Sekelompok bekantan nampak asik bergelantungan di atas batang pohon rambai yang menjadi tumbuhan mangrove (bakau) di atas lahan basah perairan Sungai Barito kawasan Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Sebagian ada yang sedang memakan buahnya sembari menggendong anak Bekantan di pangkuan sang induk betina.
Aktivitas kehidupan Bekantan di pohon rambai ini menjadi pemandangan menarik bagi para wisatawan minat khusus berkunjung ke Pulau Curiak yang kini jadi pusat riset dan konservasi bekantan di luar kawasan konservasi oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).
Populasi Bekantan di Pulau Curiak mengalami peningkatan jumlah dari 14 individu selama 2016 menjadi 38 ekor pada 2023 yang dicatat SBI.
Menurut Amalia Rezeki, pendiri sekaligus CEO SBI foundation, peningkatan populasi Bekantan seiring dengan peningkatan restorasi mangrove rambai yang menjadi tempat hidup sosok primata endemik Pulau Kalimantan tersebut.
Sejak 2017, SBI telah melakukan penanaman lebih dari 15 ribu bibit pohon rambai dan pada tahun ini rencananya ditambah 10 ribu batang tersebar di kawasan Stasiun Riset Bekantan dan Mangrove Rambai Center di Anjir Muara Pulau Curiak dan sekitarnya.
Restorasi mangrove rambai merupakan program yang untuk pertama kalinya dicanangkan oleh Amel, sebutan akrab Amalia Rezeki sang doktor konservasi Bekantan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Baginya untuk menyelamatkan Bekantan, mesti menyediakan habitat berupa hutan mangrove rambai.
Di sisi lain memulihkan habitat Bekantan, berarti memulihkan ekosistem lahan basah berupa hutan mangrove rambai, yang juga menjadi upaya mitigasi bencana iklim akibat pemanasan global.
Selain penguatan kapasitas masyarakat lokal dalam upaya pelestarian mangrove, SBI juga sudah membangun "green house" mangrove rambai sebagai pusat pembibitan tumbuhan rambai.
Green house yang dibangun cukup menampung sekitar 10.000 bibit rambai yang disemai secara generatif dan dikelola oleh Kelompok Nelayan Peduli Lingkungan Mangrove Rambai Lestari binaan SBI sejak lima tahun lalu.
Amel pun bertekad Pulau Curiak menjadi role model pemulihan ekosistem kawasan lahan basah terutama mangrove rambai di dunia.
Tekad Amel ini didukung sepenuhnya berbagai pihak yang peduli terhadap upaya konservasi Bekantan dan ekosistem, salah satunya PT Pamapersada Nusantara Banjarbaru yang menyokong pembangunan green house di Pulau Curiak.
Deputy BBSO Head Pamapersada Nusantara Arif Cahyadi mengatakan pembangunan green house adalah bentuk keberlanjutan komitmen pihaknya yang telah menjalin kerja sama dengan SBI selama lima tahun mendukung upaya pelestarian satwa endemik Kalimantan, serta pemulihan ekosistem mangrove, terutama jenis tumbuhan rambai yang memiliki dampak positif bagi penyerap karbon untuk penanganan perubahan iklim.
Pohon rambai terbesar
Sahabat Bekantan Indonesia bersama tim peneliti Universitas Lambung Mangkurat berupaya menyelamatkan keberadaan pohon rambai terbesar dan tertua di kawasan Stasiun Riset Bekantan Pulau Curiak.
Memiliki tinggi sekitar 25 meter dan lingkar batang hingga mencapai 2,71 meter, pohon rambai yang berada tepat di samping bangunan Camp Research Tim Roberts yang menjadi pusat studi dan penelitian bekantan serta ekosistem lahan basah itu kini terus dipelihara secara alami.
Secara ilmiah pada umumnya pohon rambai memiliki usia tumbuh antara 25 hingga 30 tahun hingga memasuki fase akhir dengan ditandai daun yang luruh serta pelapukan batang pohon dan kemudian mati.
Pohon rambai atau pidada merah merupakan salah satu jenis tanaman mangrove (bakau) yang tumbuh pada substrat dari kombinasi dominan lumpur dan pasir dengan kedalaman berkisar antara 18 hingga 22 centimeter serta selalu tergenang air.
Amel mengemukakan rencana menjadikan tempat tumbuh pohon rambai tua tersebut sebagai objek konservasi dan sekaligus wisata minat khusus, selain wisata konservasi bekantan yang telah dikelola sebagai Pusat Riset Ekosistem Lahan Basah di Kalimantan Selatan.
Alhasil, wisatawan bisa mendapat pengetahuan tentang pohon rambai raksasa dan pentingnya menjaga keberadaan pohon secara lestari bagi planet bumi.
Adapun perubahan iklim yang ekstrem, bencana alam dan peningkatan suhu panas bumi adalah salah satu akibat dari kerusakan alam karena berkurangnya pohon di muka bumi.
Sudah saatnya membangun mata rantai kepedulian bersama dengan melakukan aksi nyata dalam menyelamatkan peradaban di bumi melalui upaya sederhana dengan menanam pohon sebagai masa depan dan peradaban masyarakat di dunia.
Untuk itulah, Amel mewajibkan setiap pengunjung ke kawasan Pulau Curiak untuk menanam pohon, terutama pohon rambai agar tetap terjaga populasinya dan lestari.
Situs Geopark Meratus
Pulau Curiak yang kini resmi ditetapkan sebagai salah satu situs Geopark Meratus di rute barat dengan tema "Pesona susur sungai orang Banjar" terus menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung.
Letaknya yang berada tak jauh dari Pulau Bakut sebagai pulau di bawah Jembatan Barito, jembatan sepanjang 1.082 meter melintasi Sungai Barito akses Jalan Trans Kalimantan dari Kalimantan Selatan ke Kalimantan Tengah.
Pulau Bakut merupakan kawasan konservasi bekantan yang dijaga kelestarian oleh pemerintah dan terlarang bagi masyarakat mengambil dan memperjualbelikan satwa dilindungi yang ada di dalamnya.
Sementara Pulau Curiak diinisiasi SBI untuk dijadikan konservasi bekantan di luar kawasan konservasi.
Bagi wisatawan yang ingin ke Pulau Curiak, cukup menumpangi kapal kecil atau perahu bermesin dari dermaga di bawah Jembatan Barito dengan jarak tempuh sekitar 30 menit menyusuri sungai.
Dalam wisata minat khusus yang dikembangkan SBI bertajuk "Bekantan Ecotour", pengunjung diajak menyusuri trek hutan mangrove atau bakau hasil restorasi.
Objek wisata minat khusus banyak dimanfaatkan sejumlah sekolah dan perguruan tinggi untuk edukasi serta penelitian keragaman hayati khas lahan basah.
Bahkan setiap bulan ada pelajar dan mahasiswa yang berkunjung ke Stasiun Riset Bekantan baik lokal maupun manca negara.
"Bulan Juni lalu ada wisatawan dari Jepang dan Hongkong berjumlah sekitar 20 orang, serta bulan Juli ini rencananya 40 mahasiswa dari Australia," kata Amel.
Mengedepankan wisata alam yang ramah lingkungan, Pulau Curiak siap berkontribusi menciptakan kelestarian alam bersama 54 situs lainnya di Kalimantan Selatan yang membentang di kawasan Pegunungan Meratus sebagai Geopark Nasional Indonesia dan kini dalam penilaian menjadi UNESCO Global Geopark.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023