"Mahanyari" adalah pesta panen padi bagi masyarakat Dayak Pegunungan Meratus Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel, kata peneliti dalam Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012, Koordinator Wilayah 08 HST, Dr.Ir Abdul Haris Mustari.


Mahanyari merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas panen dan berkah yang diberikan, kata Haris Mustari yang juga dosen Fakultas Kehutanan ITB, kepada ANTARA Banjarmasin, Selasa.

Melalui emailnya, ia menyebutkan, secara harfiah, Mahanyari (hanyar=baru) artinya memulai panen padi pada tahun itu.

Padi sangat dihargai keberadaannya oleh Dayak Meratus, sehingga ketika menanam dan memanen dilakukan acara adat atau ritual, katanya.

"Acara itu dilakukan baik secara berkelompok maupun secara idividual oleh setiap keluarga," katanya.

Mahanyari yang dilakukan secara berkelompok dan dilakukan di Balai Adat disebut Aruh, kata Mustari.

Acara Mahanyari disediakan berbagai bahan sesajin yang akan dibawa ke pehumaan di Tihang Bekambang (tiang bambu kuning yang dihiasi bunga dan dadaunan) yang telah disiapkan.

Salah satu alat dalam acara tersebut disebut "Tihang Bakambang"

terdiri dari tiang berupa bambu kuning, bagian paling atas melambangkan huruf atau kepala manusia yang disebut songkol.

Di bawah songkol terdapat daun sejenis palem yang disebut daun Risi dan ditambah kembang merah (habang).

Pada bagian tengah berupa papan bundar berdiameter 70 cm tempat menyimpan berbagai sesajian disebut "Dulang Campan" yang melambangkan bumi.

Sesajian disimpan di atas Dulang Campan terdiri dari darah ayam di tempurung kelapa, wajit, minyak kelapa, dodol ketan, darah ayam, air kunyit yang diletakkan di Campan serta gulungan daun teureup (sukun hutan) yang didalamnya terdapat daun mada, daun risi, buah merah/hiba hibak, daun ribu ribu, daun binturung, daun buluh, daun sirih benaik, daun singgae singgae.

Belian (dukun) memulainya dengan membaca mantra yang pada dasarnya adalah doa dan pemujaan kepada Tuhan atas berkah panen padi yang diberikan.

Ayam dipotong di bawah Dulang Campan. Ayam dipersembahkan kepada Tuhan YMK dimana darahnya dikucurkan dibawah Tihang Bekambang di tanah dan di tiang bambu kuning.

Selanjutnya ayam yang telah dipotong itu dibawa ke pondok untuk dimasak dan dimakan bersama.

Setelah itu, Belian membawa berbagai bahan sesajian dan gulungan daun ke pondok/rumah dan disimpan di dekat lumbung padi.

Sesajin diletakkan di dekat lumbung padi di rumah/pondok

 Selanjutnya para tetua kampung dan Belian membaca mantra-mantra yang isinya adalah rasa syukur dan permohonan keselamatan pada Tuhan YMK atas berkah dan panen padi yang melimpah dan dapat dimakan oleh anggota keluarga dengan selamat, demikian Mustari./D/D


   

Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012