Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mendorong pengembangan pusat data (data center) dalam negeri untuk memperkuat kedaulatan di dunia siber.
Menurut Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Komunikasi BSSN Dominggus Pakel, Indonesia memiliki urgensi untuk menempatkan pusat data di dalam negeri sebab penyimpanan data terkait erat dengan isu strategis keamanan siber.
“Data dapat dianalisa serta dapat digunakan untuk menyimpulkan perilaku dan memudahkan pengambilan keputusan oleh decision making, sehingga data merupakan sesuatu yang sangat berharga, harus dijaga, dan dalam kendali pemilik data, baik data yang bersifat publik maupun strategis,” kata Dominggus saat menghadiri pertemuan di Wisma Mulia 2, Jakarta, ditulis Selasa.
Mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), ia menilai peraturan tersebut belum bisa sepenuhnya melindungi data warga Indonesia sebab telah memberikan lampu hijau kepada penyelenggaraan sistem elektronik (PSE) lingkup privat untuk menyimpan sistem informasi dan data di luar wilayah Indonesia.
Baca juga: Risiko keamanan siber harus diantisipasi di era 5G
“Kalau kita sadari bersama, bank swasta saat ini yang ada datanya di Indonesia hanya 54 persen, sedangkan telekomunikasi 65 persen. Berarti selain dari itu, datanya ada di luar negeri. Ketika kita berbicara tentang kebocoran data, maka ini bukan suatu keniscayaan karena data sudah ada di luar negeri,” ujarnya.
Meski demikian, peraturan tersebut juga masih mewajibkan penempatan data strategis di pusat data dalam negeri. Pihaknya juga tidak menyetujui apabila terdapat peraturan yang memperbolehkan penempatan data terkait layanan publik di luar wilayah Indonesia.
“Terutama pada saat ini seluruh dunia berusaha keras menjaga keras data pribadi warga negaranya dan memacu pembangunan data center di negara masing-masing,” tuturnya.
Menurutnya, terdapat beberapa isu keamanan terkait dengan penggunaan infrastruktur pusat dara yang terletak di luar wilayah hukum yurisdiksi Indonesia, terutama jika layanan tersebut digunakan untuk pertukaran informasi yang bersifat strategis, salah satunya adalah isu kedaulatan data.
Dominggus mengatakan jika data dikelola dan atau disimpan pada pusat data di luar negeri, maka yurisdiksi hukum yang mengatur terkait pengelolaan data mengikuti peraturan negara setempat, kecuali terdapat peraturan internasional yang diratifikasi kedua negara tersebut.
“Hal ini akan menjadi isu jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan data seperti penyalahgunaan data, kebocoran data, atau penggunaan data sebagai informasi intelijen yang merugikan pengguna khususnya di Indonesia,” katanya.
Baca juga: Ecommerce disarankan berkonsultasi dengan BSSN buat algoritma enkripsi
Selain itu, apabila data dikelola dan disimpan pada server di luar negeri, tambahnya, maka akan sulit bagi Indonesia melakukan kontrol, seperti memastikan tidak terjadi penyalahgunaan data atau menelusuri penggunaan akses yang tidak sah yang merugikan pengguna.
Melihat urgensi keamanan data siber, Dominggus mengatakan saat ini pihaknya fokus mengamankan data-data strategis melalui arsitektur pusat data yang sedang dibangun BSSN di Sawangan dan direncanakan selesai pada akhir bulan ini.
“Diharapkan bulan Februari kami sudah bisa uji coba dan bisa operasional, sehingga nanti seluruh data strategis yang ada di kementerian dan lembaga terkait semuanya akan masuk di BSSN. Itu menjadi tanggung jawab BSSN untuk mengamankan data-data strategis yang ada di kementerian dan lembaga,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penanganan isu keamanan siber, termasuk serangan atau kejahatan siber, membutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan terkait.
