Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendukung penyelenggaraan konferensi internasional tentang kependudukan dan pembangunan melalui Forum Parlemen Asia-Arab untuk mengatasi pemberdayaan pemuda dan kekerasan berbasis gender.
Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Prof Rizal Damanik, PhD, melalui keterangan tertulis dari Perwakilan BKKBN Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu, mengatakan kegiatan forum tersebut untuk mewujudkan komitmen pembangunan SDGs tentang pendidikan, kependudukan, kesehatan reproduksi dan pemberdayaan pemuda.
Baca juga: BKKBN gandeng mahasiswa UMB cegah stunting
Acara itu melibatkan The Asian Population and Development Association (APDA), Forum Of Arab Parliamentarians on Population Development (FAPPD), dan Indonesian Forum of Parliamentary on Population and Development (IFPPD) bekerja sama dengan United Nation Population Fund (UNFPA) dalam pertemuan inter-regional bertajuk "Pertemuan Parlemen Arab dan Asia untuk Menindaklanjuti Komitmen ICPD25: Mengatasi Kekerasan Berbasis Gender dan Pemberdayaan Pemuda" yang berlangsung pada 1-2 Maret 2023 di Jakarta.
Rizal menuturkan kegiatan itu melibatkan anggota parlemen dan pemangku kepentingan lain dalam diskusi dan dialog tentang isu yang mempengaruhi pemuda dan kekerasan berbasis gender, advokasi kebijakan, yang merupakan bagian dari Agenda 2030 dan Program Aksi ICPD (International Conference for Population & Development).
Acara ini juga diselenggarakan secara daring via aplikasi "Zoom" dan siaran langsung Youtube @BKKBN Official.
Konferensi internasional ini dihadiri Anggota Parlemen dari kawasan Arab dan Asia, anggota parlemen dari Indonesia, para pakar, perwakilan masyarakat sipil, organisasi internasional dan LSM.
Diketahui, 25 Negara Asia dan 15 negara Arab turut terlibat dalam forum tersebut. Hal ini merupakan kebanggaan bagi Indonesia menjadi tuan rumah dan dapat menyelenggarakan forum internasional dengan cakupan kerja sama yang cukup luas.
Baca juga: Kabar baik, angka stunting di Kalsel turun 5,4 persen
Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Ketua Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan (IFPPD), Dr. Dede Yusuf M.E., S.T., M.I.Pol.
“Saya sampaikan terima kasih atas kehadirannya karena ini adalah pertemuan yang sangat penting kita ada 25 negara dari Asia dan 15 negara dari Arab. Bisa disebutkan bahwa ini adalah assembly Arab-Asia pertama di Asia. Mudah mudahan ini adalah suatu kesuksesan yang baik untuk semua yang terlibat dan mendapat kerja sama yang baik” ucap Dede Yusuf.
Dede menyatakan IFPPD turut berperan mendukung DPR RI membuat regulasi undang-undang termasuk pengesahan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pencegahan Perdagangan Orang, UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang peningkatan usia sah perkawinan, dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual.
“Tetapi penciptaan hukum itu sendiri tidak cukup, DPR RI dengan dukungan lembaga lain termasuk IFPPD perlu memantau implementasi undang-undang tersebut, penjabarannya ke peraturan yang lebih rendah termasuk pengesahan peraturan daerah,” ujar Dede.
Perwakilan United Nation Population Fund (UNFPA) Prof Hala Youssef menjelaskan peran parlemen sangat penting dalam memantau dan melayani kesehatan untuk perkembangan kesehatan dan urgensi kebijakan lainnya.
"Maka sangat penting bagi kehidupan mereka untuk kita memberikan atau akses kesehatan bagi seluruh anak-anak muda itu agar seluruh kelompok masyarakat atau kelompok penduduk mereka bisa memanfaatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, misalnya ada perempuan yang tidak mendapatkan hak-haknya sebagai perempuan kemudian ada peranan yang sangat penting yang bisa diperankan atau diambil perannya oleh para anggota parlemen wanita," tutur Youssef.
