Risiko keamanan siber yang mungkin timbul dalam perkembangan teknologi terbaru, seperti pada era 5G mendatang, harus diantisipasi sehingga kemajuan teknologi informasi berdampak pada meningkatnya kesejahteraan dan taraf hidup bangsa Indonesia.
"Industri dan segenap pemangku kepentingan harus memastikan standar keamanan dalam penerapan teknologi terbaru dan memberikan jaminan keamanan terhadap kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia," kata Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letnan Jenderal TNI (Purn) Hinsa Siburian.
Jaminan keamanan dimaksud salah satunya dengan pemenuhan sertifikasi keamanan perangkat yang mengacu pada standar global dan aturan Standar Nasional Indonesia (SNI), katanya dalam lokakarya tentang keamanan 5G yang digelar Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) dan didukung BSSN, seperti dikutip dari pernyataan pers, Sabtu.
Senada dengan kepala BSSN, Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail, mengatakan bahwa keamanan di ruang digital merupakan sebuah keharusan.
"Aspek pengamanan juga harus menyeluruh tidak hanya di sisi infrastruktur tetapi juga aplikasi dan platform serta individu," katanya.
Dalam hal ini, lanjut Ismail, pemerintah sebagai orkestrator perlu untuk terus meningkatkan tingkat keamanan 5G dari perspektif pemangku kepentingan yang berbeda untuk menjawab tantangan masa depan.
Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja sama untuk memastikan bahwa risiko keamanan 5G terkendali perlu ditingkatkan. Dan juga, perlu untuk meningkatkan pemahaman bersama tentang tanggung jawab yang selaras, standar terpadu, dan peraturan yang jelas untuk jaminan keamanan 5G.
Arman Hazairin, SVP Network Service and Quality PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), operator seluler anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, mengatakan bahwa sebagai pelaku industri, Telkomsel memandang pentingnya tata kelola dan regulasi yang jelas dan berkualitas, adaptif terhadap perkembangan teknologi, serta efektif dalam pelaksanaanya, termasuk juga dalam hal keamanan 5G.
"NESAS sebagai sebuah standar keamanan 5G yang diinisiasi oleh GSMA (Global System for Mobile Communications Association) dan 3GPP (The 3rd Generation Partnership Project) bersama para pemangku industri seluler diharapkan dapat diadopsi oleh regulator sebagai solusi terkait kepentingan tersebut," katanya.
Sementara Ketua Umum MASTEL, Sarwoto Atmosutarno, mengatakan bahwa jaminan keamanan siber adalah tujuan yang hendaknya dicapai bersama-sama oleh vendor, operator, regulator, dan pemangku kepentingan lainnya.
"Penerapan teknologi yang telah lolos uji dan evaluasi keamanan jaringan dengan standar yang berlaku global seperti NESAS yang mengacu pada SCAS dari 3GPP hendaknya menjadi rumusan baku bagi pelaku industri dalam menentukan perusahaan pengembang teknologi mana yang akan mereka pilih sebagai mitra penyedia infrastruktur jaringan 5G," tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
"Industri dan segenap pemangku kepentingan harus memastikan standar keamanan dalam penerapan teknologi terbaru dan memberikan jaminan keamanan terhadap kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia," kata Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letnan Jenderal TNI (Purn) Hinsa Siburian.
Jaminan keamanan dimaksud salah satunya dengan pemenuhan sertifikasi keamanan perangkat yang mengacu pada standar global dan aturan Standar Nasional Indonesia (SNI), katanya dalam lokakarya tentang keamanan 5G yang digelar Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) dan didukung BSSN, seperti dikutip dari pernyataan pers, Sabtu.
Senada dengan kepala BSSN, Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail, mengatakan bahwa keamanan di ruang digital merupakan sebuah keharusan.
"Aspek pengamanan juga harus menyeluruh tidak hanya di sisi infrastruktur tetapi juga aplikasi dan platform serta individu," katanya.
Dalam hal ini, lanjut Ismail, pemerintah sebagai orkestrator perlu untuk terus meningkatkan tingkat keamanan 5G dari perspektif pemangku kepentingan yang berbeda untuk menjawab tantangan masa depan.
Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja sama untuk memastikan bahwa risiko keamanan 5G terkendali perlu ditingkatkan. Dan juga, perlu untuk meningkatkan pemahaman bersama tentang tanggung jawab yang selaras, standar terpadu, dan peraturan yang jelas untuk jaminan keamanan 5G.
Arman Hazairin, SVP Network Service and Quality PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), operator seluler anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, mengatakan bahwa sebagai pelaku industri, Telkomsel memandang pentingnya tata kelola dan regulasi yang jelas dan berkualitas, adaptif terhadap perkembangan teknologi, serta efektif dalam pelaksanaanya, termasuk juga dalam hal keamanan 5G.
"NESAS sebagai sebuah standar keamanan 5G yang diinisiasi oleh GSMA (Global System for Mobile Communications Association) dan 3GPP (The 3rd Generation Partnership Project) bersama para pemangku industri seluler diharapkan dapat diadopsi oleh regulator sebagai solusi terkait kepentingan tersebut," katanya.
Sementara Ketua Umum MASTEL, Sarwoto Atmosutarno, mengatakan bahwa jaminan keamanan siber adalah tujuan yang hendaknya dicapai bersama-sama oleh vendor, operator, regulator, dan pemangku kepentingan lainnya.
"Penerapan teknologi yang telah lolos uji dan evaluasi keamanan jaringan dengan standar yang berlaku global seperti NESAS yang mengacu pada SCAS dari 3GPP hendaknya menjadi rumusan baku bagi pelaku industri dalam menentukan perusahaan pengembang teknologi mana yang akan mereka pilih sebagai mitra penyedia infrastruktur jaringan 5G," tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021