Kotabaru, (AntaranewsKalsel) - Kalangan DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, berinisiatif mengusulkan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), di antaranya tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat.

"Dua Raperda lainnya yang menjadi usulan legislatif Kotabaru adalah Raperda tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Lembaga Adat serta Raperda tentang Desa Adat," kata Wakil Ketua DPRD Kotabaru, M Arif di Kotabaru, Sabtu.

Ketiga Raperda menjadi tugas Panitia Khusus (Pansus) I DPRD Kotabaru itu, akan menjadi payung hukum bagi pengakuan dan perlindungan berbagai masyarakat maupun komunitas adat di Bumi Sajaan.

"Meski draft Raperda ini sudah pernah diusung pada 2004, namun kemudian tidak bisa dilanjutkan pembahasannya sehingga gagal disahkan menjadi perda karena krkurangnya dasar hukum atas raperda tersebut," kata Arif.

Namun, lanjut dia dinamika berubah seiring dengan perubahan konstitusi menyusul adanya amandemen UUD 1945 khususnya pada pasal 18 ayat 2, bahwa negara mengakui keberadaan adat istiadat dalam satu kehidupan masyarakat.

Diungkapkan Arif keberadaan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat merupakan aspirasi yang telah lama menjadi pemikiran legislatif dalam memperjuangkan harkat dan martabat masyarakat adat di daerah.

Pasalnya, selama ini belum ada payung hukum yang bisa menjadikan dasar pembelaan hak-hak masyarakat adat atas segala sesuatu yang menyangkut kepemilikan maupun hak dasar mereka.

Ia menyontohkan dengan tidak dimilikinya dokumen atas lahan dan garapan yang sudah menjadi sandaran hidup keluarga secara turun temurun, dengan mudahnya kalah dengan perusahaan yang membuka lahan tersebut karena telah mengantongi hak guna usaha (HGU).

Bukan hanya tidak adanya perlindungan atas hak kepemilikan, yang menjadi dasar diusulkannya tiga Raperda tersebut menurut politisi partai PPP ini, bahkan selama ini hak-hak dasar sebagai warga negara belum terjamin.

"Betapa banyak anak-anak pedalaman dari suku adat tertentu yang tidak bisa diterima sekolah formal karena tidak memiliki akte kelahiran yang menjadi salah satu dari syarat masuk sekolah," ujarnya.

Tidak bisa diterbitkannya akte karena menurut petugas yang berwenang, mereka tidak memiliki akte nikah sebagaimana yang diatur dalam undang-undang, pasalnya kepercayaan yang mereka anut tidak tercantum dalam agama yang sah diakui negara.

Oleh karenanya, lanjut Arif atas kondisi tersebut, sebagai bagian dari perwakilan mereka, legislatif merasa perlu untuk memperjuangkannya dengan mengusulkan peraturan daerah yang dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam melindungi masyarakat adat tersebut.

Pewarta: Shohib

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016