Baca juga: Awali tahun 2023, BKKBN gelar layanan KB Implan dan IUD serentak di Kalsel
Sementara itu, MP Libanon Forum Of Arab Parliamentarians on Population Development (FAPPD) Hon Pierre BouAssi menekankan bahwa forum ini terselenggara dikarenakan adanya kedua belah pihak memiliki tantangan dan nilai yang sama sehingga dapat bekerja sama untuk mengatasi masalah bersama-sama.
“Tadi saya menyampaikan kepada rekan rekan dari negara Arab disini bahwa kita menghadapi tantangan yang sama tapi kita memiliki nilai yang sama. Kita menghadapi tantangan terhadap kekerasan berbasis gender dan tujuannya menghapus kekerasan berbasis gender. Ini adalah pertanda yang sangat baik bahwa kita memiliki kesamaan, kita mengakui bahwa adanya masalah masalah yang perlu dihadapi bersama dan parlemen adalah sarana paling efisien untuk berbagi praktek terbaik, berbagi pembelajaran, melihat apa yang berhasil dalam kerja-kerja kita agar anggota parlemen di negara lain dapat juga melakukan hal yang serupa” ujar Pierre.
The Asian Population and Development Association, Hon Prof Keizo Takemi menambahkan kekerasan berbasis gender juga meningkat dalam situasi konflik akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan dan menekankan bahwa Universal Health care (UHC) sebagai kunci dan esensial.
“Kekerasan berbasis gender meningkat dalam situasi konflik dan bencana COVID-19 yang berkepanjangan karena tekanan ekonomi dan penutupan sekolah akibat pandemi secara global sekitar satu dari 5 atau 21 persen anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun perkawinan anak tidak hanya menghilangkan kesempatan pendidikan anak perempuan, tetapi kehamilan dini dan melahirkan anak juga memiliki risiko komplikasi dan kematian yang lebih tinggi dampak pandemi juga menyebabkan kesenjangan dan ketidaksetaraan yang melebar yang mempengaruhi kelompok yang paling rentan untuk mempersiapkan dan menanggapi resiko kesehatan dan membangun masyarakat yang lebih sehat lebih adil dan lebih sejahtera di mana tidak ada yang tertinggal, mencapai UHC adalah kunci dan esensial," ucap Keizo.
Baca juga: BKKBN Kalsel sosialisasikan pencegahan stunting kepada PIA Ardhya Garini
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Prof Rizal Damanik, PhD, melalui keterangan tertulis dari Perwakilan BKKBN Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu, mengatakan kegiatan forum tersebut untuk mewujudkan komitmen pembangunan SDGs tentang pendidikan, kependudukan, kesehatan reproduksi dan pemberdayaan pemuda.
Baca juga: BKKBN gandeng mahasiswa UMB cegah stunting
Acara itu melibatkan The Asian Population and Development Association (APDA), Forum Of Arab Parliamentarians on Population Development (FAPPD), dan Indonesian Forum of Parliamentary on Population and Development (IFPPD) bekerja sama dengan United Nation Population Fund (UNFPA) dalam pertemuan inter-regional bertajuk "Pertemuan Parlemen Arab dan Asia untuk Menindaklanjuti Komitmen ICPD25: Mengatasi Kekerasan Berbasis Gender dan Pemberdayaan Pemuda" yang berlangsung pada 1-2 Maret 2023 di Jakarta.
Rizal menuturkan kegiatan itu melibatkan anggota parlemen dan pemangku kepentingan lain dalam diskusi dan dialog tentang isu yang mempengaruhi pemuda dan kekerasan berbasis gender, advokasi kebijakan, yang merupakan bagian dari Agenda 2030 dan Program Aksi ICPD (International Conference for Population & Development).
Acara ini juga diselenggarakan secara daring via aplikasi "Zoom" dan siaran langsung Youtube @BKKBN Official.
Konferensi internasional ini dihadiri Anggota Parlemen dari kawasan Arab dan Asia, anggota parlemen dari Indonesia, para pakar, perwakilan masyarakat sipil, organisasi internasional dan LSM.
Diketahui, 25 Negara Asia dan 15 negara Arab turut terlibat dalam forum tersebut. Hal ini merupakan kebanggaan bagi Indonesia menjadi tuan rumah dan dapat menyelenggarakan forum internasional dengan cakupan kerja sama yang cukup luas.
