Pelaihari, (Antaranews Kalsel) - Sekitar 5.000 warga Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, menganggantungkan hidupnya sebagai penambang emas tradisional.

"Kegiatan penambang emas tradisional di Tanah Laut mulai ramai sejak tahun 2000, dan jumlahnya mencapai 5.000 orang," kata salah satu pemilik tromol alat pemilahan butiran emas Pelaihari Rahmad, di Pelaihari, Selasa (28/2).

Menurut dia, kegiatan penambang emas tradisional di Tanah Laut pada umumnya menggunakan lahan milik pribadi dan tidak termasuk dalam kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.

"Para penambang biasanya membeli tanah bercampur batu dari pemilik lahan seharga Rp20 ribu per karung, barang tersebut dibawa ke pemrosesan berikutnya dengan mesin tromol," ungkapnya.

Dijelaskannya, untuk proses di mesin tromol dilakukan kurang lebih tujuh jam, penambang dikenakan biaya Rp10 ribu/karung.

"Kadang ada emasnya, kadang-kadang tidak ada emasnya. Namun, penambang tidak putus asa terus berusaha," tegasnya.

Terpisah, salah satu penambang Nani mengaku, pekerjaan menambang emas tradisional dilakukan sejak masih bujangan hingga memiliki dua orang anak.

"Dalam sehari bisa saja tidak mendapatkan hasil apa-apa, kalaupun berhasil uang yang didapat antara Rp50 ribu sampai Rp100 ribu," ucapnya.

Ia mengaku hanya bisa bekerja sebagai penambang emas tradisional saja, dan tidak bisa memiliki keahlian atau keterampilan yang lain.

"Dari pekerjaan ini saya mampu bertahan hidup bersama keluarga, kalau nantinya ada peraturan melarang kegiatan ini maka kami mau cari makan kemana lagi," terangnya.

Dia berharap, ada solusi yang ditawarkan pemerintah daerah kepada para penambang emas tradisonal di Tanah Laut, sehingga pihaknya tidak kehilangan pekerjaan.

Pewarta: Arianto

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017