Populasi ikan lokal yang hidup di sungai, danau, dan rawa di provinsi Kalimantan Selatan, belakangan ini kian sulit dijumpai  di pasaran atau pedagang ikan di Kota Banjarmasin.

Pemantauan di Pasar Cemara, bilangan Perumnas, Kayu Tangi Banjarmasin, Jumat pagi terlihat perdagangan ikan didominasi aneka ikan laut, serta ikan hasil budidaya, seperti ikan patin, nila, atau lele.

Sementara lokal alam, seperti ikan bakut, jelawat, lampam, sanggiringan,  sanggang, barangmata, kelabau, adungan, agak sulit ditemui. Menurut seorang pedagang Masran (40 tahun) lantaran populasi dialam bebas agak berkurang.

Baca juga: DKP2TPH Kabupaten Tabalong kembangkan budidaya ikan keramba

Sementara ikan lokal atau ikan rawa yang tampak masih banyak dijual adalah gabus, sepat siam, sepat biasa, biawan, atau pepuyu.Kendati demikian harganya relatif lebih mahal dibandingkan ikan laut, atau ikan budidaya.

Harga ikan gabus atau ikan haruan bervariasi tergantung besar dan kecil, yang besar bisa Rp80 ribu per kilogram, yang kecil Rp50 ribu per kilogram.

Begitu juga harga ikan pepuyu yang besar bisa mencapai Rp100 ribuper kilogram, sementara yang kecil Rp60 ribu per kilogram.

Baca juga: Dinas Perikanan HSU mulai budi dayakan ikan gabus tekan Inflasi

Sedangkan ikan yang mulai langka seperti ikan bakut atau ikan malas harga yang masih segar atau masih hidup bisa mencapai Rp120 ribu per kilogram, tetapi yang sudah mati hanya sekitar Rp80 ribu perkilogram

Padahal ikan lokal endemis Kalimantan Selatan dulunya menduduki nilai ekonomi penting dalam kehidupan Kalimantan .
Penangkapan ikan lokal disungai dengan cara menyumpit (Antara/Hasan Z) (ikan lokal,)

Menurut Masran berkurangnya populasi ikan lokal ada beberapa penyebabnya, selain karena banyak air  sungai, rawa, dan air danau  yang kualitasnya buruk, ikan lokal juga tergusur spesies introduksi (ikan pendatang), seperti ikan nila yang mulai marajai kehidupan ikan di kawasan ini.

Sebagai contoh, sepuluh tahun lalu, aneka ikan lokal masih banyak yang hidup di Bendungan Riam Kanan, yang merupakan lumbungnya produk ikan lokal Kalsel, tetapi setelah adanya ikan nila (tilavia) maka populasi ikan lokal turun drastis.

Konon ikan nila ini menjadi ikan predator terhadap anak anak ikan lokal hingga ikan lokal sulit berkembang biak.

Baca juga: Produksi ikan lokal di Banjarmasin menurun akibat hujan terus menerus
 
Kondisi itu diperparah dengan perburuan anakan ikan lokal yang kemudian dijual karena adanya kecendrungan penduduk lokal pula yang suka mengkonsumsi ikan yang masih kecil kecil (anakan) atau perburuan anak ikan lokasl digunakan untuk makanan aneka jenis ikan hias.

Kemudian pula penangkapan dengan cara strum atau memberikan racun ikan kesungai seperti melarutkan air tuba, jelas memperparah populasi ikan lokal yang hidup di alam liar.



 

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023