Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Tim Japan Paramedic Rescue (JPR) memberikan pelatihan kepada petugas pemadam kebakaran Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dalam menangani korban kebakaran.


Chairman JPR Kiyoshi Masai di Banjarmasin Selasa mengatakan, proses penanganan bencana kebakaran yang dilakukan oleh para petugas pemdam kebakaran masih menggunakan pola lama atau versi 2000.

Menurut Kiyoshi, usai melihat tim pemadam kebakaran (Damkar) melakukan simulasi penanganan korban pingsan dan upaya pemberian napas buatan, cara yang dilakukan tim sudah ketinggalan zaman.

Kiyoshi mengungkapkan, dibanding penanganan JPR yang juga banyak dilakukan di beberapa negara saat itu, cara pertolongan pertama terhadap korban yang dilakukan tim Damkar Banjarmasin jauh ketinggalan.

Apalagi, tambah dia, tim penolong tidak dilengkapi peralatan medis yang memadai saat memberikan pertolongan kepada korban dimaksud.

"Itu cara pertolongan lama versi 2000, akan saya perlihatkan versi 2015," katanya di hadapan anggota damkar yang hadir.

Kiyoshi Masai yang dibantu penterjemah itu menjelaskan, setiap lima tahun dilakukan pembaharuan penanganan korban bencana seperti pingsan karena tenggelam, atau kekurangan oksigen saat kebakaran.

Beda penanganan yang dilakukan tim damkar dengan JPR adalah penggunaan alat yang disebut AID yang berfungsi mendeteksi detak jantung sekaligus memberikan kejutan berdaya 6000 volt, dan mematau perkembangan jantung korban setiap dua menit secar otomatis.

Di Jepang kata Masai, alat ini ditempatkan di beberapa fasilitas umum seperti terminal, bandara, mall, dan perkantoran.

Ada beberapa model AID yang bisa dipakai untuk bantuan penanganan korban dengan harga kisaran 2.000 � 3.000 dollar AS.

"Di Indonesia alat ini tidak ada di tempat tempat umum," katanya sambil menjelaskan beberapa tips penanganan korban yang tepat, termasuk cara pemberian napas buatan dan memperlakukan posisi korban sebelum mendapat pertolongan medis.

Dalam kegiatan yang merupakan lanjutan pelatihan serupa yang pernah dilaksanakan pada 2007 lalu di Banjarmasin itu, Masai menawarkan sistem penanganan bencana yang mencakup tiga hal yakni penanganan kondisi darurat, rescue, dan pemadaman kebakaran.

Saat ini di Negara ASEAN, belum ada yang menerapkan sistem kerja gabungan ini, termasuk di Indonesia.

Tim Damkar, tambah dia, tidak sama dengan tim medis yang biasanya dari pihak rumah sakit, sehingga seringkali, terjadi kurang koordinasi dalam menangani korban bencana, dan ini bisa berakibat fatal bagi korban.

"Kalau di Banjarmasin menggunakan sistem penggabungan tiga petugas ke lokasi bencana, akan jadi model di Indonesia," katanya.

Tidak hanya pelatihan, JPR manawarkan peralatan medis kepada Kota Banjarmasin untuk anggota Damkar setempat, termasuk peralatan deteksi jantung dan alat-alatuntuk kebutuhan simulasi atau latihan.

Sayangnya, peralatan yang mencapai satu kontainer itu belum bisa dikirim ke Kota Banjarmasin, karena belum ada jaminan biaya pengiriman dari Pemerintah Kota Banjarmasin.

Kadis Damkar, Satuan Satpol PP Kota Banjarmasin, Didiet Supriadi mengatakan, pihaknya belum menganggarkan biaya pengiriman tersebut.

"Belum ada biaya kirim, mungkin 2018 kita anggarkan dananya," katanya.

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017