“Kami percaya ketika kita semua bersatu maka ini akan menjadi satu kekuatan yang kokoh di antara kita. Kami percaya negara kita akan memiliki suatu kekuatan di kedaulatan di dunia maya,” kata Dominggus.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Menurut Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Komunikasi BSSN Dominggus Pakel, Indonesia memiliki urgensi untuk menempatkan pusat data di dalam negeri sebab penyimpanan data terkait erat dengan isu strategis keamanan siber.
“Data dapat dianalisa serta dapat digunakan untuk menyimpulkan perilaku dan memudahkan pengambilan keputusan oleh decision making, sehingga data merupakan sesuatu yang sangat berharga, harus dijaga, dan dalam kendali pemilik data, baik data yang bersifat publik maupun strategis,” kata Dominggus saat menghadiri pertemuan di Wisma Mulia 2, Jakarta, ditulis Selasa.
Mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), ia menilai peraturan tersebut belum bisa sepenuhnya melindungi data warga Indonesia sebab telah memberikan lampu hijau kepada penyelenggaraan sistem elektronik (PSE) lingkup privat untuk menyimpan sistem informasi dan data di luar wilayah Indonesia.
Baca juga: Risiko keamanan siber harus diantisipasi di era 5G
“Kalau kita sadari bersama, bank swasta saat ini yang ada datanya di Indonesia hanya 54 persen, sedangkan telekomunikasi 65 persen. Berarti selain dari itu, datanya ada di luar negeri. Ketika kita berbicara tentang kebocoran data, maka ini bukan suatu keniscayaan karena data sudah ada di luar negeri,” ujarnya.
Meski demikian, peraturan tersebut juga masih mewajibkan penempatan data strategis di pusat data dalam negeri. Pihaknya juga tidak menyetujui apabila terdapat peraturan yang memperbolehkan penempatan data terkait layanan publik di luar wilayah Indonesia.
“Terutama pada saat ini seluruh dunia berusaha keras menjaga keras data pribadi warga negaranya dan memacu pembangunan data center di negara masing-masing,” tuturnya.
Menurutnya, terdapat beberapa isu keamanan terkait dengan penggunaan infrastruktur pusat dara yang terletak di luar wilayah hukum yurisdiksi Indonesia, terutama jika layanan tersebut digunakan untuk pertukaran informasi yang bersifat strategis, salah satunya adalah isu kedaulatan data.
Dominggus mengatakan jika data dikelola dan atau disimpan pada pusat data di luar negeri, maka yurisdiksi hukum yang mengatur terkait pengelolaan data mengikuti peraturan negara setempat, kecuali terdapat peraturan internasional yang diratifikasi kedua negara tersebut.
“Hal ini akan menjadi isu jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan data seperti penyalahgunaan data, kebocoran data, atau penggunaan data sebagai informasi intelijen yang merugikan pengguna khususnya di Indonesia,” katanya.
Baca juga: Ecommerce disarankan berkonsultasi dengan BSSN buat algoritma enkripsi
Selain itu, apabila data dikelola dan disimpan pada server di luar negeri, tambahnya, maka akan sulit bagi Indonesia melakukan kontrol, seperti memastikan tidak terjadi penyalahgunaan data atau menelusuri penggunaan akses yang tidak sah yang merugikan pengguna.
Melihat urgensi keamanan data siber, Dominggus mengatakan saat ini pihaknya fokus mengamankan data-data strategis melalui arsitektur pusat data yang sedang dibangun BSSN di Sawangan dan direncanakan selesai pada akhir bulan ini.
“Diharapkan bulan Februari kami sudah bisa uji coba dan bisa operasional, sehingga nanti seluruh data strategis yang ada di kementerian dan lembaga terkait semuanya akan masuk di BSSN. Itu menjadi tanggung jawab BSSN untuk mengamankan data-data strategis yang ada di kementerian dan lembaga,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penanganan isu keamanan siber, termasuk serangan atau kejahatan siber, membutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan terkait.
“Kami percaya ketika kita semua bersatu maka ini akan menjadi satu kekuatan yang kokoh di antara kita. Kami percaya negara kita akan memiliki suatu kekuatan di kedaulatan di dunia maya,” kata Dominggus.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021