Anggota Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) H Iberahim Noor SE mengharapkan pemerintah agar meninjau kembali PPN produksi pertanian.
Harapan anggota DPRD Kalsel dua itu melalui WA-nya, Kamis (14/4/22) sehubungan penetapan pemerintah tentang PPN produk pertanian yang mulai berlaku, 1 April 2022.
Ia mengemukakan beberapa alasan agar pemerintah meninjau kembali PPN produk pertanian antara lain menambahkan beban atau mengurangi pendapatan petani.
Sementara ongkos produksi atau harga beberapa komponen sarana produksi (Saprodi) juga mengalami kenaikan, sehingga biaya produksi dan hasil bisa tidak seimbang.
Menurut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel IV/Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) itu, pengenaan PPN bisa membuat petani atau pekebun dan pelaku usaha tani lainnya malas.
"Sedangkan petani merupakan tulang punggung dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan yang harus kita support, bukan menambah beban mereka,," demikian Iberahim Noor.
Ketua Komisi II DPRD Kalsel Imam Suprastowo juga kurang sependapat dengan pengenaan PPN terhadap produk usaha pertanian secara umum, apakah itu berupa tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan lainnya.
"Memang kita sebagai wakil rakyat tidak berbuat banyak, kecuali sekedar mengingatkan. Tetapi terkait dengan PPN itu nanti investor yang menentukan," ujarnya saat menerima audiensi Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin di Gedung DPRD provinsi tersebut.
"Kalau PPN memberatkan bagi investor, maka kemungkinan mereka tidak akan jadi menaman modal usaha/berinvestasi," lanjut anggota DPRD Kalsel dua periode dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu.
Ketika beraudiensi tersebut, Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin mempermasalahkan PPN yang naik menjadi 11 persen terhitung mulai 1 April 2022.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Harapan anggota DPRD Kalsel dua itu melalui WA-nya, Kamis (14/4/22) sehubungan penetapan pemerintah tentang PPN produk pertanian yang mulai berlaku, 1 April 2022.
Ia mengemukakan beberapa alasan agar pemerintah meninjau kembali PPN produk pertanian antara lain menambahkan beban atau mengurangi pendapatan petani.
Sementara ongkos produksi atau harga beberapa komponen sarana produksi (Saprodi) juga mengalami kenaikan, sehingga biaya produksi dan hasil bisa tidak seimbang.
Menurut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel IV/Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) itu, pengenaan PPN bisa membuat petani atau pekebun dan pelaku usaha tani lainnya malas.
"Sedangkan petani merupakan tulang punggung dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan yang harus kita support, bukan menambah beban mereka,," demikian Iberahim Noor.
Ketua Komisi II DPRD Kalsel Imam Suprastowo juga kurang sependapat dengan pengenaan PPN terhadap produk usaha pertanian secara umum, apakah itu berupa tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan lainnya.
"Memang kita sebagai wakil rakyat tidak berbuat banyak, kecuali sekedar mengingatkan. Tetapi terkait dengan PPN itu nanti investor yang menentukan," ujarnya saat menerima audiensi Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin di Gedung DPRD provinsi tersebut.
"Kalau PPN memberatkan bagi investor, maka kemungkinan mereka tidak akan jadi menaman modal usaha/berinvestasi," lanjut anggota DPRD Kalsel dua periode dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu.
Ketika beraudiensi tersebut, Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin mempermasalahkan PPN yang naik menjadi 11 persen terhitung mulai 1 April 2022.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022