Abdul Aziz, warga Desa Manurung, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, begitu giat mengenalkan kain tenun Pagatan hingga ke mancanegara dan diakui Negara Indonesia sebagai warisan budaya nasioal pada 2018.
Kain tenun Pagatan merupakan kain tradisional masyarakat Bugis yang dikerjakan secara turun menurun oleh warga Desa Manurung sebagai budaya nenek moyang mereka.
Laki-laki berusia (56) yang akrab disapa Aziz memiliki tekad yang tinggi untuk mengangkat dan melestarikan kain tenun Pagatan agar tetap eksis dan dikenal oleh masyarakat luas.
Berawal dari tekat tersebut, Aziz mulai belajar membuat kain tenun sejak usia 19 tahun. Dia belajar dari penenun yang ada di desa itu secara mandiri. Alat yang dipakai menggunakan sistem gedogan.
Alat tenun itu relatif sederhana, penggunaannya dengan cara memangku atau menggendongnya sambil penenun duduk di lantai.
Terkesan tidak lazim, seorang laki laki belajar menenun, karena pada umumnya penenun kain selalu dikerjakan oleh seorang perempuan. Namun tekat itu tidak mematahkan semangat Aziz untuk menjadi penenun untuk melestarikan budaya Bugis tersebut.
Untuk membuat selembar kain tenun Pagatan tidaklah semudah yang kita pikirkan seperti membalikkan telapak tangan. Ada sejumlah proses yang harus dilalui untuk menghasilkan kain tenun yang berkualitas.
Proses itu dimulai dari membuat motif, memintal benang, mewarnai, menenun, mengeringkan, hingga menutup kain. Proses pembuatan kain tenun bisa memakan waktu bulanan, bahkan tahunan.
"Hampir satu tahun saya mempelajari cara membuat kain tenun, dalam prosesnya memang agak rumit bahkan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan satu lembar kain," kata Aziz.
Dirasa cukup terampil, pada 2015 dirinya berinisiatif membuat kain tenun sepanjang 250 meter untuk diusulkan ke Dinas Pariwisata setempat guna didaftarkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI sebagai Rekor MURI kain tenun terpanjang di dunia.
Hampir putus asa, karena usulan Aziz belum mendapatkan respon dari pemerintah. Setelah menunggu kurang lebuh tiga tahun baru ada perwakilan Kemendikbud melakukan peninjauan ke tempat produksi kain tenun miliknya.
"Mereka meninjau dan mengkaji usulan yang sebelumnya telah kami sampaikan ke Kemendikbud RI, dan mereka melakukan kajian dan penilaian," terang Aziz.
Dari hasil kajian tersebut, Kemendikbud menyimpulkan bahwa kain tenun tersebut memiliki nilai yang menonjol sebagai warisan budaya nasional tak benda.
Di sisi lain, nilai itu berdasarkan adanya upaya pelestarian dari pemerintah daerah setempat, sehingga pada 2018 Kemendikbud menetapkan kain tenun Pagatan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.
"Saya bersyukur atas usaha dalam melestarikan dan mengangkat kain tenun Pagatan diakui oleh pemerintah hingga tingkat nasional," ucap Aziz.
Atas pencapaian itu, Aziz juga bertekat untuk mengenalkan warisan budaya kain tenun Pagatan ke tingkat internasional. Usaha yang dilakukan saat ini dirinya membangun jaringan atau mitra kerja yang ada di luar Negeri.
Hingga saat ini ada empat negara yang menjadi mitra usaha Abdul Aziz dalam memasarkan dan mengenalkan kait tenun Pagatan, di antaranya Negara Malaysia, Singapura, Mesir, Jepang dan Inggris.
"Bahkan setiap bulan negara tersebut mulai rutin melakukan pemesanan, rata-rata mencapai 500 lembar/bulan," jelas Aziz.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
Kain tenun Pagatan merupakan kain tradisional masyarakat Bugis yang dikerjakan secara turun menurun oleh warga Desa Manurung sebagai budaya nenek moyang mereka.
Laki-laki berusia (56) yang akrab disapa Aziz memiliki tekad yang tinggi untuk mengangkat dan melestarikan kain tenun Pagatan agar tetap eksis dan dikenal oleh masyarakat luas.
Berawal dari tekat tersebut, Aziz mulai belajar membuat kain tenun sejak usia 19 tahun. Dia belajar dari penenun yang ada di desa itu secara mandiri. Alat yang dipakai menggunakan sistem gedogan.
Alat tenun itu relatif sederhana, penggunaannya dengan cara memangku atau menggendongnya sambil penenun duduk di lantai.
Terkesan tidak lazim, seorang laki laki belajar menenun, karena pada umumnya penenun kain selalu dikerjakan oleh seorang perempuan. Namun tekat itu tidak mematahkan semangat Aziz untuk menjadi penenun untuk melestarikan budaya Bugis tersebut.
Untuk membuat selembar kain tenun Pagatan tidaklah semudah yang kita pikirkan seperti membalikkan telapak tangan. Ada sejumlah proses yang harus dilalui untuk menghasilkan kain tenun yang berkualitas.
Proses itu dimulai dari membuat motif, memintal benang, mewarnai, menenun, mengeringkan, hingga menutup kain. Proses pembuatan kain tenun bisa memakan waktu bulanan, bahkan tahunan.
"Hampir satu tahun saya mempelajari cara membuat kain tenun, dalam prosesnya memang agak rumit bahkan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan satu lembar kain," kata Aziz.
Dirasa cukup terampil, pada 2015 dirinya berinisiatif membuat kain tenun sepanjang 250 meter untuk diusulkan ke Dinas Pariwisata setempat guna didaftarkan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI sebagai Rekor MURI kain tenun terpanjang di dunia.
Hampir putus asa, karena usulan Aziz belum mendapatkan respon dari pemerintah. Setelah menunggu kurang lebuh tiga tahun baru ada perwakilan Kemendikbud melakukan peninjauan ke tempat produksi kain tenun miliknya.
"Mereka meninjau dan mengkaji usulan yang sebelumnya telah kami sampaikan ke Kemendikbud RI, dan mereka melakukan kajian dan penilaian," terang Aziz.
Dari hasil kajian tersebut, Kemendikbud menyimpulkan bahwa kain tenun tersebut memiliki nilai yang menonjol sebagai warisan budaya nasional tak benda.
Di sisi lain, nilai itu berdasarkan adanya upaya pelestarian dari pemerintah daerah setempat, sehingga pada 2018 Kemendikbud menetapkan kain tenun Pagatan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.
"Saya bersyukur atas usaha dalam melestarikan dan mengangkat kain tenun Pagatan diakui oleh pemerintah hingga tingkat nasional," ucap Aziz.
Atas pencapaian itu, Aziz juga bertekat untuk mengenalkan warisan budaya kain tenun Pagatan ke tingkat internasional. Usaha yang dilakukan saat ini dirinya membangun jaringan atau mitra kerja yang ada di luar Negeri.
Hingga saat ini ada empat negara yang menjadi mitra usaha Abdul Aziz dalam memasarkan dan mengenalkan kait tenun Pagatan, di antaranya Negara Malaysia, Singapura, Mesir, Jepang dan Inggris.
"Bahkan setiap bulan negara tersebut mulai rutin melakukan pemesanan, rata-rata mencapai 500 lembar/bulan," jelas Aziz.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023