Di tengah gemerlapnya dunia kuliner yang terus berubah dan berkembang, Ledy Sagita hadir sebagai sosok yang tak sekadar mengikuti arus, tetapi menciptakan gelombangnya sendiri. 

Ia bukan hanya seorang pengusaha makanan biasa, melainkan pahlawan lingkungan yang mencoba memutarbalikkan nasib sisa-sisa olahan makanan menjadi sesuatu yang bernilai.

Bagi Gita, sapaan akrabnya, Dapur Taufta miliknya yang berlokasi di Tanjung, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan  bukanlah sekadar nama bisnis.

Dapur Taufta adalah manifestasi dari semangatnya dalam memulai perjalanan menuju kesadaran lingkungan dan kemandirian ekonomi.

 Ketika berkesempatan mengunjungi dapur olahannya yang bertempat di rumahnya sendiri ia menceritakan kisah awalnya dengan penuh antusias.

"Tahun 2022  awal dari semuanya," ucapnya tersenyum. "Saya memutuskan untuk memulai usaha kuliner. Dapur Taufta sebutannya, sebuah gabungan dari nama suami dan saya,” ujar Gita yang juga merupakan salah satu UMKM binaan Adaro.

Bisnis kuliner yang Gita dirikan tidaklah sekadar tentang membuat makanan sedap dan bergizi. 

Di balik tiap hidangan yang disajikan, terselip cerita tentang perjuangan dalam mengubah pandangan masyarakat terhadap sampah.

"Kegiatan sehari-hari kami memang menerima pesanan katering, membuat keripik, dan membuat sirup homemade," lanjutnya. 

"Namun, dari perjalanan saya ke pasar dan melihat berbagai sampah berserakan di sana, saya merasa prihatin. Sampah seharusnya tidak hanya dilihat sebagai masalah, tetapi juga sebagai peluang."

Dari sinilah, Gita mulai menyadari pentingnya mengelola sisa-sisa olahan makanan dengan lebih bijaksana.

 "Sampah itu adalah kesuburan," katanya. "Asalkan kita mau mengelolanya dengan baik."

Tanpa ragu, Gita mulai mengambil langkah pertama dalam perjalanan menuju keberlanjutan lingkungan. 

Ia mulai mengumpulkan sisa-sisa dari olahan katering dan pasar tradisional yang sehari-hari ia kunjungi. Sampah-sampah itu kemudian dipilah dengan teliti.

"Sampah organik seperti potongan sayur dan kulit buah kami manfaatkan untuk membuat kompos," paparnya dengan antusias. 

"Sedangkan untuk kulit buah, seperti dari nanas dan lemon, kami gunakan untuk membuat ekoenzim."

Ekoenzim itu adalah kunci rahasia dari perjuangan Gita dalam mengubah sampah menjadi sesuatu yang bernilai.

 Dari hasil fermentasi limbah organik dapur, ekoenzim tidak hanya mampu menjadi pupuk alami tanaman, tetapi juga memiliki manfaat sebagai herbisida, pestisida alami, bahkan pembersih kloset atau lantai.

Namun, Gita tidak ingin perjuangannya berhenti hanya pada pemanfaatan sisa-sisa olahan makanan untuk kebutuhan bisnisnya. 

"Kami ingin berbagi ilmu dan kebaikan dengan masyarakat sekitar," katanya dengan tulus.

Dengan semangat yang sama, Gita membentuk sebuah komunitas yang dinamai Komunitas Memeluk Alam.

 Bersama dengan sekolah alam Tanjung Kabupaten  Tabalong, mereka sering mengadakan pelatihan tentang pembuatan sirup dari buah-buahan dan ecoenzim.

"Ini adalah langkah kecil yang kami ambil untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya mengelola sampah," ucapnya dengan optimis.

 "Kami percaya, dari sedikit yang kami lakukan, akan menjadi banyak. Bumi tidak membutuhkan kita, tetapi kita yang membutuhkan bumi."

Melalui perjuangannya yang luar biasa, Ledy Sagita telah membuktikan bahwa setiap individu memiliki kekuatan untuk membuat perubahan.

 Dapur Taufta bukan hanya sebuah bisnis kuliner, melainkan simbol dari harapan akan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. 

Dan di balik tiap hidangan yang disajikan, terselip cerita tentang kepedulian dan komitmen untuk menjaga lingkungan bagi generasi mendatang.
 

Pewarta: *

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024