Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa sore, bergerak menguat sebesar 120 poin menjadi Rp13.817 dibandingkan posisi sebelumnya di Rp13.937 per dolar AS.


Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara Rully Nova di Jakarta, mengatakan bahwa penguatan nilai tukar rupiah terpengaruh oleh sentimen eksternal terutama dari Tiongkok setelah data produk domestik bruto (PDB) tidak jauh berbeda dari estimasi pasar.

"Ekonomi Tiongkok memang melambat, namun kondisi itu mendorong spekulasi pasar terhadap pemerintah Tiongkok yang akan tetap berkomitmen untuk melonggarkan kebijakan moneternya dalam menopang perekonomian, diharapkan dapat berdampak positif bagi negara sekitar," ujarnya.

Ia mengemukakan bahwa produk domestik bruto Tiongkok tumbuh secara tahunan 6,9 persen pada 2015, relatif sesuai dengan estimasi kalangan pelaku pasar uang di kisaran 6,8-6,9 persen.

Di sisi lain, lanjut dia, potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed fund rate), juga sudah diantisipasi pelaku pasar uang di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Hanya waktu kenaikan saja yang masih dinanti pelaku pasar," katanya.

Dari dalam negeri, Rully Nova mengatakan bahwa potensi harga bahan bakar minyak (BBM) subsisi yang berpotensi turun menyusul harga minyak mentah dunia masih dalam tren pelemahan, akan mendorong daya beli masyarakat meningkat.

"Daya beli masyarakat berpotensi meningkat seiring dengan penurunan BBM, di sisi lain pemerintah juga terus menggalakan investasi melalui pembangunan infrastruktur, kondisi itu yang akan menjaga fundamental rupiah secara jangka panjang," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Selasa (19/1) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.921 dibandingkan hari sebelumnya (18/1) di posisi Rp13.931 per dolar AS./e

Pewarta: Zubi Mahrofi

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016