Barabai, (AntaraNews Kalsel) - Mantan Pejabat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yang berisinial HN ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi penyimpangan Anggaran Belanja Modal pada Dinas Pendidikan tahun 2013 untuk pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota setempat.

Menurut Kepala Satuan Intelijen (Kasat Intel) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah (HST) Arif Fatchurrohman di Berabai, Selasa, menyampaikan kerugian Negara dari perbuatan tersangka melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp1,7 miliar.

"Sebenarnya penetapan tersangka sudah dilakukan pada tanggal 22 Mei 2017 yang lalu, dan proses penyidikan juga sudah lama sejak tahun 2015 tetapi karena ada Pilkada maka dihentikan sementara, dan mulai dilanjutkan kembali bulan April 2016," katanya.

Dia menyampaikan, pihaknya sudah memeriksa beberapa saksi mulai dari pejabat, saksi ahli, perseorangan dan yang punya yayasan serta sekarang juga masih berlanjut dengan total saksi sebanyak 40 orang.

Dikatakannya, untuk kronologisnya perbuatan itu terjadi pada awal tahun 2012 ada penganggaran di Dinas Pendidikan yang tidak melalui proses penganggaran dari bawah seperti proses Renja, Renstra sampai Musrenbang.

Dari penggaran Desa, Kecamatan sampai Kabupaten tidak ada, tetapi tiba-tiba muncul ketika sampai pada pembahasan di DPRD tentang Anggaran Biaya Modal untuk pembangunan salah satu SMK.

Menurut Arif, sebenarnya hal tersebut sudah ditentang oleh DPRD Kabupaten HST karena keluar dari regulasi yang ada, tetapi tetap pihak Dinas Pendidikan bersikukuh melaksanakan anggaran itu karena merasa sudah tahu proyek tersebut milik dari salah satu mantan Kepala Daerah yang berinisial HN.

"Penggunaan anggaran tersebut dipaksakan untuk dibangun sebuah SMK di atas tanah milik pribadi yang status tanahnya  belum jelas yang menurut mereka sudah dihibahkan tetapi sampai saat ini tidak ada surat menyurat keterangan bahwa telah dihibahkan dibagian aset Pemkab HST," katanya.

Kasi Intel terus mengatakan, status tanah hibah yang mereka miliki itu cuma sebatas lisan saja sedangkan formalitas di atas kertas tidak ada yang intinya Anggaran Biaya Modal dibangun di atas tanah yang tanpa kejelasan, dari hal itu menimbulkan tindak pidana korupsi.

"Kami juga menemukan dari DPA Dinas Pendidikan diperuntukan pembangunannya untuk wajib belajar sembilan tahun yaitu dari tingkat SD sampai SMP tetapi dari outputnya mereka menggunakan wajib belajar 12 tahun yaitu tingkat SMK saja," katanya.

Lebih lanjut Kasat Intel menyampaikan, Saudara HN disangkakan primair pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Ayat 2, 3 UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidair pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (2), (3) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurutnya kalau sudah terbukti bersalah pihaknya jelas akan melakukan penyitaan bangunan SMK tersebut sekedar barang bukti dan masih bisa digunakan untuk proses belajar mengajar. 

"Kami juga tidak ingin nantinya menggangu psikologis anak-anak didik di sana tetapi dan untuk saat ini masih digunakan untuk proses belajar mengajar," katanya.

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Muhammad Taufikurrahman


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017