Bupati Tapin, Kalimantan Selatan HM Arifin Arpan mengatakan pihaknya ingin membuka 450 hektare lahan produktif untuk cabai rawit hiyung. 

"Kita juga ingin mengamankan potensi lahan agar tidak dialihfungsikan. Sehingga lahan yang ada benar-benar dimanfaatkan untuk pengembangan cabai hiyung,” ujarnya di Rantau, Kamis. 

Khusus di Desa Hiyung saja, saat ini lahan produktif ada 116 hektare milik 11 kelompok tani. Lahan seluas itu melibatkan 300 kepala keluarga (KK) setempat. 

Jika ditambah dengan 140 hektare lahan milik petani mandiri, maka totalnya ada 329 KK atau 99 persen penduduk Desa Hiyung mengandalkan tanaman cabai ini sebagai tumpuan ekonomi.

Ketua Kelompok Tani Karya Baru, Junaidi, mengatakan wacana Bupati Tapin itu di sambut gembira oleh masyarakat apabila terealisasi, karena total lahan yang potensial di buka berkisar 700 hektare. 

"Jelas, ini kabar yang menggembirakan," ujarnya. 


Data Dinas Pertanian Tapin menunjukkan sampai 2023 luasan lahan yang dibuka pemerintah daerah sudah mencapai 222 hektare.

Luasan lahan itu tersebar di wilayah Desa Hiyung (150 hektare), di sejumlah desa di Kecamatan Candi Laras Selatan (70 hektare) dan Kecamatan Bakarangan (2 hektare).

Media tanam di semua wilayah itu memiliki georafis rawa lebak yang serupa dengan Hiyung.

Sementara angka produktivitas 2021 mencapai 69.04 kuintal cabai per hektare dan pada 2022 sebanyak 90 kuintal/hektare.


Terkait harga, kata Junaidi, cabai rawit hiyung lebih unggul dari pada cabai jenis lainnya, sehingga di pasaran, nilai jual bisa selisih Rp5 ribu-Rp10 ribu/kg dari cabai rawit asal daerah lain.

Harga tertinggi dan terendah belakangan ini yang dialami cabai rawit hiyung, yaitu Rp35 ribu-120 ribu/kg, yang fluktuasinya sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar.


Perluasan media tanam cabai rawit hiyung ini, dinilai tak ada ruginya. Karena, cabai rawit ini banyak penggemar sehingga banyak permintaan baik dari dalam ataupun luar daerah. 


Untung

Menakar keuntungan individual, contohnya yang dialami oleh Darita (60), seorang petani mandiri dengan lahan setengah hektare. Setiap musim dia bisa memperoleh omzet Rp50 juta, dengan untung bersih rata-rata Rp25 juta/musim.

Sementara Asyadi (52) seorang anggota kelompok tani, dengan lahan sekitar 2 hektare bisa meraup untung sekitar Rp50 juta dengan omzet lebih dari Rp100 juta per musim.

Di jeda waktu siklus panen-tanam, kedua petani ini menyibukan diri dengan menanam padi.

Orientasinya bukan untuk menambah pemasukan, namun sebagai upaya untuk ketahanan pangan rumah tangga selama setahun.

Kebiasaan itu dinilai gambaran bahwa sebagian besar masyarakat menjadikan cabai rawit hiyung sebagai sumber ekonomi utama.

Selain pemasukan dari hasil pascapanen cabai rawit segar, kaum perempuan di Desa Hiyung juga bisa meraup untung dari penjual bibit cabai rawit.

Mayoritas perempuan di desa ini melakoni bisnis budi daya bibit, dijual kepada petani di dalam hingga luar desa, dengan keuntungan bisa mencapai jutaan rupiah.

Contohnya, Sabariah (51), mengaku bisa menjual 10 ribu bibit pohon cabai rawit hiyung setiap bulan. Bibit umur 1 bulan – 1,5 bulan dijual Rp300 per batang.

Jika dihitung, pendapatan ibu rumah tangga ini bisa mencapai Rp3 juta /bulan. Bisnis ini bisa dilakukan sepanjang tahun.
 

Pewarta: M Fauzi Fadillah

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023