oleh seluruh peserta dialog, baik dari MUI maupun lainnya, yang sepakat bahwa salah satu kelemahan masyarakat Kalsel adalah tingkat konsumtif yang cukup tinggi, terutam sektor makanan.

Sekretaris Umum MUI Kalsel Fadly Mansoer mengatakan, warga Kalsel dikenal sebagai masyarakat yang cukup konsumtif.

Indikasi tersebut, tambah dia, antara lain saat pulang ibadah haji, yang paling banyak jamaah kelebihan barang bawaan adalah, jamaah dari Kalsel.

"Tidak jarang juga kita lihat, ibu-ibu kalau sudah pulang haji, seluruh tangannya penuh dengan perhiasan, begitu juga saat ke undangan pesta pernikahan," katanya sambil bercanda.

Indikasi lain, juga disampaikan oleh peserta dialog lainnya, antara lain adalah kebiasaan masyarakat Banjar yang suka makan enak dan nongkrong di warung.
 
. (Antaranews Kalsel/Ulul Maskuriah)

Di Banjarmasin, apapun makanan yang dijual, mulai gorengan, masakan dan lainnya selalu laku, bahkan makanan yang harganya sangat mahal sekalipun, juga selalu ramai dikunjungi warga.

Jam berapapun tempat makan buka, bahkan pukul 03:00 Wita dini hari sekalipun, juga terlihat dipenuhi oleh pembeli, baik itu tempat makan di desa maupun di kota.

"Tidak jarang tamu dari berbagai daerah yang datang ke Kalsel mengaku, heran dengan pola konsumsi di sini," kata peserta lainnya.

Anggota MUI Kalsel Abdusamad Sulaiman mengatakan, kultur warga Banjar suka makan enak dan makan di luar, sehingga sulit untuk mengajak orang Banjar untuk mengurangi makan.

Namun, demikian, tambah dia, tetap belanja bijak harus menjadi komitmen bersama, agar bisa menjadi budaya baru warga Kalsel.

Selain konsumtif, warga Kalsel juga dikenal dengan budaya wakafnya, sehingga tidak heran bila banyak pondok pesantren, masjid dan musala di Kalsel, berdiri megah.

Ke depan, BI akan kembali mengundang para ulama dan pihak terkait, untuk kembali membicarakan dan mendiskusikan pola yang tepat terkait kampanye program belanja bijak tersebut.

BI juga siap bekerja sama untuk melakukan kajian akademis dan penelitian, tentang pola konsumsi warga Kalsel.

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018