Selama tiga tahun terakhir ini kalangan petani Muara Tambak, Amuntai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Provinsi Kalimantan Selatan tak bisa menanam padi lantaran air dipersawahan selalu dalam.
Beberapa petani kepada wartawan Antara Biro Kalsel yang melakukan perjalanan pekan ini di kawasan tersebut memperoleh penjelasan persoalan tersebut, sehingga banyak dari petani merubah profesi untuk kehidupan sehari hari.
Menurut seorang petani, lahan mereka memang termasuk lahan marginal atau lahan lebak, yang kondisinya di saat musim hujan berair dalam, sehingga persawahan bagaikan danau.
Tetapi di musim kemarau lahan lebak atau rawa di kawasan tersebut mengering dan surut, maka lahan tersebut bisa ditanami padi serta aneka plawija, yang dikala panen dan itulah sebagai penghasilan masyarakat setempat.
Namun apa yang terjadi, selama tiga tahun terakhir ini tak pernah datang kemarau, dan selalu terjadi hujan, bila ada kemarau itupun disebut sebagai kemarau basah hingga lahan sawah yang luas tetap tergenang, tambahnya.
Untuk mencari penghidupan sehari-hari banyak petani setempat yang berubah profesi, dan sebagian besar adalah mencari ikan, dan karena lahannnya selalu berair ternyata populasi ikan pun kian meningkat, maka mereka mencari ikan di alam.
Atau ada yang berusaha mengelola tambak sistem jaring, yakni budidaya ikan gabus atau haruan serta ikan tauman.
Bibit ikan mereka tangkap di perairan umum, kemudian dimasukkan ke dalam tambak sistem jaring, dan diberi makan ikan ikan yang dicencang atau dihaluskan.
Setelah agak besar ikan tersebut dipindah lagi ke lokasi tambak sistem jaring yang lain, dan itu dibesarkan selama tiga bulan sudah bisa dipanen dan alhamdulilah harga dipasaran cukup baik.
Sementara kalangan ibu ibu memabtu pendapatan keluarga dengan mengolah kerajinan tangan berupa anyaman purun dengan hasil sebuah jintingan purun yang bewarna dan kualitas baik dibeli oleh pedagang pengumpul Rp10 ribu per buah.
Selain itu ada pula yang menjadi pedagang ikan keliling, pedagang sembako dan apa saja yang bisa memperoleh penghasilan mengganti bercocok tanam yang selama ini tak bisa dilakukan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Beberapa petani kepada wartawan Antara Biro Kalsel yang melakukan perjalanan pekan ini di kawasan tersebut memperoleh penjelasan persoalan tersebut, sehingga banyak dari petani merubah profesi untuk kehidupan sehari hari.
Menurut seorang petani, lahan mereka memang termasuk lahan marginal atau lahan lebak, yang kondisinya di saat musim hujan berair dalam, sehingga persawahan bagaikan danau.
Tetapi di musim kemarau lahan lebak atau rawa di kawasan tersebut mengering dan surut, maka lahan tersebut bisa ditanami padi serta aneka plawija, yang dikala panen dan itulah sebagai penghasilan masyarakat setempat.
Namun apa yang terjadi, selama tiga tahun terakhir ini tak pernah datang kemarau, dan selalu terjadi hujan, bila ada kemarau itupun disebut sebagai kemarau basah hingga lahan sawah yang luas tetap tergenang, tambahnya.
Untuk mencari penghidupan sehari-hari banyak petani setempat yang berubah profesi, dan sebagian besar adalah mencari ikan, dan karena lahannnya selalu berair ternyata populasi ikan pun kian meningkat, maka mereka mencari ikan di alam.
Atau ada yang berusaha mengelola tambak sistem jaring, yakni budidaya ikan gabus atau haruan serta ikan tauman.
Bibit ikan mereka tangkap di perairan umum, kemudian dimasukkan ke dalam tambak sistem jaring, dan diberi makan ikan ikan yang dicencang atau dihaluskan.
Setelah agak besar ikan tersebut dipindah lagi ke lokasi tambak sistem jaring yang lain, dan itu dibesarkan selama tiga bulan sudah bisa dipanen dan alhamdulilah harga dipasaran cukup baik.
Sementara kalangan ibu ibu memabtu pendapatan keluarga dengan mengolah kerajinan tangan berupa anyaman purun dengan hasil sebuah jintingan purun yang bewarna dan kualitas baik dibeli oleh pedagang pengumpul Rp10 ribu per buah.
Selain itu ada pula yang menjadi pedagang ikan keliling, pedagang sembako dan apa saja yang bisa memperoleh penghasilan mengganti bercocok tanam yang selama ini tak bisa dilakukan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022