PT PLN (Persero) melakukan uji coba meningkatkan persentase porsi biomassa hingga 20 persen untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada program co-firing dalam upaya meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT).
"Keberhasilan program co-firing dalam menekan emisi karbon menjadi latar belakang untuk meningkatkan porsi EBT sebagai pengganti batu bara," kata General Manager PLN Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Kalimantan Daniel Eliawardhana di Banjarbaru, Rabu.
Komposisi biomassa hingga 20 persen diterapkan di PLTU Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, setelah sebelumnya PLTU ini sukses dengan porsi 5 persen biomassa.
Dari uji coba yang dilaksanakan, PLN mendapatkan hasil proses pembakaran 20 persen biomassa dapat berjalan dengan sempurna serta tidak ada perbedaan karakteristik yang signifikan antara biomassa dengan batu bara pada umumnya.
“Keberhasilan uji coba terlihat dari parameter teknis yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan 100 persen batu bara dengan pencampuran biomassa,” tutur Daniel.
Dia menjelaskan PLTU Pulang Pisau dengan kapasitas 90 megawatt (MW) telah berhasil mengonversi sebagian batu bara dengan biomassa sejak Oktober 2021.
Sejak pertama kali dijalankan, program co-firing biomassa di PLTU Pulang Pisau telah membakar lebih dari 2.000 metrik ton (MT) "wood chip" atau serpihan kayu serta menghasilkan 2.437 mega watt hour (MWh) energi listrik. Selain itu, lebih dari 3.000 ton karbon dioksida berhasil direduksi.
Daniel menyebut secara kualitas bahan bakar, kalori yang dimiliki serpihan kayu cukup tinggi hampir mencapai 4.000 kcal/kg.
"Dengan melaksanakan program co-firing, kami dapat meningkatkan efisiensi pengoperasian PLTU sekaligus menekan emisi karbon yang dihasilkan," paparnya.
Daniel menambahkan, program co-firing telah menciptakan ekonomi kerakyatan karena memanfaatkan limbah perkebunan berupa potongan kayu berukuran kecil yang berasal dari masyarakat di sekitar PLTU.
Bahan baku biomassa yang digunakan berasal dari sumber daya lokal yang berasal dari perkebunan. Hal ini diharapkan memberikan efek ganda bagi perekonomian masyarakat.
Salah satu penghasil limbah kayu untuk bahan bakar PLTU Pulang Pisau berasal dari masyarakat Desa Buntoi, Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau.
“Dengan adanya kebutuhan limbah kayu di PLTU Pulang Pisau menciptakan lapangan kerja di sektor pengolahan biomassa bagi masyarakat desa kami,” ujar Kepala Desa Buntoi Markirius.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
"Keberhasilan program co-firing dalam menekan emisi karbon menjadi latar belakang untuk meningkatkan porsi EBT sebagai pengganti batu bara," kata General Manager PLN Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Kalimantan Daniel Eliawardhana di Banjarbaru, Rabu.
Komposisi biomassa hingga 20 persen diterapkan di PLTU Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, setelah sebelumnya PLTU ini sukses dengan porsi 5 persen biomassa.
Dari uji coba yang dilaksanakan, PLN mendapatkan hasil proses pembakaran 20 persen biomassa dapat berjalan dengan sempurna serta tidak ada perbedaan karakteristik yang signifikan antara biomassa dengan batu bara pada umumnya.
“Keberhasilan uji coba terlihat dari parameter teknis yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan 100 persen batu bara dengan pencampuran biomassa,” tutur Daniel.
Dia menjelaskan PLTU Pulang Pisau dengan kapasitas 90 megawatt (MW) telah berhasil mengonversi sebagian batu bara dengan biomassa sejak Oktober 2021.
Sejak pertama kali dijalankan, program co-firing biomassa di PLTU Pulang Pisau telah membakar lebih dari 2.000 metrik ton (MT) "wood chip" atau serpihan kayu serta menghasilkan 2.437 mega watt hour (MWh) energi listrik. Selain itu, lebih dari 3.000 ton karbon dioksida berhasil direduksi.
Daniel menyebut secara kualitas bahan bakar, kalori yang dimiliki serpihan kayu cukup tinggi hampir mencapai 4.000 kcal/kg.
"Dengan melaksanakan program co-firing, kami dapat meningkatkan efisiensi pengoperasian PLTU sekaligus menekan emisi karbon yang dihasilkan," paparnya.
Daniel menambahkan, program co-firing telah menciptakan ekonomi kerakyatan karena memanfaatkan limbah perkebunan berupa potongan kayu berukuran kecil yang berasal dari masyarakat di sekitar PLTU.
Bahan baku biomassa yang digunakan berasal dari sumber daya lokal yang berasal dari perkebunan. Hal ini diharapkan memberikan efek ganda bagi perekonomian masyarakat.
Salah satu penghasil limbah kayu untuk bahan bakar PLTU Pulang Pisau berasal dari masyarakat Desa Buntoi, Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau.
“Dengan adanya kebutuhan limbah kayu di PLTU Pulang Pisau menciptakan lapangan kerja di sektor pengolahan biomassa bagi masyarakat desa kami,” ujar Kepala Desa Buntoi Markirius.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022