Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Anggota DPRD Kota Banjarmasin M Taufik menyatakan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rancangan Detail Tata Ruang dan Penataan Zonasi (RDTR-PZ) untuk Kecamatan Banjarmasin Selatan dan Banjaramsin Utara akan molor penyelesaiannya.


Pasalnya, kata Ketua Panitia Khusus Raperda tersebut di gedung dewan kota, Selasa, setelah tiga kali dilakukan pembahasannya, pemerintah kota melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tiba-tiba meminta untuk dihentikan sementara pembahasan kelanjutannya, bahkan tanpa jeda waktu yang pasti.

Menurut politisi PDIP itu, alasan yang pihaknya dapat agar dilakukan penghentian sementara pembahasan itu karena perlu disempurnakan lagi drafnya oleh pemerintah kota agar tidak bertentangan dengan Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota ini.

"Intinya memang kehati-hatian, agar Raperda RDTR-PZ yang sudah berjalan hampir tiga bulan sejak disahkannya untuk dibahas akan tidak merugikan masyarakat, sebab harus bersinergi dengan Perda RTRW yang sudah ada," paparnya.

Taufik mengatakan, pembahasan Raperda RDTR-PZ dua kecamatan ini memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit, karena menyangkut hak milik masyarakat yang harus diperhatikan Pemerintah Kota Banjarmasin.

Menurutnya, saat melakukan konsultasi ke Dinas Tata Ruang Kota Bandung beberapa waktu lalu, daerah itu juga membutuhkan waktu hingga 4 tahun dalam pembahasan Raperda serupa, supaya tidak ada permasalahan dikemudian hari.

Taufik mengungkapkan, Raperda usulan dari Pemerintah Kota Banjarmarmasin ini merupakan turunan dari Perda RTRW, sehingga dapat diketahui daerah-daerah mana yang menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan daerah mana yang menjadi kawasan industri, permukiman dan lain sebagainya.

Dicontohkannya, ketika masyarakat yang sudah memiliki puluhan tahun tanah yang bersertifikat, justru dicaplok menjadi RTH, tentunya akan merugikan masyarakat, sehingga kalau masyarakat ingin membangun, tidak dapat diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) nya lantaran daerah tersebut merupakan RTH.

"Inilah yang kami khawatirkan, kasihan masyarakat yang mempunyai lahan puluhan tahun, dengan sertifikat yang lengkap, justru ketika ingin mendirikan bangunan, tidak dapat diterbitkan IMB nya, lantaran kawasan tersebut merupakan RTH, ucapnya.

Disisi lain, bebernya, untuk menerapkan RTH 30 persen di Kota Banjarmasin tentunya bukanlah hal yang mudah, lantaran daerah ini merupakan kawasan perdagangan dan jasa, hingga lahannya akan sangat terbatas, apalagi luas wilayah Kota Banjarmasin yang tidak terlalu besar hanya sekitar 98 kilometer persegi.

"Seperti kawasan Kecamatan Banjarmasin Selatan, untuk kawasan Pergudangan, justru masuk dalam wilayah RTH atau jalur hijau, padahal pemerintah daerah sudah mengeluarkan izin untuk membangun perumahan," tutur Taufik.

Termasuk juga dikawasan Banjarmasin Utara tambahnya, karena kawasan Sungai Andai merupakan jalur hijau, justru saat ini sudah dibangun ribuan perumahan, dan mendapatkan izin dari Pemkot Banjarmasin.

"Sehingga Pemkot Banjarmasin harus merevisi lagi Raperda RTRW yang, supaya tidak bertentangan dengan Raperda yang saat ini tengah dibahas," terangnya

Pewarta: Sukarli

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017