Sebagaimana diketahui bersama kelestarian lingkungan sangat berkaitan dengan ketersediaan air,  karena air merupakan hajat hidup orang banyak, baik  manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan di bumi.
     

Rusaknya lingkungan tidak saja mengakibatkan kekeringan, namun lebih dari itu dapat menimbulkan punahnya satwa, keanekaragaman hayati dan lainnya.
      
Banjarmasin,salah satu kota di Kalimantan Selatan dikenal dengan sebutan Kota Seribu Sungai, ternyata ketika musim kemarau datang tidak bisa lepas dari kesulitan air bersih.
     
Padahal, jika sungai atau sumber air bersih yang ada dipelihara dan dijaga kelestariannya, tentu tidak lagi kesulitan mendapatkan sumber air baku untuk diolah menjadi air bersih.
     
Kesulitan air bersih akan sirna menghantui warga Kota Banjarmasin ketika musim kemarau, apabila lingkungan sungai Martapura dan lainnya kembali bersih dari sampah, dan limbah kotoran manusia.
     
Peran pemerintah dan masyarakat sangat diharapkan, untuk mengembalikan kelestarian lingkungan sungai, sehingga ketersediaan  sumber air baku bagi perusahaan daerah air minum (PDAM)   dapat teratasi.
    
Agustina, warga Jl HKSN Komplek AMD Permai Kota Banjarmasin mengatakan, setiap musim kemarau tiba, pendistribusian air bersih dari PDAM Bandarmasih ke pelanggan selalu mengalami penurunan.
    
Bahkan, menurut dia, saat kemarau puncak, PDAM Bandarmasih sempat memberlakukan pendistribusian air secara bergiliran di tiap-tiap kecamatan, salah satu penyebabnya karena ketersediaan air baku mengalami penurunan.
    
Untuk itu, dia berharap, kesulitan air bersih saat musim kemarau perlu ada solusinya, sehingga tahun-tahun mendatang tidak terjadi berulang-ulang masyarakat Kota Banjarmasin kesulitan mendapatkan air bersih.
    
Ditambahkan Wakil Ketua Masyarakat Peduli Sungai Kota Banjarmasin Hasan Zainudin,  faktor utama penyebab menurunnya ketersediaan air baku bagi PDAM Bandarmasih, karena terjadi kerusakan lingkungan di daerah dulu.
    
Menurut dia, walaupun PDAM Bandarmasih melakukan perbaikan di sumber air bakunya Sungai Tabuk, bahkan berencana membangun embung, namun tanpa memperbaiki kerusakan lingkungan di bagian hulu, maka usaha tersebut akan sia-sia saja.
    
Diutarakannya, kerusakan lingkungan dapat dilihat saat musim hujan dan musim kemarau. Ketika  musim penghujan air cepat naik di sumber air baku Sungai Tabuk, sebaliknya ketika musim kemarau air cepat turun.
     
Dalam upaya mengembalikan fungsi sungai, sebut dia, Masyarakat Peduli Sungai Kota Banjarmasin telah melakukan kegiatan bersih-bersih sungai Martapura, dan meminta masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai.
    
Terpisah, Direktur Utama Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Bandarmasih, Kota Banjarmasin Muslih menyatakan, saat musim kemarau pihaknya terpaksa melakukan suplai air bersih kepada pelanggan secara bergilir.
     
"Sejak Minggu (30/8) pendistribusian air bersih ke pelanggan sudah dilakukan secara bergilir, ini karena kondisi air baku makin krisis," ujarnya.
     
Menurut dia, air baku yang diambil dari Sungai Martapura di daerah Sungai Bilu Banjarmasin makin mengalami keasinan yang kadarnya melebihi 5.000 milgram perliter. Ini jauh melebihi ambang batas bisa diolah menjadi air bersih.
     
Akibat terhentinya pengambilan air baku di intek Sungai Bilu yang mencapai 2.200 liter perdetiknya itu, maka total pengolahan air bersih mengalami penurunan hingga 30 persen, jelas Muslih.
     
Karena kejadian ini, ujar dia, PDAM tidak bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan semua pelanggan yang mencapai lebih 180 ribu rumah tangga sebagaimana biasanya, hingga harus dilakukan strategi penghentian bergilir.
     
Dikatakan Muslih, pengambilan air baku saat ini hanya tertumpu pada intek Sungai Tabuk yang kafasitasnya sekitar 1.750 liter perdetik.
    
"Dan ini pastinya sangat tidak mencukupi dengan kebutuhan air bersih normalnya 2.000 liter perdetik distribusi setiap harinya kepara palanggan," terangnya.
     
Diutarakan Muslih, pihaknya berupaya agar pengolahan air bersih tetap dilakukan dari pengambilan air baku di intek Sungai Bilu, yakni, mendorong kadar keasinan yang bisa diolah dari batas 2.500 miligram perliter menjadi 4.000 miligram perliter.
     
