Ombudsman mengajak semua pihak untuk ikut mengawasi proses pelaksanaan Sistem Zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), apalagi pada tahun pertama penerapannya pasti masih menimbulkan berbagai reaksi dan ketidaksesuaian di masyarakat.


Anggota Ombudsman RI Bidang Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Ahmad Subadi ketika berada di Banjarmasin mengatakan, penerapan Sistem Zonasi PPDB merupakan salah satu rekomendasi Ombudsman berdasarkan berbagai temuan tahun lalu terhadap proses PPDB yang dinilai kurang memenuhi unsur pemerataan kesempatan pendidikan.

"Dulu kita menemukan banyak penyimpangan dan penyalahgunaan dalam proses PPDB, sehingga sekolah-sekolah favorit lebih didominasi peserta didik dari orang tua yang kaya dan pejabat," katanya.

Dengan situasi dan kondisi seperti itu, katanya, maka sulit bagi orang tua yang kurang mampu untuk bisa menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah favorit sekalipun memiliki prestasi yang bagus di sekolah.

Didampingi Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel, Noorhalis Majid, Suhaidi melakukan serangkaian pemantauan proses PPDB dengan Sistem Zonasi di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya.

Mengingat sistem ini baru dilaksanakan, maka diakuinya terdapat berbagai reaksi, pemikiran dan pendapat yang berkembang di masyarakat baik yang menanggapi positif maupun negatif.

Menurut dia, terlepas dari reaksi positif dan negatif, yang pasti penerapana sistem Zonasi bertujuan untuk pemerataan dan peningkatan kualitas serta fasilitas pendidikan yang ke depan standar harus sama di semua sekolah sehingga tidak ada lagi istilah favorit dan tidak favorit, semua akan sama berstandar.

"Melalui Sistem Zonasi misalnya perkecamatan, maka semua warga masyarakat berhak mendapat tempat pendidikan yang berkualitas selain itu akan ada sinergi masyarakat, sekolah dan pemerintah disamping pendidikan akan lebih murah sekaligus mendorong partisipasi masyarakat," katanya.

Penerapan Sistem Zonasi yang dimulai tahun ini sedikit mengejutkan para orang tua dan dunia pendidikan secara umum, kata Noorhalis Majid, karena penerapannya bersamaan dengan mulai dilaksanakannya Sistem Sekolah Penuh Sehari (Fullday) serta pemberlakuan Kurikulum 2013.

Terkait upaya mencegah maladministrasi pelayanan pendidikan, dikatakan pada tahun 2017 jumlah laporan yang masuk ke Ombudsman Kalsel naik cukup signifikan menjadi 130 laporan hingga semester pertama ini, atau meningkat hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya.

130 laporan yang masuk atas dugaan maladministrasi pelayanan pendidikan, 48 laporan tidak memberikan pelayanan, penundaan berarut 27 laporamn dan penyimpangan prosedur 14 laporan diikuti tentang pungli, penyelahgunaan wewenang, diskriminasi dan pengabaian kewajiban dan kewenangan.

Sedangkan dari segi kelompok instansi yang dilaporkan paling banyak adalah pemerintah daerah termasuk pendidikan sebanyak 61 laporan disusul BPN, kepolisian, kementerian, kesehatan, infrastruktur serta BUMN/BUMD.

Pewarta: Abdul Hakim Muhiddin

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017