Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kalimantan Selatan H Riswandi berpendapat, untuk mengantisipasi atau mencegah bencana banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), daerah hulu sungai lainnya harus dilakukan terpadu dan menyeluruh.


"Untuk mencegah atau mengendalikan banjir, tidak cukup hanya dengan menormalkan sungai yang ada di HST, tetapi juga perlu dilakukan perbaikan lingkungan kawasan hutan yang berada di daerah hulu, kawasan Pegunungan Meratus," ujarnya di Banjarmasin, Selasa.

Pasalnya kawasan hutan Meratus belakangan kurang berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sehingga ketika hujan lebat nyaris tidak ada penyangga dan sungai menjadi meluap, tuturnya menjawab Antara Kalsel.

Persoalannya, lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel IV/Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS) dan HST, tegakan pepohonan yang bisa mencegah erosi serta mengurangi derasnya air, kini belum normal pascakegiatan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

"Pemerintah dengan menggunakan dana jaminan reboisasi (DJR) sudah melakukan usaha reboisasi (penghutan kembali). Namun masih seimbang dengan kegiatan eksploitasi hutan/penebangan kayu," lanjut Riswandi SIP yang juga Sekretaris Komisi III DPRD Kalsel membidangi lingkungan hidup.

"Memang normalisasi sungai bisa mengurangi waktu rendaman air pada kawasan permukiman dan lainnya seperti pernah dilakukan H Syaiful Rasyid ketika periode pertama selaku Bupati HST (2000 - 2005). Tetapi belakangan tak ada gerakan signifikan normalisasi sungai," ujarnya.

Selain itu, sistem drainase juga harus menjadi perhatian bersama, seperti pembenahan secara rutin guna memperlancar arus air dari kawasan genangan menuju sungai, tutur anggota DPRD Kalsel tiga periode tersebut.

Sebagai contoh ketika tahun 2003 air merendam sebagian kawasan kota Barabai (165 kilometer utara Banjarmasin) bisa mencapai sepekan baru surut atau mengering.

"Namun dengan normalisasi sungai tersebut genangan/rendaman air di kota berjuluk Bandung van Borneo (Bandung Kalimantan) pada masa Hindia Belanda itu, tidak lagi berhari-hari, tetapi hanya dengan bilangan jam sudah surut," demikian Riswandi.

Sebelumnya "kota apam" Barabai atau Bandung-nya Kalimantan itu pada 7 Januari lalu mendapat serangan bencana banjir, sehingga Lapangan Dwi Warna (alun-alun kota) yang berseberangan dengan Kantor serta rumah jabatan Bupati HST bagaikan lautan.

Bencana banjir yang melanda kota Barabai itu karena luapan Kali Benawa serta Sungai Batang Alai, keduanya berhulu di kawasan Pegunungan Meratus yang "keperawanannya" sudah berkurang.

Pewarta: Syamsudin Hasan

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018