Kandangan, (Antaranews Kalsel) - Sylvina Wulansari (27) bidan desa Bajayau Lama Kecamatan Daha Barat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS),  tak pernah terbayang ditugaskan di daerah rawa dan sungai.

Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang biasa dipanggil Bidan Sylvi ini, selain harus jauh dengan keluarga, ia juga harus melawan rasa takut (Phobia) dengan sungai di karenakan tidak bisa berenang, namun rasa itu tidak menyurutkannya untuk mengabdi kepada masyarakat.

"Iya padahal phobia dengan sungai, tapi karna ini tugas mulia, jadi saya yakin saja tuhan pasti menjaga saya," katanya.

Pada awal tugasnya, selain harus menyesuaikan di daerah yang masuk kategori desa sangat terpencil, iya juga harus berusaha mendekati masyarakat, karena masih banyaknya warga,  saat melahirkan lebih  memilih   ditolong  bidan kampung atau dukun beranak.

"Iya awal saya kesini, masyarakat sini lebih memilih melahirkan dengan ditolong  bidan kampung dari pada ke fasilitas kesehatan yang sudah disediakan pemerintah," katanya.

Namun hal tersebut menjadikan tantangan tersendiri bagi dirinya, ia terus memberikan sosialisasi dan pendampingan kepada ibu-ibu  hamil, agar mereka mau melahirkan di bidan desa atau fasilitas kesehatan yang sudah tersedia seperti Puskesmas, Pustu, atau Poskesdes.

"Sering juga kami sudah melakukan pendampingan, tapi ternyata pas melahirkannya tetap di dukun beranak," katanya.

Kadang kalau lagi musim hujan, ia harus berjalan di lumpur untuk mendatangi pasein agar masyarakat merasakan perhatian pemerintah dalam hal fasilitas kesehatan.

"Karena kami disini adalaha kepanjangan tangan dari pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat," terangnya.Selain itu, kesulitan transportasi saat membawa pasein ke Puskesmas tak membuatnya kecil hati untuk tetap bertugas di kawasan alisan sungai Negara tersebut.

Namanya pasien, kata dia,  kadang tak melihat waktu, kadang tengah malam, dan walau tidak bisa berenang, tapi semangatnya untuk membantu warganya, membuat rasa takut tersebut sirna.

Saat ini, sungai merupakan satu-satunya jalur  transportasi  masyarakt untuk menuju ke tempat fasilitas kesehatan atau Puskesmas, dengan harus menggunakan perahu atau jukung bermesin kecil untuk membelah sungai negara.

"Pernah saking kecilnya perahu, hanya sekitar 3 jari dari permukaan air sungai, jadi tiap ada gelombang, air pun masuk," ujarnya lagi.

Bahkan Sylvi pernah membantu persalinan di dalam perahu kecil saat dalam perjalanan merujuk pasein ke Puskesmas terdekat.

Pengalaman bidan satu anak ini dalam memberikan fasiltas kesehatan, ia pernah dibayar hanya dengan pucuk daun singkong dan 5 ekor ikan Betok (Papuyu).‎

"Waktu itu ada warga yang anaknya  ber-KTP luar daerah HSS, melahirkan di tempat saya, karena kondisi ekonomi keluarga pasein, mereka  hanya bisa membayar jasa melahirkan dengan pucuk daun singkong," ceritanya.

Karena bagi ia, senyum seorang ibu yang ia bantu melahirkan adalah kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan apa pun.


Pewarta: M Husein Asyari

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017