Manajemen PT PLN (Persero) menegaskan komitmen dalam transisi energi kepada dunia di gelaran United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of the Parties ke-28 (COP28) yang diselenggarakan pada 30 November-12 Desember 2023 di Dubai, Uni Emirat Arab.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
Keterangan tertulis Humas PT PLN UID Kalselteng diterima di Kota Banjarbaru, Sabtu, manajemen PLN dalam konferensi tingkat global itu memaparkan skema Accelerating Renewable Energy Development (ARED) sebagai langkah agresif perseroan mendukung Pemerintah Indonesia mencapai Net Zero Emissions (NZE) tahun 2060.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo selaku pembicara di sesi CEO Climate Talks di Indonesia Pavilion menyampaikan, perubahan iklim adalah persoalan global, karena 1 ton emisi CO2 di Dubai akan menimbulkan dampak kerusakan yang sama dengan 1 ton emisi CO2 di Jakarta sehingga satu-satunya cara untuk terus maju adalah melalui kolaborasi.
Darmawan menegaskan, transisi energi sangat penting dilakukan Indonesia guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan tujuan untuk menyediakan energi yang ramah lingkungan dan terjangkau.
"Transisi energi melalui percepatan pengembangan energi terbarukan juga merupakan peluang bagi kita membangun kapasitas nasional, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, mengentaskan kemiskinan dan pada saat yang sama juga menjaga kelestarian lingkungan," tegas Darmawan.
Darmawan mengatakan PLN telah merancang skema ARED untuk meningkatkan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga 480 gigawatt (GW) pada tahun 2060. Bahkan dalam rencana penambahan kapasitas pembangkit PLN sampai tahun 2040, 75 persen akan berbasis EBT dan 25 persen berbasis gas.
Disebutkan, ARED akan menjadi agregator utama PLN dalam melakukan inovasi teknologi ramah lingkungan yang dijalankan dari hulu hingga hilir, contoh pembangunan Upper Cisokan pumped storage yang berkapasitas 1,040 MW dan PLTS Terapung Cirata yang berkapasitas 192 MWp di sektor pembangkitan.
Sementara, dari sisi transmisi, PLN merencanakan pembangunan green enabling trasnmission line yang didukung dengan smart grid dimana green enabling transmission line sangat krusial perannya untuk menyalurkan listrik dari lokasi sumber EBT yang terpisah dan terisolir ke pusat beban di kota-kota besar.
"Kami optimis upaya ini adalah jalan keluar untuk mengatasi mismatch beban antar pulau yang mencapai 33 GW. Mengapa perlu kembangkan infrastruktur karena penting untuk menjaga keseimbangan dalam sistem PLN begitu listrik EBT yang memiliki karakter intermittent masuk dan hal itu sekaligus memungkinkan meningkatkan kapasitas sistem dalam menampung listrik EBT dari tenaga angin dan surya hingga 28 GW," tambahnya.
Sedangkan dari sisi distribusi PLN tengah menjalin kolaborasi untuk membangun pabrik solar PV, pasar karbon hingga pembangunan infrastruktur kendaraan listrik serta untuk transisi energi di sektor transportasi, PLN telah menjalin kolaborasi dengan 23 partner industri otomotif.
Targetnya, PLN bisa membangun 1.000 charging station dan 1.900 pusat penukaran baterai secepatnya sehingga mendorong pengurangan emisi dari sektor transportasi secara signifikan.
"Event seperti COP 28 memberi kita rasa bangga, menyakinkan kita komunitas global yang sebelumnya terfragmentasi telah bersatu. Di samping itu juga membuat kita percaya, apa pun tantangan yang ada di depan, mampu terus bergerak maju untuk memerangi perubahan iklim," tegasnya.
President Designate for COP28 Sultan Ahmed Al Jaber menyebutkan salah satu tantangan mitigasi perubahan iklim saat ini adalah implementasi nyata dari perjanjian dan komitmen berbagai negara terkait transisi energi sehingga pada perhelatan COP28 itu menekankan realisasi komitmen tersebut.
"Kami menyadari semua persoalan krusial dalam mitigasi iklim saat ini adalah kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang dan kami pada COP28 mendorong implementasi yang jelas terhadap semua roadmap yang telah disepakati sejak Paris Agreement 2014 silam," tegas Ahmed Al Jaber pada Opening Ceremony COP28, Kamis (30/11).
Ahmed Al Jaber mengatakan, harus diakui banyak negara berkembang memiliki tantangan infrastruktur dan pendanaan untuk bisa menyamakan langkah dengan negara maju dalam transisi energi sehingga, komunitas global perlu membuat kebijakan mendorong transisi energi yang adil dan dapat diakses seluruh golongan.
"Kebijakan itu memerlukan regulasi, peningkatan kapasitas dan peluang. Jadi mereka semua bertemu satu sama lain dan sudah cukup banyak kekosongan dan saling tuding atas tanggung jawab," kata Ahmed Al Jaber.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Siti Nurbaya menyampaikan, keikustsertaan Indonesia dalam COP28 adalah menegaskan komitmen Indonesia dalam aksi perubahan iklim.
Indonesia hingga 2022 tercatat telah mampu mereduksi emisi di sektor energi sebesar 716 juta ton CO2 disamping telah melakukan berbagai aksi reduksi emisi sehingga mampu mencatatkan pengurangan emisi hingga mencapai 60 persen.
"Sekali lagi, saya tekankan pada COP28 prioritas kami adalah untuk menyoroti hasil-hasil utama dari aksi iklim Indonesia. Terutama untuk memastikan target reduksi emisi pada 2030, sehingga kami dapat mempertahankan kendali dan memainkan peran penting dalam mencapai NZE tahun 2060 atau lebih cepat," sebut Siti.
Executive Secretary of the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Simon Stiell memastikan COP 28 akan mengedepankan akses keadilan bagi seluruh umat manusia dan sesuai pendapatnya agenda transisi energi harus mampu menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi masing masing negara di dunia.
Sebanyak 3,6 miliar orang rentan di seluruh dunia bergantung pada aksi iklim kita. Hal ini sekaligus membuka peluang dalam ekonomi hijau untuk menciptakan lapangan kerja baru, menjaga sekuritas energi, dan tentu saja memasok energi yang adil dan ramah terhadap lingkungan," kata Simon.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023