Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Bank Indonesia menyatakan bahwa pembiayaan properti dengan mekanisme inden dapat melindungi konsumen khususnya untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) sampai dengan fasilitas kredit kedua dengan pencairan bertahap.

Mekanisme inden lindungi konsumen tersebut disampaikan Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial, Divisi Asesmen Korporasi dan Rumah Tangga Bank Indonesia, Ita Rulina dalam Temu Wartawan Daerah di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan pelonggaran kredit melalui mekanisme inden itu merupakan salah satu bentuk kelonggaran ketentuan LTV atau "loan to value"  untuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko/rukan sampai dengan fasilitas kredit/pembiayaan kedua.

Menurut dia, prinsip dalam mengeluarkan kebijakan kelonggaran LTV dilakukan dengan terukur dan prinsip kehati-hatian dan mengutamakan perlindungan konsumen.

Dalam pelonggaran itu diatur bahwa pada saat bank mencairkan pinjaman pembiayaan ke pengembang, maksimal pencairan hingga 40 persen dari plafon maka pengembang sudah harus menyelesaikan fondasi.

Jika ingin dicairkan hingga maksimal 80 persen maka tutup atap sudah harus selesai.

"Kalau dulu tidak begitu. Dengan aturan itu, artinya, bank memastikan bahwa masyarakat yang telah inden dari 'developer', dipastikan untuk membangun sesuai dengan 'progress' yang dijanjikan," ucapnya.

Dia menjelaskan bank dapat memanfaatkan pelonggaran ketentuan LTV itu sepanjang memenuhi persyaratan kredit bermasalah dari total kredit secara net kurang dari lima persen dan syariah gross kurang dari lima persen.

Penyempurnaan ketentuan mengenai LTV pada tahun 2015 dinilai telah mampu menahan penurunan kredit kepemilikan rumah yang diberikan bank.

Namun belum cukup kuat meningkatkan pertumbuhan kredit sehingga diperlukan pelonggaran lanjutan tersebut agar dapat mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti mengingat sektor itu memiliki efek multiplier yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia mencatat risiko kredit properti cenderung meningkat dan kredit bermasalah atau NPL per Juli 2016 tertinggi pada kredit konstruksi sebesar 4,7 persen diikuti KPR (3,1 persen) dan kredit jasa real estate (2,1 persen)./f

Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016