Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Sebagian masyarakat di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan menunggu realisasi rencana nelayan yang difasilitasi pemerintah daerah untuk memproduksi garam.
"Dulu Dinas Kelautan dan Perikanan mewacanakan bahwa Kotabaru akan memproduksi garam sendiri untuk memenuhi kebutuhan produksi ikan asin," kata seorang warga Abu Bakar, di Kotabaru, Kamis.
Wacana tersebut cukup realistis apabila diwujudkan saat ini, manakala kondisi harga garam akhir-akhir ini melambung dan menyebabkan perajin ikan asin resah karena mahalnya harga garam.
Terpisah, seorang perajin ikan asin di Desa Rampa Lama, Kecamatan Pulaulaut Utara, Junaidi, mengaku resah karena harga garam melambung dari Rp45.000 per zak isi sekitar 50 kg melambung menjadi Rp95.000 - Rp200.000 per zak.
Biasanya garam itu, ia bagi-bagi dengan para tetangga. Banyak yang mau membeli, tapi kini terpaksa ia tolak untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.
Jika dalam sepekan ke depan harga garam terus melangit, Junaidi kemungkinan akan menyetop produksi ikan asin. Dirinya pun sangat berharap ada campur tangan pemerintah agar segera menstabilkan harga maupun stok garam. Selain harga yang mahal, garam juga langka di pasaran.
"Saya minta kepada pemerintah supaya didatangkan ke Kotabaru garam secepatnya. Kasihan kami para perajin maupun nelayan," harap Junaidi.
Gejolak harga garam sendiri tidak hanya berdampak pada usaha perajin ikan asin, tapi juga masyarakat nelayan secara luas. Pasalnya jika perajin ikan asin menyetop produksi, nelayan akan kesulitan menjual ikan hasil tangkapannya.
Sebelumnya, H Talib saat menjabat kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru mengatakan, pemerintah daerah mengharapkan nelayan bisa memproduksi garam sendiri.
Nelayan di Kotabaru Kalimantan Selatan diharapkan mampu memproduksi garam untuk keperluan sendiri agar tidak selalu tergantung dengan pasokan dari daerah lain.
"Karena hingga saat kebutuhan garam di Kotabaru masih selalu didatangkan dari Madura dan Pulau Jawa," jelasnya.
Sementara Kotabaru memiliki wilayah perairan laut dan lokasi pertambakan cukup luas. Namun masih ada beberapa kendala yang akan dihadapi untuk memproduksi garam.
Di antaranya, masalah salinitasi atau kandungan garam air laut di Kotabaru masih di bawah standar di Madura atau Pulau Jawa.
Salinitasi di Kotabaru kisaran 32-24 ppt, sementara standar salinitasi yang dibutuhkan untuk memproduksi garam kisaran 36-38 ppt.
Namun demikian, kata Talib, pihaknya segera melakukan uji laboratorium kembali dan melakukan studi banding ke beberapa daerah penghasil garam bersama nelayan lokal.
Hingga saat ini nelayan Kotabaru memerlukan garam kasar asal Madura dan daerah lainnya untuk memproduksi ikan asin ribuan ton per tahun. "Dengan memproduksi garam sendiri diharapkan bisa meningkatkan pendapatan bagi nelayan lokal.
Kepala Dinas kelautan dan Perikanan Kotabaru Muchran, hingga saat ini belum berhasil dikonfirmasi terkait keinginan warga dan keresahan nelayan perajin ikan asin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
"Dulu Dinas Kelautan dan Perikanan mewacanakan bahwa Kotabaru akan memproduksi garam sendiri untuk memenuhi kebutuhan produksi ikan asin," kata seorang warga Abu Bakar, di Kotabaru, Kamis.
Wacana tersebut cukup realistis apabila diwujudkan saat ini, manakala kondisi harga garam akhir-akhir ini melambung dan menyebabkan perajin ikan asin resah karena mahalnya harga garam.
Terpisah, seorang perajin ikan asin di Desa Rampa Lama, Kecamatan Pulaulaut Utara, Junaidi, mengaku resah karena harga garam melambung dari Rp45.000 per zak isi sekitar 50 kg melambung menjadi Rp95.000 - Rp200.000 per zak.
Biasanya garam itu, ia bagi-bagi dengan para tetangga. Banyak yang mau membeli, tapi kini terpaksa ia tolak untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.
Jika dalam sepekan ke depan harga garam terus melangit, Junaidi kemungkinan akan menyetop produksi ikan asin. Dirinya pun sangat berharap ada campur tangan pemerintah agar segera menstabilkan harga maupun stok garam. Selain harga yang mahal, garam juga langka di pasaran.
"Saya minta kepada pemerintah supaya didatangkan ke Kotabaru garam secepatnya. Kasihan kami para perajin maupun nelayan," harap Junaidi.
Gejolak harga garam sendiri tidak hanya berdampak pada usaha perajin ikan asin, tapi juga masyarakat nelayan secara luas. Pasalnya jika perajin ikan asin menyetop produksi, nelayan akan kesulitan menjual ikan hasil tangkapannya.
Sebelumnya, H Talib saat menjabat kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotabaru mengatakan, pemerintah daerah mengharapkan nelayan bisa memproduksi garam sendiri.
Nelayan di Kotabaru Kalimantan Selatan diharapkan mampu memproduksi garam untuk keperluan sendiri agar tidak selalu tergantung dengan pasokan dari daerah lain.
"Karena hingga saat kebutuhan garam di Kotabaru masih selalu didatangkan dari Madura dan Pulau Jawa," jelasnya.
Sementara Kotabaru memiliki wilayah perairan laut dan lokasi pertambakan cukup luas. Namun masih ada beberapa kendala yang akan dihadapi untuk memproduksi garam.
Di antaranya, masalah salinitasi atau kandungan garam air laut di Kotabaru masih di bawah standar di Madura atau Pulau Jawa.
Salinitasi di Kotabaru kisaran 32-24 ppt, sementara standar salinitasi yang dibutuhkan untuk memproduksi garam kisaran 36-38 ppt.
Namun demikian, kata Talib, pihaknya segera melakukan uji laboratorium kembali dan melakukan studi banding ke beberapa daerah penghasil garam bersama nelayan lokal.
Hingga saat ini nelayan Kotabaru memerlukan garam kasar asal Madura dan daerah lainnya untuk memproduksi ikan asin ribuan ton per tahun. "Dengan memproduksi garam sendiri diharapkan bisa meningkatkan pendapatan bagi nelayan lokal.
Kepala Dinas kelautan dan Perikanan Kotabaru Muchran, hingga saat ini belum berhasil dikonfirmasi terkait keinginan warga dan keresahan nelayan perajin ikan asin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017