Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Pelindo III yang wilayah kerjanya meliputi Kalimantan Selatan dan Tengah juga ikut merasakan dampak bencana kabut asap karena setiap harinya pegawai Pelindo III di Pelabuhan Banjarmasin dan Pelabuhan Pulang Pisau beraktifitas di tengah kabut asap.


Bencana kabut asap akibat kebakaran lahan yang menimpa warga pulau Kalimantan dan Sumatera telah berlangsung selama berbulan-bulan. Kebakaran hutan dan lahan bukan merupakan fenomena yang baru di Indonesia.

Walaupun hal ini tidak mengganggu secara langsung terhadap aktifitas kepelabuhanan, namun bencana kabut asap tentu berpengaruh terhadap kesehatan pegawai Pelindo III di Pelabuhan Banjarmasin dan Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah.

Kondisi daerah Pulang Pisau memprihatinkan, tingkat polusi yang sangat tinggi dan keterbatasan jarak pandang dirasakan sangat mengganggu bagi warga kabupaten Pulang Pisau.

"Bencana kabut asap tahun ini merupakan yang terparah, dan ini menjadi perhatian perusahaan melaksanakan program Pelindo III Peduli Bencana Asap," kata General Manager Pelindo III Banjarmasin Hengki Jajang Herasmana.

Ditambahkan Hengki dalam gerakan Pelindo III Peduli Bencana Asap, pihaknya membagikan masker kepada orang-orang yang beraktifitas di Pelabuhan Banjarmasin dan Pelabuhan Pulang Pisau.

Selain itu Pelindo III juga aktif dalam pemadaman titik hotspot di area sekitar Pelabuhan Banjarmasin. Untuk kegiatan kepelabuhanan di alur, setiap empat jam sekali menghimbau kepada kapal kapal yang melintas di perairan Banjarmasin agar lebih berhati-hati mengingat terbatasnya jarak pandang (visibility) di alur Barito karena kabut asap.
 
Asisten Manajer Pelayanan Kapal Pelindo III Banjarmasin Capt Dody Eko Saputro mengungkapkan bahwa hal itu dilakukan agar kapal lebih meningkatkan kewaspadaan dalam kondisi jarak pandang yang terbatas karena kabut asap yang tebal di Alur Sungai Barito.

"Walaupun kapal telah dilengkapi radar untuk memantau lalu lintas kapal, peringatan kewaspadaan tetap kita lakukan sebagai langkah preventif menunjang keselamatan pelayaran di Alur Sungai Barito," ujar Dody.

Pelabuhan Pulang Pisau yang masuk dalam kawasan kerja Pelabuhan Banjarmasin juga turut merasakan bencana kabut asap. Manajer Pelabuhan Kawasan Pulang Pisau Fadlian Noor mengatakan bahwa bencana kabut asap yang menimpa Pulang Pisau bisa dikategorikan sebagai kategori berbahaya.

“Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah merupakan daerah dengan bencana kabut asap terparah. Dan kami selalu menghimbau agar pekerja yang beraktifitas di Pelabuhan Pulang Pisau selalu menggunakan Alat Pelindung Diri dan masker,“ ujar Fadlian.

Hengki Jajang Herasmana turut menyatakan keprihatinan pihaknya atas bencana kabut asap yang menimpa Sumatera dan Kalimantan.

”Karakteristik tanah gambut, musim kemarau yang panjang dan luasnya lahan yang terbakar membuat bencana asap ini telah mencapai kategori massive. Kita telah berusaha membantudan harapan kita semoga bencana kabut asap ini dapat segera teratasi,” tutur Hengki.

Berdasarkan analisis radiocarbon dating dari temuan arang pada tanah di Kalimantan Timur diketahui telah terjadi kebakaran pada tahun 1980-an (Goldmmer and Siebert, 1990). Tingginya kebakaran ditunjang dengan terjadinya periode iklim panas atau disebut juga El Nino. Pada wilayah lahan gambut yang digunduli dan kering telah terjadi kebakaran yang parah hampir setiap tahun.

Konversi hutan gambut menyebabkan rusaknya ekologi hutan gambut tersebut. Terutama karena pembuatan drainase yang berlebihan maka muka air tanah menjadi sangat cepat menurun, sehingga menyebabkan gambut mengalami kekeringan dan mengkerut (subsidence), kondisi ini memicu kebakaran lahan gambut.

Sifat fisik tanah gambut yang mengakibatkan bencana kabut asap ini bertambah parah  adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa menyerap air lagi kalau dibasahi.

Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

Sifat tanah gambut yang mudah terbakar ditambah dengan fenomena El-Nino turut memperparah fenomena kabut asap yang terjadi. Dalam kondisi iklim normal, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia (pasifik equator bagian barat) umumnya hangat dan karenanya proses penguapan mudah terjadi dan awan-awan hujan mudah terbentuk.

Namun ketika fenomena el-nino terjadi, saat suhu permukaan laut di pasifik equator bagian tengah dan timur menghangat, justru perairan sekitar Indonesia umumnya mengalami penurunan suhu (menyimpang dari biasanya). Akibatnya, terjadi perubahan pada peredaran masa udara yang berdampak pada berkurangnya pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.

Pewarta: Herry Murdy Hermawan

Editor : Herry Murdy Hernawam


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015