Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor menyatakan, gerakan revolusi hijau yang dia gagas untuk mengatasi secara cepat dan tepat berbagai kerusakan lingkungan di provinsinya yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut.

Ia menyatakan itu dalam sambutan yang dibacakan wakilnya, H Rudy Resnawan pada rapat paripurna DPRD Kalsel yang dipimpin wakil ketua lembaga legislatif tersebut, Asbullah AS SH di Banjarmasin, Senin.

Sambutan orang nomor satu di jajaran pemerintah provinsi (Pemprov) tersebut sehubungan pengesahan Raperda tentang Revolusi Hijau menjadi Perda di Kalsel.

Dalam sambutannya dia juga menyatakan, gerakan revolusi hijau tersebut upaya yang paling jitu mengembalikan alam Kalsel dengan luas wilayah sekitar 3,7 juta hektare menjadi lestari.

Raperda/Perda revolusi hijau yang berasal dari Gubernur/Pemprov itu berlatar belakang dari keprihatinan atas situasi dan kondisi alam Kalsel yang semakin mengkhawatirkan.

"Kerusakan alam Kalsel akibat pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tidak mempedulikan kelestarian lingkungan hidup, dan kini kita rasakan dampaknya," demikain Sahbirin Noor.

Sementara Panitia Khusus (Pansus) Raperda tentang Revolusi Hijau yang diketuai Dr H Karlie Hanafi Kalianda SH MH menyatakan, gerakan revolusi hijau tersebut bersifat integretit dan menyeluruh.

"Gerakan revolusi hijau bukan saja pada kawasan hutan dan lahan kritis, tetapi juga hutan dan taman kota, pekarangan serta tepi-tepi jalan," lanjut Ketua Pansus Raperda tersebut yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel.

Pansus Raperda tentang Revolusi Hijau juga berharap, gerakan revolusi hijau dapat pula membantu atau menyejahterkan rakyat, terutama masyarakat sekitar.

Sebelumnya sebagai upaya mengembalikan kelestarian lingkungan hidup provinsi yang kini berpenduduk mencapai empat juta jiwa tersebut, sudah memiliki Perda tentang Rehabilitasi Lahan Kritis.

Pasalnya di Kalsel yang merupakan provinsi tertua dan terkencil di Pulau Kalimantan terdapat ratusan ribu hektare lahan kritis, baik yang berada dalam kawasan hutan maupun luar kawasan.

Terjadinya lahan kritis tersebut antara lain sebab akibat dari keberadaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang kegiatan reboisasi (penghutanan kembali) tidak seimbang atau relatif kecil bila dibandingkan dengan penebangan.

Kemudian dampak dari usaha pertambangan, antara lain batu bara, yang kegiatan reklamasi atau rehabilitasi lahan pascapenambangan masih belum maksimal.

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018