Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Nilai ekspor karet Kalimantan Selatan naik signifikan hingga 79,99 persen pada 2017 yaitu mencapai 233 juta dolar AS dibanding 2016 yang hanya 129,5 juta dolar AS.

Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan Kalimantan Selatan Riaharti Zulfahani di Banjarmasin Rabu mengatakan, kenaikan nilai ekspor tersebut didorong oleh kenaikan harga karet dari berbagai negara tujuan ekspor dan membaiknya kualitas karet petani.

Menurut Riaharti, dalam beberapa tahun terakhir, harga karet relatif baik, kendati masih sering terjadi gejolak harga.

Kenaikan nilai ekspor tersebut, relatif cukup signifikan, bila dibandingkan dengan kenaikan ekspor produksi karet yang hanya mencapai 34 persen.

Produksi karet alam pada 2016 mencapai 99,5 ribu ton dan pada 2017 menjadi 133,7 ribu ton.

Selain karet alam, ekspor produk kelapa sawit juga mengalami kenaikan dari 1,5 juta ton lebih, naik menjadi 1,8 juta ton lebih atau naik sekitar 15,32 persen.

Begitu juga dengan nilai ekspor salah satu produk unggulan Kalimantan Selatan ini, naik dari 968,4 juta dolar AS lebih menjadi, 1,1 miliar dolar AS lebih.

"Kenaikan nilai produk sawit Kalsel, juga lumayan tinggi mencapai 21,87 persen," katanya.

Kenaikan ekspor juga terjadi pada produk kayu olahan, walaupun tidak signifikan, yaitu mencapai 290,9 ribu ton naik dibanding 2016, sebesar 277,5 ribu ton atau hanya naik sekitar 4,81 persen.

Sedangkan untuk nilai ekspornya, naik sekitar 4,44 persen, dari 293 juta dolar AS pada 2016 menjadi 249,7 juta dolar AS.

Saat ini, Pemprov Kalsel, terus berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor nontambang.

Pemerintah, terus berupaya mendorong pertumbuhan sektor pariwisata, perikanan, pertanian dan perkebunan.

Data Bank Indonesia juga menyebutkan, kenaikan nilai ekspor didukung oleh kenaikan harga komoditas utama yang meliputi batubara dan karet, yang kembali menguat pada triwulan I-2018.

Menguatnya harga batubara, masih dipengaruhi oleh permintaan India yang tinggi berkenaan dengan terbatas suplai domestik serta penguatan ekonomi Tiongkok.

Sementara itu harga CPO melemah ke 670 dolar AS per metric ton(mt) dari 703 dolar AS per mt, sejalan dengan pemulihan produksi CPO dan minyak nabati lainnya yang masih berjalan.

 

Pewarta: Latif Thohir

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018