Tanaman porang atau oleh penduduk Desa Panggung Paringin Selatan, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai tanaman semak belukar disebut "butian" ini  adalah tenaman yang dikenal sejak zaman dulu sebagai tanaman gulma yang tak bernilai apa-apa, bahkan tanaman ini disebut sebagai tanaman penyebab gatal-gatal hingga banyak yang ditebas atau dibersihkan di pekarangan atau kebun.

Namun seiring perkembangan zaman ternyata belakangan tanaman ini justru banyak digeluti petani, menyusul dikenalkannya tanaman berumbi bagaikan tanaman talas ini sebagai komoditi baru mata dagangan ekspor ke berbagai negara.

Salah satu petani di Desa Panggung, adalah Rumaidi Murjani. Bahkan di wilayah ini lelaki terlahir di Desa Ianan 3 Mei 1977 ini dianggap sebagai pioner bahkan telah menjadi penyuluh pertanian khusus tanaman porang.

Anggota KTNA Balangan yang suka berkebun sejak usia 15 tahun tersebut sekarang mengembangkan tanaman porang bukan saja di lahan dataran tinggi bahkan di lahan persawahan dengan sistem galangan (bedengan).

Rumaidi yang lulusan Madrasah Aliyah Awayan ini mengatakan, pengembangan tanaman porang di persawahan cukup baik asal dikelola dengan baik, seperti tanah yang ditinggikan atau bedengan supaya tak tergenang air saat musim penghujan, dan pemberian pupuk organik.


Tanaman porang di persawahan, kata sekretaris kelompok tani Mandiri Desa Panggung ini, memiliki kelebihan terkena sinar matahari langsung sehingga menambah kesuburan tanaman tersebut.

Kelebihan lain, porang tidak diserang satwa penggangu, seperti tikus, babi, atau monyet tidak menyukai tanaman ini, sehingga mulai tanam sampai panen selama sekitar enam bulan tanaman ini tampaknya aman-aman saja, tambahnya seraya menyebutkan harga jual saat ini untuk kripik porang (cip) sekitar Rp65 ribu  sampai Rp70 ribu per kilogram kalau umbi segarnya antara Rp7 ribu hingga Rp8 ribu per kilogramnya.

Ketika ditanya jumlah petani yang sudah mengembangkan tanaman ini, Rumaidi yang juga anggota asosiasi porang indonesia Kabupaten Balangan ini menyebutkan sekitar  450 petani dan tergabung dalam asosiasi porang.

Dari jumlah petani yang mengembangkan porang tersebut sudah menyita lahan setempat bagi komoditi baru tersebut seluas sekitar 120 hektare, kata lelaki yang telah pula menggeluti budidaya ikan lelel dan menjadi penyuluh swadaya budidaya perikan tersebut sejak tahun 2017 ini.

Menurut putra tokoh lagendaris kisah rakyat Banjar, Artum Ali Al Inani ini, antusias menanam porang itu terlihat tanaman porang yang banyak ditanam bukan hanya skala kebun tetapi juga di pekarangan, bahkan jadi tanaman sela kebun karet dan galangan di persawahan.

Mengenai kegunaan porang, berdasarkan keterangan yang Rumaidi dapatnya cukup banyak manfaatnya. Di luar negeri seperti Jepang, konon porang merupakan makanan mahal pengganti beras, bahkan tingkat kekenyangan makan komoditi ini lebih baik.

Umpamanya sama sama satu mangkok makanan berasal dari porang dan beras, maka makan porang konon antara enam hingga tujuh jam masih kenyang, kalau makan beras satu jam saja kenyangnya selebihnya sudah lapar.

Makanya di negara lain konon porang merupakan para parajurit atau tentara, karena makan ini lebih bernutrisi dan kekenyangannya lama.

Komoditi ini juga bisa dibuat macam macam, konon obat obatan, tepung pembuat kapsul, cemilan dan ada juga untuk kosmetika, tambah lelaki pekerja keras tersebut

Sementara pembelinya begitu banyak, kurang produksi saja, bahkan ada pembeli yang datang dari Kalimantan Timur.

Konon kedepan porang berupa cip kian laku saja karena banyaknya permintaan dari negera Jepang, tambah Rumaidin seraya menguraikan kalau menanam porang selama enam bulan sudah bisa berproduksi.



 

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021