Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Anggota Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kalimantan Selatan Karli Hanafi Kalianda mengatakan, tidak semua rotan kalimantan berkualitas ekspor.

Oleh karena itu, industri pengolah rotan di dlam negeri tidak perlu risau akan kekurangan bahan baku, katanya di Banjarmasin, Kamis.

Karli ketika pada 1980-an aktif sebagai pebisnis rotan di provinsi terdiridatas 13 kabupaten dan kota tersebut, pernah meneliti jenis-jenis komoditas tersebut.

Jenis tanaman rotan di Kalimantan, antara lain taman, irit, manau, latung, tapah , buyung, rewah, raraah, dan mandahanan.

Khusus jenis taman dan irit ada yang membudidayakan di Kalimantan Tengah yaitu daerah Dadahup, Sungai Jaya, Mangkatip dan Muara Pulau.

Menurut politikus Partai Golkar yang juga bergerak dalam dunia usaha itu, dari puluhan jenis tanaman rotan yang terdapat di Kalimantan yang berkualitas ekspor adalah taman dan irit dengan lima tingkatan taitu jahab, koboo, koboo shop dan uitscot dan ukurannya 4/8, 8/11 dan 11/16.

Oleh sebab itu, masih banyak jenis rotan kalimantan yang mampu memenuhi kebutuhan lokal atau nusantara (diantarpulaukan) untuk membuat perabotan rumah tangga, seperti mebeler dan furnitur.

"Jadi perusahaan atau industri pengolahan berbagai produk yang bahan bakunya berasal dari rotan di dalam negeri, tidak perlu risau akan ketiadaan bahan baku," ujar wakil rakyat bergelar doktor, sarjana hukum dan magister hukum tersebut.

Mengenai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 tahun 2011, menurut alumnus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin tersebut, pemerintah perlu meninjau kembali peraturan itu.

"Memang bukan baru-baru ini atau berdasar Permendag 35/2011 ada larangan ekspor rotan. Sejak tahun 1980-an pun ada, dengan tujuan melindungi dan meningkatkan produk industri berbahan baku rotan," ujar Karli yang oleh sejawatnya akrab dengan sapaan Akang.

Namun, lanjut laki-laki kelahiran 1952 yang kembali menjadi anggota DPRD Kalsel pada, 29 Desember 2016 itu, tujuan larangan ekspor rotan mentah tersebut kurang membuahkan hasil yang signifikan.

"Bahkan dengan larangan ekspor tersebut pengusahaan rotan kita menjadi kurang berkembang dan banyak industri pengolahan rotan di Tanah Air gulung tikar alias tutup, termasuk Kalsel," lanjut kakek dari empat cucu itu.

Karena itu pula, wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel III/Kabupaten Barito Kuala tersebut menanggapi positif tuntutan petani, pedagang, industri rotan Kalimantan atau yang menamakan diri Pepirka agar Permendag 35/2011 dicabut.

"Dengan pencabutan Permendag 35/2011, kemungkinan bisa mengembalikan masa kejayaan rotan Kalimantan/Kalsel, yaitu sebelum adanya larangan ekspor komoditas tersebut," demikian Akang.

Pewarta: Syamsudin Hasan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017