Banjarbaru, (Antaranews Kalsel) - Lanud Syamsudin Noor Banjarmasin mengantisipasi tindak kekerasan dalam rumah tangga baik di lingkungan TNI-AU maupun masyarakat umum yang kini semakin meresahkan.
Komandan Lanud Sjamsudin Noor Letkol Pnb Erwin Sugiandi mengatakan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di lingkungan TNI yang dilakukan oknum prajurit TNI dan PNS TNI kini juga semakin banyak.
Hal itu terjadi, kata dia, antara lain disebabkan oleh beberapa hal di antaranya ekonomi, ego suami istri, kepercayaan suami istri, pengaruh narkotika, wanita idaman lain, pria idaman lain dan campur tangan pihak ketiga, serta permasalahan lainnya.
Mengantisipasi hal tersebut, kata dia, sangat penting dilakukan sosialisasi, pemahaman dan pembinaan secara berkelanjutan bagaiman membangun kelurga yang bahagia dan sejahtera.
Ketua PIA AG Lanud Syamsudin Noor (SAM) Dewiyana Erwin Sugiandi mengatakan, salah satu bentuk pembinaan yang telah dilakukan antara lain dengan melakukan sosialisasi kepada anggota tentang undang-undang penghapusan KDRT.
Menurut dia, banyaknya kasus KDRT yang terjadi di kalangan masyarakat luas, khususnya di lingkungan prajurit TNI, semakin meresahkan bagi kaum perempuan.
"Sehingga sosialisasi ini sangat penting untuk mencegah meluasnya KDRT tersebut," katanya.
Badan Diklatda Provinsi Kalimantan Selatan Tina Purnamawati mengatakan, yang dimaksud KDRT adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Sedangkan yang menjadi lingkup tindakan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
"Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga," katanya.
Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Menurut dia, tidak semua tindakan KDRT dapat ditangani secara tuntas karena korban sering menutup-nutupi dengan alasan ikatan struktur budaya, agama, dan belum dipahaminya sistem hukum yang berlaku.
Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
Dalam membangun serta membina kerukunan dalam hidup berumah tangga tentram dan sehat, harus memiliki dasar yang kuat seperti cinta kasih, saling percaya, komunikasi yang efektif serta saling pengertian antara suami dan istri dengan dilandasi kejujuran.
"Dengan didasari hal tersebut dalam membangun kehidupan keluarga yang utuh dan bahagia dapat tercapai," kata Tina Purnamawati.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
Komandan Lanud Sjamsudin Noor Letkol Pnb Erwin Sugiandi mengatakan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di lingkungan TNI yang dilakukan oknum prajurit TNI dan PNS TNI kini juga semakin banyak.
Hal itu terjadi, kata dia, antara lain disebabkan oleh beberapa hal di antaranya ekonomi, ego suami istri, kepercayaan suami istri, pengaruh narkotika, wanita idaman lain, pria idaman lain dan campur tangan pihak ketiga, serta permasalahan lainnya.
Mengantisipasi hal tersebut, kata dia, sangat penting dilakukan sosialisasi, pemahaman dan pembinaan secara berkelanjutan bagaiman membangun kelurga yang bahagia dan sejahtera.
Ketua PIA AG Lanud Syamsudin Noor (SAM) Dewiyana Erwin Sugiandi mengatakan, salah satu bentuk pembinaan yang telah dilakukan antara lain dengan melakukan sosialisasi kepada anggota tentang undang-undang penghapusan KDRT.
Menurut dia, banyaknya kasus KDRT yang terjadi di kalangan masyarakat luas, khususnya di lingkungan prajurit TNI, semakin meresahkan bagi kaum perempuan.
"Sehingga sosialisasi ini sangat penting untuk mencegah meluasnya KDRT tersebut," katanya.
Badan Diklatda Provinsi Kalimantan Selatan Tina Purnamawati mengatakan, yang dimaksud KDRT adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Sedangkan yang menjadi lingkup tindakan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
"Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga," katanya.
Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Menurut dia, tidak semua tindakan KDRT dapat ditangani secara tuntas karena korban sering menutup-nutupi dengan alasan ikatan struktur budaya, agama, dan belum dipahaminya sistem hukum yang berlaku.
Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
Dalam membangun serta membina kerukunan dalam hidup berumah tangga tentram dan sehat, harus memiliki dasar yang kuat seperti cinta kasih, saling percaya, komunikasi yang efektif serta saling pengertian antara suami dan istri dengan dilandasi kejujuran.
"Dengan didasari hal tersebut dalam membangun kehidupan keluarga yang utuh dan bahagia dapat tercapai," kata Tina Purnamawati.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016