Dia hanya bisa berharap, kemarau akan segera berakhir hingga intrusi atau masukkan air laut ke sungai Martapura akan berkurang pula.
     
Lebih lanjut Direksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih mengemukakan, untuk menambah sumber air baku PDAM Bandarmasih, pihaknya berencana membangun embung (penampungan air) skala besar, dan ditargetkan selesai 2017.
     
"PDAM sudah memiliki desain mengenai pembangunan embung tersebut dan kini berusaha mencari peluang dana ke pemerintah kota, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat dalam mewujudkan keinginan tersebut," terangnya.
    
Bila dana sudah tersedia, jelas dia, diharapkan tahun 2015 mulai mengerjakan proyek tersebut dan pada tahun-tahun berikutnya embung itu berfungsi sebagaimanamestinya, yaitu penyangga kebutuhan air baku.
   
"Embung tersebut direncanakan berlokasi di kawasan antara Sungai Tabuk dan Pematang Panjang, Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar dengan luas 500 meter kali 500 meter sehingga dana yang dibutuhkan sekitar Rp350 miliar," ungkapnya.
     
Sementara, Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Banjarmasin, Hamdi mengungkapkan, keasaman sungai-sungai di Banjarmasin sudah membahayakan karena jauh di ambang batas normal.
      
"Dari pantauan kita di sepuluh titik, kadar keasaman sungai di daerah ini sudah sangat gawat. Artinya berbahaya bila dikosumsi langsung oleh masyarakat sebab jauh di ambang batas normal yang seharusnya 6 pH atau 9 pH," ujarnya.
     
Menurut dia, dari sepuluh titik sungai yang dipantau di daerah ini rata-rata di bawah 6 pH, bahkan ada yang sampai 4 pH. Hal ini sudah di luar kebiasaan beberapa tahun sebelumnya, kadar asam masuk kesungai daerah ini lebih rendah hingga 5 pH.
    
Diungkapkan dia, sepuluh titik sungai yang dipantau, yakni di daerah Banua Anyar, Sei Bilu, Sei Baru, Muara Kelayan, Basirih, Kuin Pertamina, Kuin Pasar Terapung, di bawah jembatan RSUD Anshari Saleh, Zafri Zamzam dan RK Ilir.
    
"Melihat kondisi ini menjadikan sungai di daerah kita utamanya Sungai Martapura masih katagori kelas IV, seharusnya katagori kelas I, sebab ada intek pengambilan air baku untuk pengolahan air bersih," tuturnya.
    
Diutarakan Hamdi, kondisi terus parahnya kadar air sungai di daerah ini perlu menjadi perhatian semua pihak, yakni menjaga kebersihan dan kelestarian alam di sepanjang sungai. Apalagi perlu waktu lama hingga 20 tahun kalau semuanya mau serius membenahi sungai di daerah ini.
     
"Sebab sungai ini masuk jantung kehidupan bagi masyarakat sehingga tanggung jawab semuanya untuk memeliharannya terus lestari dan tidak tercemar," katanya.
    
Ditambahkan Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Banjarmasin  Fajar Desira, Kota Banjarmasin dialiri banyak sungai, baik sungai besar seperti Sungai Barito dan Sungai Martapura maupun sungai kecil, ditambah anak-anak sungai dan kanal.
     
Hanya saja, sebut dia,  keberadaan sungai-sungai yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat setempat itu kini mulai rusak, tercemar gulma, tercemar sampah, pendangkalan yang hebat, bahkan penyembitan akibat perkembangan kota dan permukiman.
     
"Dahulu sungai di Banjarmasin jumlahnya mencapai 150 buah. Namun, hasil inventarisasi belakangan tinggal 102 buah. Sungai itu mati akibat pendangkalan dan berubah fungsi menjadi permukiman dan perkembangan kota lainnya," katanya.
     
Menurut dia, panjang sungai yang membelah dan mengaliri kota yang dikenal dengan wisata sungai "pasar terapung" tersebut mencapai 185.000 meter.
     
Melihat kenyataan tersebut, kata mantan Kepala Dinas PU Kota Banjarmasin itu, wajar jika arah pembangunan kota wisata sungai ini berorientasi bagaimana sungai-sungai tersebut menjadi penggerak perekonomian masyarakat.
     
Selain itu, sungai dikembalikan fungsinya sebagai drainase, sebagai alat transportasi, dan sarana komunikasi, terutama sebagai sarana kepariwisataan pada masa mendatang.
     
Untuk menjurus sebagai kota wisata tersebut, sejak 10 tahun terakhir ini sudah banyak yang dilakukan pemerintah setempat, di antaranya pembangunan siring sebagai lokasi "Water Front City" (kota bantaran sungai), ratusan miliar rupiah sudah dikeluarkan guna mewujudkan sarana tersebut.
     

Pewarta: Arianto

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015