Baca juga: Kabar baik, angka stunting di Kalsel turun 5,4 persen
Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Ketua Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan (IFPPD), Dr. Dede Yusuf M.E., S.T., M.I.Pol.
“Saya sampaikan terima kasih atas kehadirannya karena ini adalah pertemuan yang sangat penting kita ada 25 negara dari Asia dan 15 negara dari Arab. Bisa disebutkan bahwa ini adalah assembly Arab-Asia pertama di Asia. Mudah mudahan ini adalah suatu kesuksesan yang baik untuk semua yang terlibat dan mendapat kerja sama yang baik” ucap Dede Yusuf.
Dede menyatakan IFPPD turut berperan mendukung DPR RI membuat regulasi undang-undang termasuk pengesahan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pencegahan Perdagangan Orang, UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang peningkatan usia sah perkawinan, dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang kekerasan seksual.
“Tetapi penciptaan hukum itu sendiri tidak cukup, DPR RI dengan dukungan lembaga lain termasuk IFPPD perlu memantau implementasi undang-undang tersebut, penjabarannya ke peraturan yang lebih rendah termasuk pengesahan peraturan daerah,” ujar Dede.
Perwakilan United Nation Population Fund (UNFPA) Prof Hala Youssef menjelaskan peran parlemen sangat penting dalam memantau dan melayani kesehatan untuk perkembangan kesehatan dan urgensi kebijakan lainnya.
"Maka sangat penting bagi kehidupan mereka untuk kita memberikan atau akses kesehatan bagi seluruh anak-anak muda itu agar seluruh kelompok masyarakat atau kelompok penduduk mereka bisa memanfaatkan pelayanan kesehatan yang maksimal, misalnya ada perempuan yang tidak mendapatkan hak-haknya sebagai perempuan kemudian ada peranan yang sangat penting yang bisa diperankan atau diambil perannya oleh para anggota parlemen wanita," tutur Youssef.
Baca juga: Awali tahun 2023, BKKBN gelar layanan KB Implan dan IUD serentak di Kalsel
Sementara itu, MP Libanon Forum Of Arab Parliamentarians on Population Development (FAPPD) Hon Pierre BouAssi menekankan bahwa forum ini terselenggara dikarenakan adanya kedua belah pihak memiliki tantangan dan nilai yang sama sehingga dapat bekerja sama untuk mengatasi masalah bersama-sama.
“Tadi saya menyampaikan kepada rekan rekan dari negara Arab disini bahwa kita menghadapi tantangan yang sama tapi kita memiliki nilai yang sama. Kita menghadapi tantangan terhadap kekerasan berbasis gender dan tujuannya menghapus kekerasan berbasis gender. Ini adalah pertanda yang sangat baik bahwa kita memiliki kesamaan, kita mengakui bahwa adanya masalah masalah yang perlu dihadapi bersama dan parlemen adalah sarana paling efisien untuk berbagi praktek terbaik, berbagi pembelajaran, melihat apa yang berhasil dalam kerja-kerja kita agar anggota parlemen di negara lain dapat juga melakukan hal yang serupa” ujar Pierre.
The Asian Population and Development Association, Hon Prof Keizo Takemi menambahkan kekerasan berbasis gender juga meningkat dalam situasi konflik akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan dan menekankan bahwa Universal Health care (UHC) sebagai kunci dan esensial.
“Kekerasan berbasis gender meningkat dalam situasi konflik dan bencana COVID-19 yang berkepanjangan karena tekanan ekonomi dan penutupan sekolah akibat pandemi secara global sekitar satu dari 5 atau 21 persen anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun perkawinan anak tidak hanya menghilangkan kesempatan pendidikan anak perempuan, tetapi kehamilan dini dan melahirkan anak juga memiliki risiko komplikasi dan kematian yang lebih tinggi dampak pandemi juga menyebabkan kesenjangan dan ketidaksetaraan yang melebar yang mempengaruhi kelompok yang paling rentan untuk mempersiapkan dan menanggapi resiko kesehatan dan membangun masyarakat yang lebih sehat lebih adil dan lebih sejahtera di mana tidak ada yang tertinggal, mencapai UHC adalah kunci dan esensial," ucap Keizo.
Baca juga: BKKBN Kalsel sosialisasikan pencegahan stunting kepada PIA Ardhya Garini
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023