Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Koordinator Program Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roro Wide Sulistyowati menyatakan, berdasarkan data dari 2014-2017, pelaku tindak pidana korupsi terbanyak pada profesi swasta yakni, 164 kasus.

"Sedangkan peringkat kedua adalah, pejabat sebanyak 148 kasus dan peringkat ketiga anggota DPR/DPRD sebanyak 129 kasus," ujar Koordinator Program Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Roro Wide Sulistyowati di Banjarmasin, Kamis.

Menurut dia, untuk wali kota, bupati dan wakil bupati menempati urutan berikutnya dengan jumlah 60 kasus, disusul kepala dinas sebanyak 25 kasus, gubernur sebanyak 17 kasus, hakim sebanyak 15 kasus, komisioner 7 kasus, duta besar 4 kasus dan lainya sebanyak 81 kasus.

Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia, sebut dia, ada tujuh bentuk yakni, kerugian uang negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, konflik kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.

Dalam praktiknya, jelas dia, tindak pidana korupsi dilakukan dalam transaksi tunai seperti, suap terkait jabatan, suap dalam pengadaan dan perijinan.

Lebih lanjut dia mengemukakan, dari Januari-Juli 2017 total laporan transaksi keuangan mencurigakan sebanyak 8.350 dan diduga 22,3 persen atau 1.863 terkait tindak pidana korupsi.

Terpisah, Kanit I Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Kalsel AKP Andri Hutagalung mengungkapkan, ada tiga lembaga yang melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia yakni, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan.

Sesuai kewenangannya, terang dia, KPK melakukan penyidikan, penuntutan dan peradilan, sedangkan Polri kewenangannya melakukan penyidikan dan Kejaksaan kewenangannya melakukan penyidikan dan penuntutan.

Dalam tindak pidana korupsi konsep kerugian ditinjau dari hukum pidana yaitu, mendasari pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tipikor.

"Dalam Undang-Undang Tipikor menjelaskan, bahwa kerugian negara dalam konsep delik formil dikatakan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,"demikian tandasnya.

Pewarta: Arianto

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017