Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Hamdi mengatakan saat ini pihaknya ketat menerapkan peraturan daerah (Perda) tentang ketentuan bangunan wajib ramah terhadap difabel dan aman bagi masyarakat baik untuk kesehatan dan lainnya.
Menurut Hamdi di Banjarmasin, Kamis, Kota Banjarmasin menjadi salah satu dari lima daerah di Indonesia yang terbaik dalam menerapkan undang-undang bangunan yang ditindaklanjuti melalui Perda nomor 5 tahun 2009 dan direvisi kembali tahun 2012.
Kelima daerah yang terbaik dalam menerapkan standar keamanan bangunan serta ramah bagi difabel yaitu, Kota Banjarmasin, Banjarbaru, Bandung, Gresik dan Papua.
Menurut Hamdi, Banjarmasin dinilai menjadi salah satu kota yang mampu menerapkan ketentuan standar keamanan bangunan, terutama untuk bangunan yang baru sebagaimana undang-undang yang ditetapkan.
"Bangunan yang aman tersebut antara lain, ramah bagi difabel artinya mudah diakses bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus, kemudian aman bagi masyarakat, antara lain memenuhi standar kesehatan, saat berada di dalam bangunan, kemudian ada kemudahan untuk keluar dari bangunan saat terjadi bencana tertentu," katanya.
Khusus bangunan baru, tambah dia, sejak dua tahun terakhir, pemerintah telah menerapkan standar dan ketentuan tersebut, terutama untuk bangunan umum atau publik dan pemerintah.
Seperti rumah wali kota, nantinya juga akan dibangun menjadi bangunan yang mudah diakses oleh difabel, sehingga masyarakat berkebutuhan khusus tersebut, akan mudah untuk bisa menemui wali kota maupun pimpinan daerah lainnya.
"Jadi untuk bangunan yang baru, pemilik tidak bisa langsung menempatinya, sebelum dilakukan penelitian oleh pihak terkait, baik itu dari segi keamanan dan kenyamanan, kalau belum sesuai wajib dilengkapi," katanya.
Seperti rumah sakit, belum boleh ditempati kalau belum mendapatkan penelitian dari tim, bahwa bangunan tersebut benar-benar dinyatakan layak untuk rumah sakit atau sesui peruntukannya.
Sebelumnya, Kementerian PUPR melakukan sosialisasi dan kampanye edukasi publik bidang penataan bangunan dan dan lingkungan di Banjarmasin selama tiga hari yaitu 5-7 April 2017.
Acara tersebut diikuti sebanyak 300 orang perwakilan dari dinas PUPR Jawa, sumatera dan Kalimantan dengan menghadirkan pembicara dari pusat.
Kepala Sub Direktorat standarisasi dan Kelembagaan Wahyu Kusomo Susanto mengatakan, untuk mendirikan sebuah bangunan ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat administrasi dan teknis.
Biasanya untuk syarat administrasi akan mudah dipenuhi oleh masyarakat yang ingin mendiri bangunan, tetapi syarat teknis yang sering terjadi persoalan di lapangan.
Syarat teknis tersebut antara lain, tata bangunan, keandalan, kenyamanan, dan keamanan yang harus dipenuhi oleh seluruh pihak yang akan mendirikan bangunan terutama untuk umum.
"Khusus keamanan, kalau di Banjarmasin aman dari gempa, tetapi sering terjadi kebakaran, apakah bangunan tersebut telah memperhatikan keamanan dari bencana yang mungkin terjadi tersebut," katanya.
Selain itu, harus memenuhi faktor kesehatan, jangan sampai ada masyarakat yang sebelum masuk sehat, tetapi setelah keluar dari gedung tersebut justru sakit, hal itu berarti ada yang salah.
Bangunan juga harus nyaman, baik bagi anak-anak, ibu hamil maupun bagi penyandang kebutuhan khusus. Hal-hal teknis tersebut, yang kini masih banyak dilanggar, sehingga harus mulai ditertibkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
Menurut Hamdi di Banjarmasin, Kamis, Kota Banjarmasin menjadi salah satu dari lima daerah di Indonesia yang terbaik dalam menerapkan undang-undang bangunan yang ditindaklanjuti melalui Perda nomor 5 tahun 2009 dan direvisi kembali tahun 2012.
Kelima daerah yang terbaik dalam menerapkan standar keamanan bangunan serta ramah bagi difabel yaitu, Kota Banjarmasin, Banjarbaru, Bandung, Gresik dan Papua.
Menurut Hamdi, Banjarmasin dinilai menjadi salah satu kota yang mampu menerapkan ketentuan standar keamanan bangunan, terutama untuk bangunan yang baru sebagaimana undang-undang yang ditetapkan.
"Bangunan yang aman tersebut antara lain, ramah bagi difabel artinya mudah diakses bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus, kemudian aman bagi masyarakat, antara lain memenuhi standar kesehatan, saat berada di dalam bangunan, kemudian ada kemudahan untuk keluar dari bangunan saat terjadi bencana tertentu," katanya.
Khusus bangunan baru, tambah dia, sejak dua tahun terakhir, pemerintah telah menerapkan standar dan ketentuan tersebut, terutama untuk bangunan umum atau publik dan pemerintah.
Seperti rumah wali kota, nantinya juga akan dibangun menjadi bangunan yang mudah diakses oleh difabel, sehingga masyarakat berkebutuhan khusus tersebut, akan mudah untuk bisa menemui wali kota maupun pimpinan daerah lainnya.
"Jadi untuk bangunan yang baru, pemilik tidak bisa langsung menempatinya, sebelum dilakukan penelitian oleh pihak terkait, baik itu dari segi keamanan dan kenyamanan, kalau belum sesuai wajib dilengkapi," katanya.
Seperti rumah sakit, belum boleh ditempati kalau belum mendapatkan penelitian dari tim, bahwa bangunan tersebut benar-benar dinyatakan layak untuk rumah sakit atau sesui peruntukannya.
Sebelumnya, Kementerian PUPR melakukan sosialisasi dan kampanye edukasi publik bidang penataan bangunan dan dan lingkungan di Banjarmasin selama tiga hari yaitu 5-7 April 2017.
Acara tersebut diikuti sebanyak 300 orang perwakilan dari dinas PUPR Jawa, sumatera dan Kalimantan dengan menghadirkan pembicara dari pusat.
Kepala Sub Direktorat standarisasi dan Kelembagaan Wahyu Kusomo Susanto mengatakan, untuk mendirikan sebuah bangunan ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat administrasi dan teknis.
Biasanya untuk syarat administrasi akan mudah dipenuhi oleh masyarakat yang ingin mendiri bangunan, tetapi syarat teknis yang sering terjadi persoalan di lapangan.
Syarat teknis tersebut antara lain, tata bangunan, keandalan, kenyamanan, dan keamanan yang harus dipenuhi oleh seluruh pihak yang akan mendirikan bangunan terutama untuk umum.
"Khusus keamanan, kalau di Banjarmasin aman dari gempa, tetapi sering terjadi kebakaran, apakah bangunan tersebut telah memperhatikan keamanan dari bencana yang mungkin terjadi tersebut," katanya.
Selain itu, harus memenuhi faktor kesehatan, jangan sampai ada masyarakat yang sebelum masuk sehat, tetapi setelah keluar dari gedung tersebut justru sakit, hal itu berarti ada yang salah.
Bangunan juga harus nyaman, baik bagi anak-anak, ibu hamil maupun bagi penyandang kebutuhan khusus. Hal-hal teknis tersebut, yang kini masih banyak dilanggar, sehingga harus mulai ditertibkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017